Senin, 25 Juli 2011

Jangan Diaduk Lagi Kopinya Kalau Ampas Sudah Turun

: Untuk Siti Zubaidah

Mata saya tak berkedip. Perempuan yang dulu pernah dengan lembut mengajari saya untuk tidak mengaduk kopi setelah ampasnya turun, itu sedang terbujur lemah di brankar ruang ICU. Banyak sekali selang yang tak saya ketahui fungsinya. Nafasnya bengek. Matanya nanar, masih tajam, meski tak bisa dipungkiri tatapan itu sudah mulai melemah. Sudah tak terhitung garis keriput di wajah yang masih menyisakan remah kecantikan itu. Rambutnya terburai, mengembang, dan memutih. Pemandangan itu tampak berbeda dari beberapa hari lalu ketika nenek saya itu meminta dimasakkan sop buntut.

"Besok belikan buntut, yang besar. Dua ya" ujar nenek saya dengan nada yang lucu. Tetap dengan semua alat bantu medik yang melingkari kesuluruhan tubuhnya. Mulai tangan, dada, hingga hidung.

Semua yang hadir disitu tertawa. Tak kecuali saya. Sudah 3 hari nenek saya makin lemas karena tidak mau makan sesuatu apapun. Meminta sop buntut adalah angin segar bagi semua orang yang begitu khawatir akan kesehatan beliau.

Keesokan harinya, mamak saya memasakkan sepanci besar sop buntut. Lengkap dengan potongan buntut yang berselubung daging dan lemak. Juga ada wortel dan kentang sebagai instrumen pelengkap jenis sop yang datang dari Belanda itu.

Hari itu nenek saya makan dengan lahap. Meski tanpa nasi, hanya kentang.

Karena kesehatan beliau yang semakin membaik, maka saya dan mamak memutuskan untuk pulang ke Jember.

***

Baru 3 jam menikmati hawa Jember, sebuah telpon dari Lumajang membuat mamak panik. Nenek saya muntah darah. Malam itu juga mamak mengajak saya kembali ke Lumajang. Maka mengebutlah saya, melindas aspal kembali, sembari sesekali menghantam lubang yang banyak menganga di sepanjang jalan Jember- Lumajang. Yang membuat mamak melontarkan istighfar, dan saya melontarkan makian. Itulah beda orang beriman dan orang tak beradab.

Ketika saya sampai di RS Haryoto, nenek sudah terbujur lemah di ruang ICU. Di luar, para anak-anaknya berkumpul, duduk diatas karpet sembari mengobrol pelan. Semua anaknya datang.

Nenek yang berdarah Bugis- Banjar punya 8 anak dari suaminya yang seorang pelaut. Saya memanggil kakek dengan sebutan kaik, sebutan kakek dalam bahasa Banjar. Sekarang anaknya tinggal 7, satu diantaranya sudah meninggal beberapa tahun lalu. 7 orang anaknya berkumpul semua malam itu. Yang terjauh tentu saja Tante Yah, yang berdomisili di Berau, Kalimantan Timur.

Ketika sedang berkumpul bareng itu, banyak cerita terlontar. Membongkar kembali memori kolektif mengenai kebersamaan mereka bersama sang ibunda. Banyak cerita lucu yang mengundang gelak tawa. Juga ada yang membuat saya menjadi sedikit getir.

Salah satunya adalah ketika nenek dirawat di Surabaya, sebelum akhirnya meminta pulang dan dirawat di Lumajang. Saat itu nenek merasa nyawanya sudah di ujung. Semua anaknya berkumpul dan menangis.

"Maafkan mamak lah, kalau mamak punya salah. Mungkin umur mamak sampai disini saja. Kalian yang rukun lah antar beding sanak (saudara)" ujar nenek lemah. Mungkin ia merasa sedih kalau ada anak-anaknya yang bertengkar walau mereka lahir dari rahim yang sama. Rahimnya.

Tapi rupanya tuhan berkehendak lain. Meski nenek sudah merasa akan menghadapNya, tak jua ia dipanggil. Jadilah beliau dibawa ke Lumajang lagi, sesuai permintaannya. Dan sekarang, saya melihatnya terbaring lemas, berusaha tidur dan memejamkan mata, tapi sepertinya kesusahan. Jangankan untuk memejam mata, sekedar bernafas pun rasanya berat sekali.

***
Nenek sedikit banyak mengingatkan saya pada almarhum ayah. Mereka sama-sama keras kepala, apalagi kalau menyangkut kegemaran mereka: makan. Ayah saya adalah pecinta segala jenis makanan enak, termasuk sate kambing, gulai kambing, dan segala jenis makananan yang tak boleh dimakan oleh penderita kolesterol tinggi seperti ayah.

Tapi larangan itu seperti dianggap angin lalu oleh ayah. Ia tetap saja makan sekehendak hatinya. Walau total sudah 6 kali ia terserang stroke. Pada serangan stroke yang ke 5, ia sudah mulai sadar diri. Membatasi makanan-makanan pantangan. Walau sesekali masih mencuri kesempatan, merayu anaknya agar mau mengantarnya makan seporsi sate atau sepiring nasi padang dengan lauk gulai otak.

"Hidup itu cuma sekali, harus dienak-enakin" ujar ayah pada saya suatu ketika. Kredo itulah yang dianutnya hingga ajal menjemputnya pada suatu malam di bulan Desember yang dingin.

Begitu pula nenek. Ia tak pernah mau dilarang. Kalau dilarang, ia merajuk sejadinya. Mirip anak kecil yang merengek karena tak dibelikan permen.

Pernah suatu hari ia memakan gulai kepala kambing. Bukan kepala kakap, tapi kepala kambing. Utuh! Dalam hal ini, ayah saya harus menghaturkan sembah kekalahan pada nenek saya. Tak pernah sekalipun ayah saya berani memakan satu buah kepala kambing utuh. Nenek tampak lahap sekali memakan kepala kambing itu, dengan telaten menyungkin selipan daging diantara rongga kepala. Beliau tampak puas sekali.

Beberapa hari lalu, setelah memakan sop buntut, nenek saya nyeletuk.

"Aku minta air es. Dikiiit aja" rajuknya. Semua melarang, karena air es akan memperparah asma yang dideritanya.

"Duh, panas-panas gini minum es sirup pasti enak" celetuknya lagi. Semua tertawa sembari tetap melarangnya. Tak berhenti sampai disitu, beliau tak lelah mencoba.

"Kalau es krim boleh?" tanya nenek saya penuh harap.

Tak ada yang bisa menahan tawa siang itu.

***

Hari ini saya baru sampai Jember lagi. Urusan revisi membuat saya harus pulang barang sejenak. Sebenarnya saya sedikit enggan pulang ke Jember. Kepala saya pening sejak kemarin malam. Sejak kemarin malam pula saya rutin memutar In The Aeroplane Over The Sea milik band underrated Neutral Milk Hotel.

Entah kenapa, lagu itu membuat saya menjadi melankolis luar biasa tadi malam. Lumajang sedang sepi malam itu. Di luar sedang dingin. Suara Jeff Magnum mengalun mistis melalui earphone. Lalu tiba-tiba berkelebat bayangan ayah saya.

Dulu, seringkali ia bercerita mengenai dunia yang indah. Ia pula yang menganjurkanku untuk melihat dunia yang indah itu, walau kenyataan tak selalu seindah gambar di kartu pos. Perkataan ayah saya mengenai dunia yang indah itu seperti pas dengan lirik lagu ini.

And one day we will die.
And our ashes will fly from the aeroplane over the sea.
But for now we are young, let us lay in the sun,
and count every beautiful thing we can see.

Lalu kelebatan kenangan muncul tiba-tiba. Ketika saya kecil, saya sering menginap di rumah nenek di Lumajang, tidur seranjang dengan beliau. Ia sering bercerita mengenai kaik, yang tak begitu lama saya kenal. Minuman kegemaran nenek adalah kopi. Dalam gelas panjang. Ketika kopi sudah diseduh dengan air panas, nenek dengan sabar menunggu ampas turun. Tapi saya kecil, selalu mengaduknya kembali, karena menganggap ampas itu adalah kopi yang tidak tercampur. Lalu nenek saya dengan sabar menasehati saya agar tidak kembali mengaduk kopi yang ampasnya sudah turun ke bawah.

"Jangan diaduk lagi kopinya kalau ampas sudah turun" ujarnya. Lalu ia menunggu lagi dengan sabar sembari kembali bercerita mengenai hal-hal kecil yang sialnya sudah terlupakan.

Itulah anehnya kenangan. Kadang hal kecil yang tak pernah teringat sebelumnya, tiba-tiba menyeruak tanpa permisi. Bagimana mungkin, saya yang saat itu sepertinya masih berumur 4/ 5 tahun bisa mengingat kenangan mengenai kopi? Kenangan lantas bersikap seperti cuplikan gambar dalam sebuah layar, yang tiba-tiba muncul sekedipan mata, lalu kembali hilang. Seperti kata Jeff:
What a beautiful dream that could flash on the screen,
in a blink of an eye and be gone from me.
Soft and sweet,
let me hold it close and keep it here with me

Nenek saya sekarang sedang berada pada masa senja kala. Ia sendiri merasa kalau umurnya tak lama lagi. Karena itu ia berwasiat pada semua anaknya. Semua nyawa yang ia lahirkan dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Kalau memang umur nenek akan berakhir tak lama lagi, saya ikhlas. Dan saya rasa semua anak cucu cicitnya juga ikhlas. Karena saya yakin nenek saya sudah puas melihat semua hal indah selama hidupnya. Melihat bagaimana anak-anaknya tumbuh besar, bersekolah, menikah, mempunyai cucu. Lalu melihat bagaimana cucunya juga tumbuh besar, bersekolah, ada yang menikah, dan memberinya cicit.

Saya ikhlas, karena saya yakin suatu hari nanti saya akan dipertemukan kembali dengan nenek. Kami semua tahu dimana kami akan berkumpul lagi suatu hari nanti.
Lalu di siang hari yang panas, suara Jeff kembali melantun. Pelan dan mistis seperti biasa...

What a beautiful face
I have found in this place
That is circling all round' the sun
And when we meet on a cloud
I'll be laughing out loud
I'll be laughing with everyone I see
Can't believe how strange it is to be anything at all

Kamis, 21 Juli 2011

Perempuan Yang Mengikat Sumpah Dengan Ikan Pari

Perempuan keturunan pelaut itu adalah generasi terakhir dalam suatu sumpah terucap pada satu malam badai. Kapal yang nenek moyangnya tumpangi, pecah terhantam badai besar. Ketika satu trah akan menghilang secara cepat, datanglah seekor pari raksasa. Ikan berekor racun itu lantas menjadi pegangan oleh satu keluarga yang nyaris saja lenyap tertelan lautan yang menghitam. Mengerikan.

Lalu sang kepala keluarga, lelaki berkulit legam berbadan kekar dan berambut andan itu mengucap sumpah pada sang ikan pari, sembari disaksikan anggota keluarga lain yang menggigil kedinginan di sebuah pulau kecil.

"Tak akan pernah 7 turunan anak cucuku akan memakan anak cucumu. Ini adalah sumpahku untuk membalas budiku. Selama nyawa masih terkandung di badan, pantang sumpah ini dilanggar" teriak sang kepala keluarga. Malam itu, langit menjadi saksi.

Sejak sumpah itu terucap, para keturunan keluarga itu pantang memakan daging ikan pari.

Perempuan bernama Siti Zubaidah itu adalah generasi ketujuh keluarga yang pernah nyaris tumpas bersama badai beberapa ratus tahun lalu. Ia adalah gerbang terakhir semua sumpah yang pernah terucap. Dan ia selalu memegang teguh janjinya. Tak pernah ia berkehendak memakan daging ikan pari, sang penyelamat nenek moyangnya. Yang berarti juga penyelamat nyawanya.

Zubaidah mewakili semua tabiat dan perangai nenek moyangnya yang seorang pelaut tangguh. Ia keras dan teguh bagai karang. Rambutnya berkelindan andan bagai tumpukan gracilaria di tengah lautan yang berbuih-buih. Ia juga bisa menyerap semua kesedihan bagaikan holothurians, menjadi komponen penting pada gugusan terumbu karang tercintanya: keluarga.

*tulisan ini untuk nenek tercintaku, Siti Zubaidah Masdar, yang sejak beberapa jam lalu sedang berjuang keras dengan caranya sendiri. Hikayat mengenai ikan pari ini adalah salah satu cerita yang sering diceritakan mamak pada saya. Saya akan bercerita sepotong demi sepotong. Anggap saja penambah doa untuk nenek saya.*

Rabu, 20 Juli 2011

Kredit Mimpi Berupa Helm


Kadang saya merasa mimpi tak ubahnya barang kreditan. Tak perlu membayar tunai jika kita memang tak sanggup. Kita bisa mencicil pelan-pelan, sampai ia lunas terbayar.

Romdhi, salah seorang senior saya di Tegalboto, suatu hari pernah menuliskan hikayat tentang Wendra, teman satu angkatannya di Tegalboto. Ia bercerita mengenai Wendra yang begitu teguh mengejar mimpi. Dulu ketika kamera DSLR masih menjadi barang sangat mewah, dan profesi fotografer bukanlah anak labil yang mampu beli kamera, asal jepret dan bisa sedikit photoshop; Wendra yang saat itu masih mahasiswa terlebih dulu mengunduh buku manual penggunaannya. Ia belajar cara menggunakan kamera DSLR dari berlembar-lembar buku panduan itu.

Tahun demi tahun berlalu. Mimpi itu akhirnya tercapai berkat kerja keras. Dibayar dengan keringat dan mungkin juga darah. Saya tahu betapa Wendra bekerja keras untuk membeli kamera DSLR . Ia berpasrah diri memulakan mimpi pada unduhan user's guide. Lantas mimpi itu berlanjut. Mengumpulkan receh demi receh hingga akhirnya kamera itu terbayar dengan tunai.

Sekarang, dengan pekerjaannya sebagai fotografer The Jakarta Post, saya yakin ia tak akan kesusahan membeli kamera lagi.

Waktu membaca tulisan Romdhi mengenai Wendra, saya begitu terhenyak. Betapa proses mengejar mimpi itu adalah penting. Hanya manusia kuat yang bisa teguh menempuh proses yang seringkali seperti jalan makadam, tak mulus dan berbatu tajam. Menjadi manusia teguh itu lantas menjadi cita-cita saya. Saya juga ingat kata pepatah: jangan minta hidup yang lebih mudah pada tuhan, mintalah agar kau menjadi orang yang lebih teguh.

Maka saya berusaha terus teguh memegang semua mimpi yang saya canangkan. Beberapa mimpi besar sudah saya centang. Tapi jelas masih ada banyak mimpi lagi yang akan dan harus saya kejar. Semoga dengan keteguhan yang tak kunjung purna.

Salah satu mimpi terbesar saya adalah berkeliling Sulawesi menggunakan motor CB. Mimpi itu jelas menimbulkan tanya bagi banyak orang terdekat saya. Kenapa Sulawesi? Lalu kenapa motor CB, bukannya lebih enak pakai motor baru?

Oke, mari saya berkisah sejenak.

Sulawesi jelas adalah tanah impian bagi semua petualang. Tak habis dongeng terkisah, mengenai pantainya yang seindah surga, atau hikayat para pelautnya yang gagah berani, hingga semua kelezatan makanan di pulau dengan nama lain Celebes ini. Selain itu, rute di pulau ini masih memungkinkan ditempuh menggunakan motor. Tidak seperti jalan di Kalimantan atau Papua yang masih sedikit sukar ditembus dengan motor.

Lalu kenapa CB? Saya akan lantang "menyalahkan" The Motorcycle Diaries. Di buku suci itu, Ernesto Guevara dan Alberto Granado berkeliling Amerika Selatan menggunakan motor Norton 500 cc berusia 13 tahun. Motor Norton masih banyak terdapat di Indonesia, terutama di daerah. Tapi saya tak bermimpi menggunakan mesin 500 cc, terlalu besar sepertinya. Selain itu jelas saya belum mampu mengikuti para biker di Easy Rider atau Miracle-nya Bon Jovi, yang menunggang si kuda besi legendaris: Harley Davidson. Motor itu terlampau "sederhana". Maka saya mengalihkan pandangan ke CB, sang motor klasik yang bisa membuat penunggangnya berasa lebih gagah beberapa derajat.

Rencananya, motor CB yang akan saya beli itu sudah full modif. Mesin sudah diganti dengan mesin Honda Tiger atau GL- Max. Lalu akan ada pengaturan mengenai pembakaran gas buang dan penghematan bahan bakar. Intinya: motor itu sudah harus siap touring.

Mimpi menunggangi CB keliling Sulawesi itu tercetus begitu saja 2 tahun lalu. Awalnya saya berencana berkeliling bareng karib saya. Tapi apa daya, sang karib itu sekarang lebih sibuk, plus dia harus menyelesaikan tanggungan bernama TUGAS AKHIR di semester yang sudah semakin mendekati akhir, hahaha. Maka sepertinya keinginan berkeliling bareng itu harus ditunda.

Tapi saya tak patah arang kok. Saya akhirnya memutuskan akan pergi sendirian saja. Kalau kalian pernah melihat film Harley Davidson and the Marlboro Man, disana jelas tampak bahwa seorang biker akan lebih meresapi perjalanannya jika berpergian sendirian. Semoga saya berhasil mewujudkannya.

Lalu, seperti yang saya bilang, mimpi itu seperti barang kredit. Bisa dicicil, tak ada bunga, dan tak ada jatuh tempo. Seperti Wendra yang mewujudkan mimpinya secara perlahan dengan mengunduh buku panduannya dulu, maka saya melakukan hal yang sama.

Helm adalah langkah awal mimpi itu. Pelindung kepala itu sebenarnya bisa dibeli dimana saja. Tapi saya tak ingin helm biasa. Saya ingin helm klasik yang biasa digunakan para biker. Saya tak tahu apa namanya, tapi saya tahu bentuknya. Bulat, dan ada kacamata besar sebagai pelengkap.

Saya tak tahu apakah di Jember ada toko yang menjual helm seperti ini. Tapi saya seringkali melihatnya di Bali. Meski saya tak tahu namanya dan hanya bisa memberikan gambaran mengenai helm itu secara lisan, saya tetap minta tolong Rina untuk membelikan helm itu. Kebetulan sejak kemarin ia berada di pulau Dewata.

Tadi sore Rina sms. Mengabarkan kalau ia sudah membeli titipan saya. Yeah! Helm itu berwarna coklat, dengan kacamata besar berwarna hitam. Di bagian depan ada gambar elang dan tulisan Harley Davidson. Meski saya akan menaiki CB, anggap saja helm ini sebagai doa agar saya bisa menaiki Harley kelak, hehehe.

Maka inilah cicilan awal saya pada mimpi yang sudah saya inden sejak 2 tahun lalu. Berupa satu buah helm klasik, yang sepertinya akan membuat penunggang CB jadi lebih gagah beberapa derajat lagi.

Mari menabung untuk membayar cicilan berikutnya :D

Senin, 18 Juli 2011

Be Free: Rest In Peace Taiji Sawada



Entah apa yang ada di pikiran Taiji. Pada 11 Juli yang cerah, dia mendadak menjadi brutal. Pria bernama lengkap Taiji Sawada itu memukuli jendela pesawat Delta Flight 298 yang akan landing di Bandara Internasional Saipan, sebuah bandara di pulau yang masuk dalam wilayah administrasi negara persemakmuran Amerika Serikat. Selain itu ia menendangi kursi di depannya. Seorang pramugari yang berusaha menenangkannya, ditendangnya berkali-kali. Selain itu ia juga membentur-benturkan kepalanya.

Setelah pesawat mendarat, berduyun polisi bandara datang dan menangkap pria yang pernah menjadi bassist untuk grup band X. Akhirnya pria berumur 45 tahun ini dibawa ke penjara sembari menanti persidangan yang rencananya akan diadakan pada tanggal 15 Juli.

Tapi rencana pengadil berantakan.

***

Banyak orang beranggapan kalau Taiji Sawada paling moncer ketika berada di Loudness, band metal yang dipimpin oleh Akira Takasaki. Tapi saya lebih menyukainya ketika berada di X, band yang kelak berganti nama menjadi X-Japan karena ternyata sudah ada band di Amerika yang memakai nama X.

Taiji membetot bass untuk X sejak tahun 1985. Sempat keluar dan membentuk band lain, Taiji kembali menjadi bassist untuk X pada tahun 1986. Ia bertahan selama 3 album pertama: Vanishing Vision, Blue Blood, dan Jealousy.

Vanishing Vision menjadi tonggak penting bagi X dan Taiji. Album perdana X ini terjual hingga 800.000 kopi. Di album ini ada beberapa track, seperti Kurenai dan Unfinished, yang lantas direkam lagi pada Blue Blood, album kedua yang merupakan album tersukses mereka.

Tahun 1989, X merilis Blue Blood. Di album ini lah popularitas X meroket hingga ke puncak. Ada banyak hits yang berasal dari album band yang menyebut genre musik mereka sebagai Psychedelic Violence Crime of Visual Shock itu. Sebut saja "Week End", "X", "Endless Rain", hingga "Kurenai".

Saya sendiri begitu terpesona ketika pertama kali menonton video Week End. Disana Taiji bermain bass dengan penuh gairah. Ia melompat, merentangkan kaki, mencium bassnya, hingga ikut berperan sebagai orang yang terbunuh. Pendek kata: ia mengagumkan!

Setelah merekam Jealousy, Taiji keluar dari X. Album itu rupanya bertuah membawa kecemburuan. Taiji merasa ada jenjang pendapatan yang besar antara Yoshiki (drummer dan juga mastermind X) dengan para anggota lain. Dalam buku biografinya, Taiji menulis bahwa ia dipaksa untuk keluar oleh Yoshiki. Konser terakhirnya dengan X adalah konser tiga hari berturut-turut yang kelak akan dirilis dalam bentuk DVD dengan judul On The Verge of Destruction 1992 1.7 Tokyo Dome Live. Posisinya digantikan oleh Heath hingga X bubar pada tahun 1997 dan reuni lagi pada tahun 2007.

Lalu Taiji bergabung dengan Loudness. Di band itu ia hanya merekam dua album, Loudness dan Once and For All (live). Setelah itu ia keluar dan mendirikan DTR (Dirty Trash Road). Namun karirnya tak sesukses ketika berada di X.

***
Hari Kamis (14/7), Taiji melepaskan sprei kasurnya dan membentuk lingkaran di ujung bawahnya. Mengikatnya pada tiang yang terletak di atap. Menaiki kursi, memasukkan lehernya ke lingkaran yang ia buat, lantas menendang kursinya. Ia mencoba bunuh diri. Ketika nyawanya sudah hampir minggat, percobaan bunuh diri itu diketahui oleh sipir.

Maka ia dibawa ke rumah sakit dengan kondisi yang tak sadar. Pria yang hanya merilis dua album bersama Loudnes, s/t dan Once and For All, itu dibawa ke unit perawatan intensif karena otak yang sudah tak berfungsi. Selama di ruangan itu, ia harus dibantu oleh life support system.

Tapi karena harapan yang tak kunjung berbuah manis, maka ibu dan pacar Taiji yang saat itu mendampingi, setuju akan saran dokter untuk mencabut alat bantu yang selama ini "menghidupkan" Taiji. Maka nyawa master mind Dirty Trashroad ini pun resmi melayang. Hari itu tertanggal 17 Juli 2011.

Salah seorang musisi terbaik Jepang telah meninggal. Tapi tak perlu sedu sedan itu. Karena ia memilih mati dengan caranya sendiri, yang telah lama diajarkan oleh para nenek moyangnya: harakiri. Ia menjadi orang bebas, seperti yang pernah dikatakannya: be free! Bahkan ia bisa dengan bebas memilih cara kematiannya.

Kalaupun ada yang harus ditangisi, adalah kenapa ia memutuskan keluar dari Loudness. Hal yang menyebabkan Loudness tak lagi terlalu nyaring.

Selamat jalan Taiji Sawada. Saya percaya engkau akan senang bertemu dengan Matsumoto Hideto...

Sabtu, 16 Juli 2011

Metal Band Names


klik gambar untuk melihat lebih jelas

Barusan saya dapat link menarik dari salah seorang kawan di facebook. Link itu adalah website penyimpanan data yang kontennya dapat disedot secara gratis. Ada banyak folder disana. Mulai anatomy, architecture, art, business and economics, hingga music.

Ketika saya klik folder musik, banyak file yang keluar, terutama file .jpg. Ketika mencari-cari gambar yang menarik, mata saya menumbuk file dengan nama yang menggiurkan: Metal Band Names. Langsung saja saya sedot gambar itu.

Gambar ini ternyata grafik pengelompokan nama band-band metal berdasarkan klasifikasi yang diciptakan oleh sang pembuat. Karena menarik, saya jadi ingin membahasnya dan menerangkan semua grafik ini.

Menurut sang pembuat grafik, nama band metal itu adalah sebuah lingkaran besar dengan 5 lingkaran yang lebih kecil. Nanti 5 lingkaran itu akan terpecah lagi menjadi lebih banyak lingkaran kecil. Jadi mari kita mulai dari lingkaran yang besar dulu.

Lingkaran besar dengan gambar tengkorak ini memuat 5 lingkaran lebih kecil: Deadly Things, Death, Religion, Animals, dan Badass Misspellings. Jadi nama band metal sebagian besar bertemakan 5 hal ini. Nah, 5 lingkaran kecil ini lantas dipecah menjadi lingkaran yang lebih kecil. Jadi mari kita dedah kategori yang pertama dulu: Deadly Things.

***

Deadly Things berisikan nama-nama yang memang mengerikan, sebut saja Anthrax, Napalm Death, Venom, Poison, Skid Row, Anal Apocalypse, Death From Above, Iron Maiden, Biohazard, sampai Slayer. Dari kesemua 5 lingkaran, Deadly Things ini adalah lingkaran yang paling sederhana. Ia tak punya sub-lingkaran, hanya berperan pada dua sub lingkaran (yang mana lingkaran kecil itu juga dipengaruhi oleh 4 lingkaran lain). Dua sub-lingkaran yang dipengaruhi tak langsung oleh Deadly Things adalah Medieval dan The Occult.

Medieval ini berisi nama band macam Dragon Force, The Sword, Flesh Castle, hingga Wizard. Lingkaran Medieval ini punya sub lingkaran lagi, Viking. Sub lingkaran Viking ini berisi nama band yang dipengaruhi kebudayaan para pelaut Viking, sebut saja Hellhammer, Odin's Beard, Loki, hingga Viking Crown.

Selain Medieval, sub lingkaran lain yang dipengaruhi oleh Deadly Things adalah The Occult. Sub lingkaran ini berisi nama-nama gaib (okultisme) macam Angel Witch, Burning Witch, White Zombie, hingga The Cult. Sub lingkaran Occult ini juga mempunyai sub lingkaran, General Spookines. Sub ini berisi nama-nama mengerikan macam Black Woods, Bloody Wall of Gore, Gorefest, hingga Burning Tomb.

Sampai sini ada yang bingung? Yak, saya bingung. Tapi jangan khawatir, asal dipelajari, pengklasifikasian nama band metal ini cukup mudah dimengerti kok. Jadi mari kita lanjutkan diskusi metal ini.

Setelah lingkaran Deadly Things selesai, kita berlanjut ke lingkaran kedua: Death.

***

Lingkaran ini berisi nama seperti Megadeth, Stormtroopers of Death (jenenge sangar, mbuh musike), My Dying Bride, Corpse, hingga Carcass. Mereka adalah nama yang langsung terpengaruh oleh tema kematian. Death ini juga mempunyai pengaruh tak langsung, yang disebut lingkaran Faulkner References. Lingkaran kecil Faulkner ini berisi nama seperti As I Lay Dying, The Sound and The Fury, atau Corncob Rape (uopo iki cuuk, Nggolek jeneng kok angel nemen, mangkane gak terkenal koen cuk.)

Lingkaran Death ini mempunyai 2 sub lingkaran: Metaphorical dan Pleas for Help. Metaphorical berisi nama band yang bermetafora dengan kematian, sebut saja Sepulchral Doom atau Grim Reaper. Sedang Pleas for Help ini berisi nama-nama yang seakan butuh pertolongan, seperti Sick of It All, Suicidal Tendencies, Disturbend, Paranoid, hingga Pit Anger. Nah, Pleas for Help in juga punya sub lingkaran, Adolescent Poetry, nama band yang sepertinya berasal dari petikan puisi ala anak muda. Band yang menghuni lingkaran ini adalah Cradle of Filth, System of A Down, Bless the Fall, All That Remains, hingga Thine Eyes Bleed.

Anda bingung? Tenang, anda tidak sendiri, saya juga masih bingung kok.

Oke, setelah lingkaran Death selesai, mari beralih ke tema Religion. Band metal memang seringkali disebut musik setan, tapi ada beberapa band yang berafiliasi dengan tema-tema mengenai agama. Lingkaran Religion ini akan mendedah semua.

***

Lingkaran Religion ini secara langsung mempengaruhi band-band seperti Faith No More, Ministry, Black Sabbath, Judas Priest, Cathedral, Shotgun Messiah, hingga Black Mass. Kesemua itu adalah nama band yang berkaitan dengan agama. Dengan unsur Priest, Cathedral, atau Messiah, memang tak bisa dipungkiri kalau ada unsur agama dalam nama mereka, terlepas dari bagaimana konten musiknya. Lain kali saya mau bikin band dengan nama Pak Kyai Rock N Roll. Walau saya sudah didului sinetron Pesantren Rock N Roll.

Nah, nama-nama band yang dipengaruhi langsung oleh unsur religi itu ternyata mempunyai sub lingkaran yang disebut dengan Angels. Contoh band yang mempunyai nama dengan imbuhan Angel adalah: Morbid Angel, Death Angel, Dark Angel, dan Angel Queef. Indonesia sebenarnya juga punya pesohor dengan nama Angel: Angelia Sondakh. Halah!

Oke, mari lanjut ke sub lingkaran yang dipengaruhi oleh tema religi. Secara khusus, ada dua sub lingkaran dari tema religi ini: Biblical dan Satanic.

Biblical alias kitab suci ini berpengaruh pada nama band yang unsur namanya diambil dari pati kitab suci, contohnya: Lamb of God, Exodus, Testament, Babylon, Leaky Stigmata, hingga Sodom. Nah, Biblical ini ternyata masih punya sub lingkaran, yakni From The Book of Revelation (buku terakhir dari kitab Perjanjian Baru). Sub ini berisi nama band yang diinspirasi dari nama-nama yang ada di kitab itu, sebut saja Ragnarok (bukan game online itu), Armageddon (bukan filmnya si Bruce Willis), Sign of the Beast, hingga Mexican Santa.

Lalu sub lingkaran lain dari Religion adalah Satanic, musuh abadi para malaikat. Satanic ini berisi nama macam Crippled Lucifer, Satan's Loneliness (setan kok bisa merasa kesepian. Setan galau nih?), Satan's Blind Date (kalau yang ini setan gak laku), hingga Satan's Child (siapanya Last Child, band emo alay itu?). Selain ada band yang langsung mengambil unsur setan, Satanic mempunyai sub lingkaran yakni Pagan. Namanya pun khas kepercayaan Paganisme macam Baal's Balls, Wiccan Guidance, Counselor, hingga Heathen Tomb.

Selain dua sub lingkaran Biblical dan Satanic, tema Religion punya sub lingkaran tak langsung yang bernama Metal. Nama yang dipengaruhi oleh unsur Metal ini adalah Metallica, Metal Force, atau Metal Church. Sampai disini, pembahasan mengenai nama band yang mempunyai unsur Religion sudah selesai. Mari berlanjut ke bab berikutnya.

***

Lingkaran berikutnya adalah Animals. Lingkaran ini sederhana, hanya terdiri dari dua sub lingkaran: Real dan Imaginary.

Lingkaran Real berisi nama band yang terinspirasi dari hewan nyata macam Ratt, Manowar, Scorpions, Black Widow, hingga Wolfmother. Nah lingkaran Real ini mempunyai sub lingkaran: Party Animal yang hanya berisi satu contoh nama: Ozzy Andrewwk (band opo iki cuk?)

Selain Real, ada sub lingkaran Imaginary. Lingkaran ini berisi nama band yang dipengaruhi oleh imajinasi liar manusia tentang hewan yang tak pernah ada atau belum pernah mereka lihat. Lingkaran Imaginary ini berisi band macam Goat Snake, The Cancer Bats, Iron Butterfly, Whitesnake, atau White Lion. Selain nama-nama imajiner itu, lingkaran Imaginary ini mempunyai sub lingkaran: Extinct, alias hewan yang dulu pernah ada tapi sudah punah. Lingkaran ini mempunyai dua contoh band: Mastodon dan Queens of The Stone Age.

Setelah membahas tentang hewan yang sudah punah, maka selesai pula lingkaran Animals. Kita coffe break dulu selama 30 menit. Saya mau ke kantin. Mau ikut? Saya bayari semuanya... Asal tak lebih dari 1500 rupiah.

***
Oke, selamat datang kembali di diskusi History of Metal Band Names.

Lingkaran terakhir dari semua lingkaran besar ini adalah Badass Misspellings. Lingkaran ini berusaha mendedah nama-nama band yang namanya dengan sengaja disalahejakan. Lingkaran ini merupakan lingkaran yang mempunyai banyak sub lingkaran dan sub-sub lingkaran. Sepertinya para anak band itu tidak lulus pelajaran baca tulis.

Lingkaran Badass Misspellings ini langsung menembak contoh 4 band: Korn (dari corn), Led Zepellin (seharusnya Led Zeppelin), Deth (dari Death), dan Eyehategod (seharusnya Eye Hate God). Nah, nama-nama salah tulis itu punya sub lingkaran: Puns Involving "Hell", alias nama salah tulis yang mengandung unsur Hell. Sub lingkaran ini berisi nama seperti Helloween, Hellbilly, dan Hellelujah.

Oke, sekarang lanjut ke sub lingkaran dari Badass Misspellings. Ada 2 sub lingkaran langsung (Foreign Sounding dan Umlauts), dan 1 sub lingkaran tak langsung yakni Pointless Misspellings.

Mari kita menuju sub lingkarang langsung yang pertama, Foreign Sounding. Sub ini adalah lingkaran yang berisi nama band yang terdengar asing, baik hurufnya maupun artinya. Contohnya adalah Queensrÿche. Kenapa disebut misspelling? Karena nama band ini menggabungkan dua kata dari dua rumpun bahasa yang berbeda. Plus, tak ada spasi yang seharusnya ada. Foreign Sounding ini punya sub lingkaran bernama Actually Foreign, yakni band-band yang namanya asing, dan mereka memang benar-benar band dari luar Amerika atau Inggris selaku nenek moyang musik metal. Lingkaran band-band asing bernama asing ini adalah Dimmu Borgir (dari Norwegia, dan tulisan aslinya adalah Dimmuborgir), Borknagar (juga dari Norwegia), hingga Pantera (berasal dari Amerika, namun nama bandnya berasal dari bahasa Portugis, Romania, dan Italia untuk panther).

Sub lingkaran kedua dari Badass Misspellings adalah Umlauts. Apakah Umlauts itu? Umlauts itu adalah fitur di bahasa Jerman yang gunanya merubah suara atau spelling. Yang disebut umlauts adalah adanya titik dua diatas huruf, contohnya adalah ä, ö dan ü. Oh ya, saya tidak mendapatkan semua pengetahuan mengenai umlaut ini dari kursus bahasa Jerman saya, melainkan dari yang mulia Wikipedia.

Fitur bahasa ini rupanya digunakan oleh beberapa band metal. Sebut saja Motörhead, hingga Blue Öyster Cult. Tapi ada juga band yang "serakah", menggunakan dua umlaut untuk nama bandnya. Band "serakah" ini merupakan band favorit saya, Mötley Crüe. Sisi humor sang pembuat chart ini muncul ketika membuat kategori Triple Umlaut. Contoh bandnya? Phsyically Impossible, alias tidak mungkin ada, hehehe.

Lalu satu sub lingkaran tak langsung dari Badass Misspellings adalah lingkaran bernama Pointless Misspellings, alias salah eja yang tak berguna dan tak berfaedah. Sebut saja Mercyful Fate, Def Leppard, Lawnmower Deth, hingga Alcatrazz (sepertinya para punggawa band ini adalah para alay).

Dengan selesainya pembahasan mengenai para band yang salah eja nama mereka sendiri, maka berakhir pula diskusi mengenai klasifikasi nama band metal. Saya tahu kalau mungkin pengklasifikasian ini sedikit kurang komplit, tapi saya pikir grafik klasifikasi ini sudah cukup lengkap. Semoga membawa inspirasi dan membuat anda tidak menamai band anda sembarangan, seperti Asbak, Coolkhas, Masca2, atau D'Bagindas.

Shalom!

Kegembiraan Bersama Suryono

Apa yang membuat bermain musik begitu menyenangkan? Kalau anda bertanya pada saya, mungkin saya akan menjawab "cinta". Rasa cinta terhadap musik pada akhirnya akan menghasilkan semangat. Semangat itu pula yang akan membawa pada permainan bermusik yang penuh gairah. Alah, saya kok jadi melantur.

Jadi intinya, saya sudah lama sekali berhenti bermain musik dalam sebuah band. Paling pol yang sekedar gitaran, menyanyikan Soldier of Fortune atau Leaving on a Jet Plane buat Rina. Selain itu nihil. Aktivitas saya bermain musik total berhenti ketika band mate saya, Alfien, resmi lulus dari kampus dan jadi abdi negara. Setelah itu saya tak pernah bermain musik karena tidak (belum) menemukan partner yang cocok. Kecuali beberapa waktu lalu ketika saya menyanyikan medley Genjer-genjer dan Light My Fire bersama Danang. Sejak itu pula saya sudah lupa bagaimana rasanya kesenangan bermain dalam band.

Sampai tadi malam...

Saya didapuk sebagai pembetot bass di sebuah band bernama Suryono Ramonse. Dari namanya, sudah terlihat kalau punggawa band ini sedikit gila. Digawangi oleh para aktivis kesenian dari Dewan Kesenian Kampus, band ini dengan konsisten memainkan lagu dari band punk rock tingkat dewa, The Ramones. Tapi saya tak salah tulis, nama belakang band ini adalah Ramonse, bukan Ramones. Semacam plesetan yang seringkali digunakan oleh para komedian. Lalu penggabungan nama Jawa dan nama band punk rock jelas tipikal kegilaan para anak-anak seni, hehehe.

Awalnya Stanly, sang vokalis, menulis di statusnya kalau band-nya sedang membutuhkan bassist. Saya iseng menawarkan diri. Gayung bersambut, bocah labil ini lantas mengajak saya. Karena rindu bermain musik, saya pun setuju. Walaupun saya lebih terbiasa memegang gitar ketimbang bass.

Bersama Yongki si drummer dan Arif si gitaris, kami pun latihan sehari sebelum manggung. Set list kami adalah KKK Took My Baby Away, Do You Remember Rock N Roll Radio, Blitzkrieg Bop, dan She's Sensation. Meski jari sedikit sakit karena lama tak menekan fret, tapi show must go on. Sikat!

Para personil Suryono sendiri adalah anak-anak angkatan 2007 dan 2008, yang otomatis menjadikan saya sebagai personel tertua. Tapi dalam rock n roll tak ada kata tua. As long as I got rock n roll, I'm forever young .

Band ini sungguh sering mengocok perut saya, terutama tingkah polah si vokalis yang bodor. Seperti ketika latihan tadi sore. Stanly menemukan stiker di lantai, dan dia dengan girang berkata "wah, nemu cap-capan".

Cap-capan? Ini tahun 2011 kan? Saya kira diksi cap-capan itu sudah resmi punah di akhir 90-an, ternyata masih ada saja orang yang menyebut stiker dengan cap-capan, hahaha.

Setelah dua kali latihan, akhirnya tadi malam kami pun manggung di gig yang dibuat oleh anak-anak kesenian Fakultas Pertanian. Gig ini sederhana, tak ada panggung ataupun dekorasi. Tapi suasananya hangat, intim. Inilah yang menyenangkan dari gig komunitas. Semua saling kenal, semua saling mendukung, semua memberi aplaus walau penampilan tak maksimal.

Selepas pukul 7 malam, Suryono Ramonse pun dipanggil. Awalnya saya merasa tak enak. Ramalan saya benar. Stanly yang suka bercanda dan menggojlok, dengan enteng berkata "Hari ini saya membawa Pak Nuran, sang legenda musik dari Fakultas Sastra." Asu! Legenda disini bukanlah hal yang bagus. Itu adalah sebutan dari Stanly untuk para mahasiswa yang lama kuliah. Saya jelas masuk kategori legenda itu.

"Ah, saya kenal mas ini. Dia calon kakak iparnya *****. Sampeyan mas-nya Orin kan?" tanya sang MC sembari menatap saya. Orin adalah nama adik saya, dan pacarnya (yang tak saya ketahui gimana mukanya dan siapa namanya) adalah salah satu panitia acara ini. Saya merasa gig ini bertambah absurd...

Meski sedikit bermasalah dengan sound (yang membuat kami membatalkan lagu Blitzkrieg Bop), tapi saya rasa penampilan kami cukup bagus, hehehe. Dan yang paling penting dari itu semua adalah kami bermain begitu lepas dan bahagia. Menikmati semua momen. Kami tertawa ketika menyanyikan "KKK took my baby away, he took her away, away from me", seperti ikut menertawakan Joe yang menderita karena pacarnya direbut oleh rekan satu band-nya, Johnny. Juga berteriak lepas ketika bagian "We need change, we need it fast. Before rock's just part of the past", seakan ketakutan akan nasib rock n roll yang sedang berada di titik nadir.


Ah, menyenangkan sekali gig malam ini. Hey ho let's go!

Kamis, 14 Juli 2011

Absurdrenalin Whyogyakarto


Celakalah bagi kalian yang punya acara pada tanggal 23 Juli 2011. Karena pada hari itu, salah satu band terabsurd di muka bumi, The Panas Dalam, akan mengadakan konser dalam rangka merayakan hari jadi band itu yang ke 52. Tua? Iya. Benar? Belum tentu. Maka kalian harus datang dan menyaksikan sendiri karnaval kegilaan konser bertajuk Absurdrenaline Whyogyakarto ini.

Konser ini juga dimeriahkan oleh band-band sinting lain, yang kalau dilihat dari namanya saja, kita sudah tahu kalau mereka band sinting: The Produk Gagal, Beras Kencrung, Orkes Sehat Jiwa, Cinta Nada Irama, Geringm, Ganiyati, hingga Vulkano. Dari sederetan band gila itu, tak asyik kalau MC-nya normal. Maka panitia menghimbau Gepeng Kesana-Kesini, Alga The Panas Dalam, Aat Sehat, dan Rhea untuk mengatur jalannya acara. Kombinasi pas yang akan membuat anda terbahak dan ikut gila.

Ada tiga kategori tiket konser yang diadakan di Taman Budaya Yogyakarta pada pukul 19.00 ini. Lesehan seharga 10.000, VIP dibanderol 15.000, dan VVIP 20.000. Jauh lebih murah dan layak ketimbang tiket VVIP Justin Bieber atau para band-band ababil dari luar negeri itu kan? Untuk booking dan pembelian tiket, silahkan hubungi Kang Patrick (081 173 99 39) atau ke Roland (0857 297 024 05).

Jadi, yang sudah punya acara, silahkan batalkan acara anda. Yang belum punya acara, silahkan datang ke acara keren ini. Yang belum punya pacar, rajin-rajinlah memantau rubrik Biro Jodoh di Kompas dan Jawa Pos setiap hari Minggu.

Selasa, 12 Juli 2011

Tuhan Bersemayam di Pere La Chaise

2 Juli 1971. Jim Morrison sedang duduk sendirian di sebuah kafe di tengah kota Paris yang hiruk pikuk. Seorang teman yang bernama Alain Ronay baru saja meninggalkannya. Sore itu Alain mempunyai janji kencan dengan pacarnya, Agnes Varda, dan ia sudah sangat terlambat. Seharian ia menemani Jim, sang vokalis band rock paling terkenal dan paling kontroversial itu berkeliling kota Paris. Melanglang rue Tournelle, mencari film 16-mm Fritz Lang, hingga pergi ke toko boots.

Jim sedang tak beres hari itu. Alain dengan sangat jelas merasakan ketidakberesan itu. Sebermulanya adalah kesepian. Hari itu Jim sedang merasa kesepian. Sehari sebelumnya ia sedang bertengkar dengan Pamela. Sebenarnya bagi pasangan kosmik ini, pertengkaran adalah menu harian. Tapi entah kenapa hari itu Jim merasa berbeda. Karena itu ia merajuk, merayu Alain agar mau menemaninya seharian.

Selain kesepian, kondisi badan Jim sedang payah. Kemungkinan besar hal ini adalah hasil rapelan gaya hidupnya yang begajulan semenjak dulu. Siang itu peluhnya mengalir lebih deras dari biasanya. Jim kesakitan dan berusaha melawan rasa sakit itu. Kelak dokter mengatakan kalau Jim ternyata menderita hiccuplike spasm (semacam kejang otot) pada dadanya. Jim dengan susah payah berusaha bernafas. Nafasnya memburu kencang. Alain yang khawatir segera memaksa Jim untuk pergi ke rumah sakit. Tapi Jim sang kepala batu menolaknya.

Jim lantas mengajak Alain untuk menenggak bir di sebuah kafe. Disana sebenarnya Alain sudah ingin meninggalkan Jim. Ia teringat Agnes yang kemungkinan besar menahan murka. Tapi Jim merajuk, tak ingin sendirian. Ia sedang benar-benar rapuh sore itu.

"Ayolah Alain. Temani aku minum beberapa botol bir. Jangan pergi dulu, demi persahabatan kita" ujar Jim memelas.

Tapi di sana, Jim kambuh lagi. Ia tampak kesusahan bernafas. Jim berusaha bernafas, dengan mata yang tertutup karena menahan rasa sakit. Alain tiba-tiba seperti melihat sesuatu yang mengagetkan: muka Jim yang pucat seperti mayat.

Setelah nafasnya normal, Jim meminta tambahan bir. Tapi akhirnya Alain tak tahan lagi. Terbayang muka Agnes yang geram karena disuruh menunggu lama hanya karena Alain menemani seorang rock star kadaluarsa berpesta bir. Maka dengan bergegas dan bersikeras, Alain meninggalkan tempat itu. Akhirnya Jim membiarkannya. Ketika berjalan menuju stasiun, Alain menengok ke belakang, ia melihat sosok Jim yang sedang duduk di kursi. Tampak rapuh dan kesepian. Tapi sekali lagi, wajah gusar sang kekasih membuat Alain meneguhkan kaki untuk pergi.

Alain tak tahu bahwa hari itu adalah hari terakhir ia bisa bercengkarama dengan Jim Morrison.

***
3 Juli 1971. Pamela Courson terbangun di tengah malam yang dingin. Jim dan Pamela sudah rujuk kembali. Di luar angin berhembus, membuat tirai melambai-lambai di kamar yang ia tempati bersama Jim. Saat itu Pamela sadar bahwa Jim tak ada disampingnya. Ia bangun, memanggil Jim.

Tak ada jawaban.

Lalu ia pergi ke kamar mandi. Jim-nya ada disana. Menyandarkan diri di bathtub porselen dengan rambut tergerai.

Pamela mendekati Jim sembari memanggil Jim. Tapi pria yang bernama lengkap James Douglas Morrison ini tak menoleh. Pamela lantas terdiam ketika berhadapan dengan Jim. Muka pria ini sudah pucat pasi. Wajahnya bersih tanpa brewok. Wajahnya tirus, menonjolkan karakter tegas pada wajah yang kerap kali disamakan dengan wajah rupawan Alexander the Great. Bibirnya terkatup, tersenyum simpul. Matanya terbuka, menatap nanar ke depan. Pandangan yang kosong.

Jim Morrison sudah meninggal.

Pamela terduduk sendu sembari duduk bersimpuh di depan bathtub tempat terakhir Jim mengembuskan nafas. Ia terduduk cukup lama. Sebelum akhirnya "lagu A Feast of Friends" terlantun.

Do you know how pale and wanton thrillful
Comes death on a strange hour
Unannounced, unplanned for
Like a scaring over-friendly guest you've
Brought to bed
Death makes angels of us all
And gives us wings
Where we had shoulders
Smooth as raven's claws

Adegan diatas adalah peratapan akan kematian yang dramatik dan fiktif. Adegan melankolis itu ada pada film The Doors garapan Oliver Stone. Layaknya film drama, ending haruslah mencekat banyak penonton. Di film yang dicerca oleh Ray Manzarek karena banyak mengumbar kebohongan itu, digambarkan Jim Morrison meninggal dengan tersenyum dan muka bersih. Lalu Pamela menangisi kematian Jim.

Tapi yang terjadi sebenarnya sungguh berbeda.

Dalam buku Jim Morrison: Life, Death, Legend karya Stephen Davis, digambarkan suasana kematian Jim yang menimbulkan chaos. Setidaknya bagi Pamela.

Ketika Pamela bangun 3 Juli, pada hari yang tak terlampau dini, ia merasa Jim memanggilnya. Tapi ia mengira hanya bermimpi. Ketika matahari kemudian tandang, Pamela mencoba mencari Jim yang tak ada di kasurnya. Lalu gadis berambut merah ini mendatangi kamar mandi. Ruangan itu dikunci dari dalam. Lantas ia berteriak dan menggedor kamar mandi.

Karena tak kunjung berhasil membuka pintu kamar mandi, dengan panik ia menelpon Jean de Breteuil, pacar gelapnya, yang saat itu tengah tidur di ranjang bersama Marianne Faithfull. Ketika Jean bangun dan memberitahu bahwa yang menelpon adalah Pamela, Marianne merengek ingin ikut dan bertemu Jim Morrison.

"Not possible baby. Not cool right now, OK? Je t'explique later. I'm right back" larang Jean sembari tergesa.

Dalam setengah jam, Jean sudah sampai di kamar yang ditinggali oleh Jim dan Pamela. Pam yang saat itu mengenakan djellaba sutra sudah tak bisa berpikir, dan omongannya melantur. Jean dengan segera memecahkan kaca kamar mandi, membuka kenop, dan masuk ke dalam kamar mandi. Saat itulah mereka menemukan pemandangan yang mengenaskan.

Jim Morrison sudah meninggal, masih berada dalam bathub porselen. Ada darah kering yang membekas di hidung dan mulutnya. Lalu ada dua lingkaran besar berwarna ungu di dadanya (yang semakin meneguhkan hipotesa bahwa Jim meninggal karena gagal jantung atau hiccuplike spasm, bukan karena overdosis). Air di bathub sudah berwarna keruh karena darah yang terus mengucur sampai jantung Jim berhenti berdetak. Tapi Pam berkata, itulah wajah terdamai Jim Morrison yang pernah ia lihat. Kepalanya terkulai ke sebelah kiri, dan ada senyum tipis tersungging.

"He had such a serene expression, if it hadn't been for all that blood..." ujar Pam dalam suatu wawancara.

Pam lantas menelpon Bill Siddons, manajer The Doors yang saat itu sedang ada di Amerika. Keesokan harinya Bill datang dan segera mengurus sertifikat kematian, menulis nama sang jenazah dengan nama lahirnya: James Douglas Morrison: seorang penyair. Setelah semua urusan administrasi selesai, peti mati itu dibawa ke Pere La Chaise, tempat persemayaman beberapa orang terkenal macam Edith Piaf, Oscar Wilde, hingga Fredric Chopin, yang ironisnya pernah dikunjungi oleh Jim di awal kedatangannya di Paris. Jim tentu tidak bakal menyangka kalau akhirnya ia dikebumikan di tempat yang sama.

7 Juli 1971, Jim Morrison dikuburkan. Hanya ada lima orang yang menghadiri pemakaman rock star terbesar sepanjang masa itu: Pamela, Alain Ronay, Agnes Varda, Robin Wertle, dan Bill Siddons. Tak ada pendeta, tak ada doa layaknya pemakaman lain. Semua lindap dalam sepi yang bergemuruh di dalam hati masing-masing. Dengan pandangan berkaca, Pamela melaksanakan wasiat Jim yang ingin agar ada beberapa patah kata yang diucapkan ketika ia mati.

Pamela berdehem dan berucap dengan pelan. Baris terakhir dari puisi "The Celebration of the Lizard".

Now night arrives with her purple legion
Retire now to your tents and to your dreams
Tomorrow we enter the town of my birth
I want to be ready

***

24 Juni 2011. Saat itu musim panas. Semua wajah orang Paris mendadak cerah menebar senyum, walau tetap saja membuat saya jengkel karena setiap ditanya dalam bahasa Inggris, mereka menjawab dengan bahasa Perancis. Saya sedang berada di metro bernomer 3, menuju Pere La Chaise. Seorang pengamen keliling memainkan klarinet dengan merdu. Saya teringat adegan pembuka di video klip People Are Strange, dimana ada seorang tua yang memainkan klarinet sebelum ditimpali suara petikan gitar dan Jim bernyanyi liris, “people are strange, when you’re a stranger. Faces look ugly when you’re alone”.

Selepas stasiun Rue Saint Maur saya bersiap. Stasiun Pere La Chaise ada di depan. Lazimnya, wisatawan yang ingin menuju Pere La Chaise berhenti di stasiun Gambetta, lalu berjalan sebentar menuju pintu utama kompleks pepusaraan ini, menuju pusara Oscar Wilde yang terletak di divisi 89, dekat dengan pintu utama. Tapi saya pergi ke kompleks pepusaraan seluas lebih dari 48 hektar ini bukan untuk sowan ke pusara Wilde. Maka saya berhenti di stasiun Pere La Chaise, berjalan sebentar ke luar stasiun, voila, saya langsung bertatapan dengan pekuburan itu.





Setelah membeli peta seharga 2,5 euro, mulailah saya menerka dimana tepatnya divisi 6, tempat pusara Jim Morrison berada.

Setelah berjalan sesuai direksi peta selama hampir 20 menit, sampailah saya di divisi 6. Tapi pencarian saya masih belum selesai. Saya masih harus mencari pusara Jim diantara jejeran pusara-pusara tua yang berlumut. Cahaya matahari hanya mengintip malu dari rimbun pepohonan besar yang rindang. Sesekali terdengar suara kaok gagak yang berisik. Semua kombinasi itu mengingatkan saya pada film horor klasik, The Omen.

Saya berpatokan pada ingatan lama mengenai pusara Jim Morrison. Yang masih terdapat patung Jim buatan Mladen Mikulin. Ternyata saya tak bisa menemukannya. Hampir 15 menit saya mengitari divisi 6, sebelum saya menemukannya. Teronggok tersembunyi diantara makam lainnya.






Akhirnya saya melihatnya dengan mata kepala sendiri. Pusara James Douglas Morrison, vokalis yang saya idolakan semenjak saya berseragam putih biru. Mimpi untuk berkunjung ke pusara vokalis idola saya ini tak pernah saya koarkan. Hanya terucap dalam hati saja. Seusai saya kebingungan menerka cerita film The Doors ketika masih ingusan. Sekarang saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Cukup membuat bulu roma saya bergidik.

Pusara Jim Morrison tak sama dengan yang saya bayangkan. Tak ada lagi patung, tak ada lagi coretan-coretan vandal di nisannya. Pusara sang pesohor yang mengundang puluhan ribu orang tiap tahun untuk berziarah itu hanya berupa pusara kecil dan sederhana. Tak jauh beda dengan pusara di sebelahnya, malah lebih kecil. Hanya ada beberapa bunga yang ditaruh di atas pekuburannya, dan beberapa "sesajen" yang ditaruh diatas nisan. Pada nisan, tertulis kalimat berbahasa Yunani, ΚΑΤΑ ΤΟΝ ΔΑΙΜΟΝΑ ΕΑΥΤΟΥ yang secara literal dapat berarti "true to his own spirit."





Saya tak pernah lupa perasaan saya siang itu. Saya duduk bersimpuh di sebelah pusara Jim, mengusap nisannya, lalu berdoa dengan cara lain: memutar "People Are Strange" secara kontinyu. Perasaan saya aneh, susah untuk ditulis. Suasana cukup syahdu walau ada beberapa orang yang riuh, memotret, mencoretkan spidol di pohon depan pusara (karena tak bisa mencorat-coret pusara), hingga memutar lagu The Doors, sama seperti saya.

Saya sendiri merasa diberkahi. Pasalnya adalah saya bisa berfoto di sebelah pusara Jim. Berkali-kali pula. Ketika saya selesai berfoto, muncullah seorang satpam yang lantas marah-marah karena pagar pelindung pusara Jim dibuka. Ia pun mengusir orang-orang yang saat itu sedang asyik berfoto. Ternyata pusara itu dipagari untuk mencegah ulah vandalisme beberapa orang. Ulah vandalisme itu bisa berupa pencongkelan batu nisan Jim, atau corat-coret, tanah makam dikeduk, bahkan patung Jim pun dibawa kabur.



Sejak ulah vandalisme itu semakin menggila, maka pihak Pere La Chaise perlu memasang pagar dan menempatkan satpam. Setelah satpam itu datang, tak ada yang boleh berfoto di sebelah pusara itu. Beberapa orang merengek agar pagar dibuka, tapi sang satpam tak bergeming.

Betapa beruntungnya saya.

Setelah itu saya masih duduk di depan pusara. Selepas 60 menit, saya bangkit dan beranjak pergi. Baru berjalan sekitar 200 meter, ada satu rombongan keluarga dari Amerika bertanya dimana pusara Jim. Daripada saya bingung menjelaskan, saya pun mengantar mereka ke pusara itu. Sepertinya setelah ini saya bakal ditawari pekerjaan sebagai guide di Pere La Chaise.

"Kami dari Florida. Jim Morrison lahir di Florida lho" ujar sang bapak dengan bangga. Saya hanya menimpali dengan senyum.

Perkataan bapak tadi (juga beberapa fans Jim yang saya temui di Pere La Chaise) menyadarkan saya akan sesuatu. Jika kita berbicara tuhan (tuhan konvensional yang biasa disembah), maka kita berbicara ia yang bersifat mono, alias tiap agama punya tuhannya masing-masing. Tapi ketika kita berbicara "tuhan" alias figur yang dipuja layaknya tuhan, maka ia menerobos semua sekat. Baik itu ras ataupun agama.

Jim Morrison adalah salah satunya. Bahkan ketika sudah 40 tahun meninggalkan dunia, masih banyak orang yang datang ke pusaranya, masih banyak pula orang yang menyembahnya.

Dengan diiringi "People Are Strange", saya berjalan pelan meninggalkan tempat “tuhan” disemayamkan pada 3 Juli, 40 tahun yang lalu. Sore itu musim panas yang hangat. Angin bergemerisik pelan. Pere La Chaise lalu kembali sunyi seiring langkah saya yang semakin jauh…

Jumat, 01 Juli 2011

Kulbuk

Pagi ini saya kebingungan. Pasalnya, semua barang bawaan saya tidak cukup masuk di tas ransel. Saya bongkar pasang isi tas, keluarin, masukin, tapi tetap aja ada beberapa barang yang tertinggal. Entahlah, pas sedang bingung itu saya kepikiran untuk membuat kulbuk.

Apa itu kulbuk? Kulbuk itu adalah kuliah fesbuk. Saya mau menandingi kultwit yang ngetren di jagat twitter itu. Sebenarnya ini adalah ide bodoh, karena fesbuk bukanlah media mini blogging. Jadi ketimbang bikin kalimat sepotong-potong, semua bisa saya buat sekaligus di notes. Beres.

Yah, namanya juga orang lagi stress. Pikirannya cenderung suka aneh-aneh. Jadilah saya melakoni kulbuk ini.

Kulbuk pertama materinya adalah mengenai hair metal. Mengenai awal mula dan beberapa band yang berpengaruh di skena hair metal. Saya sih mencomot beberapa informasi dari berbagai situs hair metal yang sampai sekarang masih eksis. Juga ada wikipedia yang selalu siap siaga membantu.

Oh ya, dalam waktu dekat ini saya akan menjalankan proyek yang berkaitan dengan hair metal. Apa itu? Tunggu saja tanggal mainnya. Sekarang saya masih harus kembali ke dunia nyata. Memikirkan bagaimana semua barang ini masuk ke dalam tas, hahaha.

Jadi, selamat pagi semua!

Simak kulbuk disini