Senin, 19 Desember 2011

Sop Kaki Kambing Tiga Saudara: Atas Nama Kenangan

Seperti yang sudah saya tuliskan kemarin, saya bukan seorang yang begitu menggemari makanan yang berbahan dasar kambing. Satu-satunya makanan dari kambing yang bisa saya tolerir mungkin adalah sate kambing. Tapi kalau disuruh memilih, saya lebih memilih daging lain ketimbang daging/ jerohan kambing.

Dengan pikiran seperti itu, saya tidak membawa ekspektasi apapun terhadap Sop Kaki Kambing Tiga Saudara. Warung ini terletak di depan Bethesda, tepatnya di seberang hotel Novotel. Tepatnya lagi ada di depan SMA BOPKRI 2.

Ketika saya sampai, hujan baru saja usai. Tapi dingin masih tertinggal. Suasana yang pas untuk menyantap yang berkuah dan hangat.

Baru saja saya masuk, saya sudah dihadapkan dengan tiga buah baskom stainless berukuran besar yang berisi berbagai macam organ kambing yang bisa dimakan. Mulai jerohan, tulangan, hingga kaki. Saya tak tahu apa saja yang harus saya makan. Akhirnya saya memasrahkan pada sang penjual apa saja yang akan saya makan. Suasana warung cukup ramai. Ada satu kelompok perempuan yang tampak sangat menikmati sop kaki. Ada pula sepasang kekasih yang makan pelan-pelan, tampak keinginan kental agar waktu tak segera berlalu.


Tak memerlukan waktu lama, seporsi sop kaki kambing datang dengan uap panas yang mengepul lengkap dengan sepiring nasi. Sop kaki kambing datang dengan tampilan yang menggoda. Warnanya coklat muda, dengan bundaran-bundara coklat tua dari minyak samin. Ada potongan tomat segar berwarna merah menyala. Juga ada serpihan besar emping. Selain itu ada potongan bawang daun.


 Saya coba seruputan pertama, slurrrpppp. Hmmm, rasanya agak hambar.

Perlu ditambahi cucuran jeruk nipis dan tambahan sambal. Setelah saya cucuri jeruk nipis dan diberi satu sendok sambal, barulah sopnya kerasa lebih mantap. Meski untuk itu, rasa minyak saminnya harus agak mengalah dengan rasa asam dan pedas yang datang dari jeruk nipis dan sambal.

Untuk isiannya. Gimana ya bilangnya? Karena saya kurang suka dengan kambing, maka saya merasa tak berhak menghakimi rasa maupun tekstur isian sop kaki ini. Rasanya ya standar kambing laaah. Kalau disuruh memilih, saya lebih suka sop kaki sapi. Lalu saya agak sedikit gak rela karena harga yang harus saya bayar untuk satu porsi sop kaki, satu porsi nasi putih, dan satu teh hangat adalah 19 ribu. Sebenarnya harga yang wajar. Tapi yang bikin saya agak gak rela adalah karena saya harus membayarnya untuk sesuatu yang kurang saya nikmati. Tapi tak apalah, atas nama kenangan.

Yang juga saya kenang adalah malam ketika saya, Ayah, mbak Vivi, dan mas Yoyok suaminya, makan di sop kaki ini belasan tahun silam. Kursinya mungkin kursi yang sama. Spanduk nama warung mungkin masih sama, sudah tua dan koyak disana-sini.


Saya masih samar-samar ingat betapa ayah begitu menikmati sop kaki ini. Beliau sedikit ngomel kenapa saya seperti menolak kenikmatan yang ditawarkan sop kaki ini. Juga sedikit nggerundel karena saya lebih suka burger ketimbang sop kaki :)

Malam itu ingatan saya resmi bereuni, diiringi rintik sisa hujan yang tempias di jalan...

5 komentar:

  1. Perlu dicoba nih.

    Jam segini masih buka ga ya?

    BalasHapus
  2. jam segini kayaknya udah nutup mas :D biasanya jam 11 udah tutup deh. tapi coba aja, siapa tahu beruntung :)

    BalasHapus
  3. mas, aku liat foto pertama kok mual ya? begitu liat di otakku itu daging anjing, daging tikus di tomohon :(

    hehe

    BalasHapus
  4. itu, saya khoki nya?
    Salam kenal agan2.

    BalasHapus
  5. Kalo menurut gw sih sop tiga saudara yang paling enak di jl. raya pulogebang (depan pulogebang indah atau samping gembang kirana). Bumbu lebih terasa, daging renyah ga bau, sate empuk. lagi itu gw cari tempat makan lewat foursquare, search nya “sop tiga saudara Asep”

    BalasHapus