Senin, 28 Februari 2011

Tentang Cinta

Apa yang bisa kamu katakan tentang cinta? Apa pula yang bisa saya katakan mengenai cinta? Mungkin kalau kita bicara soal cinta, maka yang muncul adalah hal standar tentang cinta. Mengenai cinta yang menerima apa adanya, setia sampai mati, rindu bertubi-tubi, dan sakit yang menjadi adiksi.

Tapi Ugoran Prasad bukanlah manusia biasa. Dia bisa berbicara mengenai cinta dari berbagai sisi. Salah satunya adalah hilangnya sakralitas cinta. Plus, hanya kesederhanaan yang dibutuhkan dalam cinta.

Iya, dia berbicara Tentang Cinta.

Tentang Cinta adalah lagu dari Melancholic Bitch, band dimana Ugoran menjadi vokalis dan penulis liriknya. Album pertama mereka berjudul Anamnesis, berisikan 11 lagu berdaya ledak tinggi. Dengan kombinasi lirik filosofis dan permainan gitar yang mengawang-ngawang, serta suara vokal Ugoran yang berat dan khas. Cholil ERK menyebut Melbi sebagai Efek Rumah Kaca tingkat lanjut.

Sayang album pertama mereka kurang begitu terekspos oleh media. Pun, konon katanya bentuk fisik dari album ini hanyalah berupa kaset. Nihil CD (tolong koreksi jika saya salah). Baru pada album kedua, Balada Joni dan Susi, Melbi dapat perhatian luas dari para pecinta musik.

Berbicara mengenai Anamnesis, lagu favorit saya adalah Tentang Cinta. Menurut saya, lagu ini jauh berbeda dari 10 sisa lagu di Anamnesis. Lagu ini easy listening --atau radio friendly, atau apalah sebutannya--, dengan kesederhanaan aransemen, namun liriknya begitu membunuh.

Ugoran berbicara mengenai cinta yang seakan keluar dari relnya. Di bait awal, pria yang sekarang sedang melanjutkan studi di Amerika ini berbicara mengenai cinta yang sudah menjelma jadi rasa takut. Entah rasa takut apa. Bisa jadi rasa takut yang berawal dari ketidakpercayaan. Yang lalu berujung pada ketakutan seperti: apa pacar saya setia, apa pacar saya selingkuh? dan lain-lain. Lalu Ugoran berbicara mengenai cinta yang bisa membuat kita membunuh --kalau anda tidak percaya bahwa cinta bisa membuat seseorang menjadi pembunuh, silahkan baca koran-koran lampu merah--, atau cinta yang menjadi pengikat. Cinta tidak lagi menjadi sesuatu yang membebaskan.

Pada bait kedua, pria berambut ikal ini berbicara mengenai cinta yang sudah jadi barang dagangan. Ugoran berbicara pelan namun lantang "tentang cinta yang membusuk di lagu-lagu; yang “betapa ku merindukanmu”;" Iya, cinta sudah jadi barang obral yang bisa kita dapatkan dengan murah.

Lantas apa yang diperlukan oleh cinta? Hanya kesederhanaan. Kesederhanaan itu berupa sebuah jendela dan segelas soda. Dua benda itu sungguh sangat multi interpretasi. Kalian bisa menafsirkannya dengan apapun.

Saya sendiri memiliki interpretasi bahwa jendela adalah tempat kita melihat keluar ketika jenuh. Jendela ibarat sebuah eskapis dimana kita bisa bersantai sejenak, melupakan masalah, dan memandang masa depan. Bersantai bersama orang terkasih, memandang senja sembari meminum segelas soda bersama. Iya, sesederhana itu.

Baidewai, ini ada video klip Tentang Cinta yang begitu surealis. Atau jika kalian sinis, sebut saja video ini weird and non sense. Oh ya, ini juga saya beri liriknya. Silahkan berkontemplasi Tentang Cinta.

Salam :)

***

tentang cinta yang menjadi rasa takutmu;

yang mengejan dalam mimpimu;

yang sengit dan selalu menikammu;

yang setajam kebencianku padamu;

yang tlah memaksamu membunuh;

yang mengejar dan terus mengikatmu:



tentang cinta yang membusuk di lagu-lagu;

yang “betapa ku merindukanmu”;

yang dengki dan kelam membisu;

yang tak juga habis-habis, tak kan juga habis-habis.



jika saja ada jendela dan jika saja ada jendela:

kau akan mengerti dan tetap mengerti;

ku akan mengerti dan tetap mengerti.

kau akan di sini dan tetap di sini,

ku akan di sini dan tetap di sini.

jika saja ada jendela dan jika saja ada segelas soda

Sabtu, 26 Februari 2011

Yesterdays


Atas: Ki-ka: Arif, Iqbal, David, Ayik, Nuran, Pandu, Fajar, Kiki, Gilang
Bawah: Ki-ka: Sofan, Irfan, Anang, Ino, Fatoni, Bagus


...Old pictures that I'll always see
Time just fades the pages
In my book of memories

(Guns N Roses - Yesterdays )

***

Apa anda punya banyak cerita mengenai masa kecil? Kalau anda bertanya pada saya, saya akan menjawab: banyak dong.

Saya tumbuh besar di sebuah perumahan di pinggiran kota Jember. Dengan kata lain, perumahan itu terletak di desa. Iya, perumahan saya (kesannya kayak perumahan milik saya ya? hehehe ) itu diapit sawah dan kebun yang luas. Serta ada sungai yang cukup besar.

Sawah dan kebun itu biasa jadi tempat main saya dan kawan-kawan sebaya. Saya sendiri tinggal di RT 3. Kawan sebaya saya di RT 3 tidak terlalu banyak, hanya Kiki (kakak saya), David, Pandu, Fajar, Arip, Ayik, dan juga Ade. Biasanya, kalau menjelang musim panen tebu, kami gerombolan si berat biasanya membawa pisau dari dapur rumah masing-masing, pergi ke kebun tebu, lantas menggarong tebu sebanyak mungkin.

Setelah selesai merampok, kami melarikan diri menuju sungai yang terletak di daerah bawah perumahan. Biasanya kami makan tebu itu di bawah rindang pepohonan bambu. Setelah puas makan tebu, maka kami mandi di sungai. Pulang-pulang dimarahi orang tua karena tidak tidur siang.

Selepas siang juga, kami biasa melaksankan petuah men sana in corpore sano. Kami biasa bermain bola di jalanan perumahan. Biasanya permainan kami sering terhenti karena banyak kendaraan yang lewat.

Oh ya, saya biasanya berpartner dengan David. Kami berdua memang yang paling sering bertingkah tolol di antara yang lain. Kebiasaan berlaku tolol ini berlanjut sampai SMA.

Pernah suatu kali, saya menceploskan gol yang spektakuler.

Berawal dari David yang menggiring bola plastik di sisi kiri pertahanan lawan. Ia meliuk-liuk genit, lantas mengumpan lambung. Saya yang berdiri sendiri tanpa penjagaan di depan gawang lawan langsung menyambut bola itu. Saya meloncat tinggi, menyambar bola dengan sundulan.

Goool!

Kami berdua berlari seperti orang bodoh. Saat itu memang jarang ada gol lewat kepala, karena gawangnya sendiri terbuat dari sandal yang dijejer membentuk garis lurus, dan itu dianggap gawang. Kalau bola ditendang/ disundul tinggi, maka biasanya itu tidak dianggap gol. Tapi saat itu sundulan saya dianggap sebagai gol sah, hehehe.

Teman-teman saya di RT 3 sebenarnya kurang suka bermain di luar perumahan. Saya ingat, di tiap malam minggu semasa SMP sampai kelas 1 SMA, kami biasanya nongkrong di dalam angkot milik tetangga. Kami ngerumpi macam ibu rumah tangga saja. Kami ngobrol apa saja. Mulai dari video porno, tante girang di perumahan kami, hingga sepak bola. Saat itu tak ada dari kami yang tertarik pacaran, entah kenapa.

Karena tak pernah main di luar perumahan itu lah saya bersikeras mengajak mereka untuk kemping pas awal saya masuk SMA. Setelah melakukan rundingan yang alot, akhirnya mereka mau. Tempatnya di Pasir Putih Situbondo. Dengan membawa tenda dan peralatan sederhana, kami naik kereta api Jember- Panarukan. Tiketnya hanya 2500 rupiah saja. Lama perjalanan 5-6 jam. Berangkat jam 7, sampe jam 12. Kalau apes ya jam 1. Teman perjalanan kami selain manusia adalah ayam, kambing, karung petai, hingga sepeda. Perjalanannya sungguh menyenangkan. Kami tak jadi membuat tenda, jadinya malah tidur di terpal di pantai.

Saya ingat, David yang sepertinya menyesal ikut perjalanan ini. Dia memang tak biasa hidup menggelandang, hehehe. Karena trayek ini tidak menghasilkan keuntungan, akhirnya PJKA menghentikan trayek Jember- Panarukan.

Selain menggarong tebu, mandi di sungai, kemping, mancing, atau ngerumpi layaknya ibu rumah tangga, ada satu kejadian lucu yang paling saya ingat.

Kejadiannya terjadi pas saya kelas 1 SMP.

Pandu yang bersekolah di SMP favorit bilang kalau dia punya VCD porno. Ah brengsek, saya yang bersekolah di SMP para anak nakal kalah dalam hal mendapatkan VCD porno. Saat itu, tak ada dari kami yang pernah nonton VCD porno. Setelah melakukan konsolidasi, jadilah saya, Pandu, Fajar, dan juga Ade sepakat untuk kumpul di rumah Pandu sebelum Jumatan mulai. Saat itu rumah Pandu kebetulan sedang kosong.

Saya ingat betul bagaimana mimik muka Pandu yang tersenyum licik ketika datang. Mungkin dia berpikir "Ah kalian anak kecil, penasaran banget sih. Nih aku sudah dewasa, sudah megang VCD porno."

Akhirnya saat yang dinantikan tiba. Kami penasaran betul bagaimana bentuk wanita telanjang. Ah, dasar remaja puber!

Film porno itu berjudul Tomb Raider X. Sebelum Naughty America atau Bang Bros populer, judul film yang ditambahi X sangat populer. Sebut saja yang paling legendaris Tarzan X, Aladin X, hingga yang kami pegang sekarang ini.

Menonton video porno untuk pertama kalinya sungguh sangat lucu. Campuran antara deg-degan, senang, hingga horny. Semua bercampur jadi satu. Si adik berontak tak karuan. Tak ada dari kami yang tidak konsen ke layar kaca. Sampai...

"Allahu akbar allahu akbar..."

terdengar suara iqomah dari masjid di dekat perumahan kami. Kami baru ingat kalau sekarang Jumat, dan sudah waktunya Jumatan. Kami semua semburat, pontang panting, kalang kabut. Berlari menuju masjid sembari tangan kiri memegang "si adik" yang membesar, hahahaha. Betapa kocak masa itu.

Ketika Pandu dan David duduk di kelas 3 SMA, kami mulai jarang berkumpul. Mereka berdua kakak tingkat saya, Fajar, dan Kiki. Sedang yang lainnya adik tingkat kami. David dan Pandu belajar untuk UAN. Saya sibuk dengan kegiatan outdoor. Sedang yang lainnya punya kesibukan masing-masing. Kami semua jarang berkumpul.

Tahun 2004, setelah lulus SMA, David masuk Fakultas Ekonomi UNEJ, Pandu masuk STAN. Setahun berikutnya, saya, Fajar, dan Kiki lulus SMA. Saya masuk Fakultas Sastra UNEJ, Fajar di Tekhnik Lingkungan ITS, dan Kiki di Fakultas Ilmu dan Kepelatihan Olah Raga Unesa. Arip masuk Fakultas Kedokteran di salah satu Universitas Swasta di Bandung, Ayik pindah ke Madura, Ade kuliah di Malang.

Lulus kuliah, David bekerja jadi PNS di Situbondo. Lalu Pandu selepas dari STAN menjadi PNS di Departemen Keuangan di Jakarta sana. Tahun 2010 David nikah. Sedang kami semua masih belum ada yang punya keinginan untuk berkeluarga.

Kami semua jarang berkumpul. Tapi setiap ada acara yang mengharuskan kami ada di rumah masing-masing, kami biasanya menyempatkan diri untuk saling berkumpul. Ngerumpi ala ibu rumah tangga, mengenang masa lalu yang lucu dan menyenangkan, dan sesekali membicarakan masa depan.

Ah rindunya dengan mereka...

Jumat, 25 Februari 2011

The Fighter (Bukan Spoiler )


Sebut saya katrok, tapi saya baru lihat The Fighter kemarin malam. Film itu sebenarnya sudah saya simpan lama. Semenjak saya ngopi banyak film di rumah Quddus, salah seorang teman yang menggilai film. Tapi beberapa kesibukan membuat saya melupakan adanya film ini di hard disk saya.

Saya baru ingat dan langsung menonton film ini ketika kemarin membaca salah satu ramalan mengenai pemenang perhelatan Oscar. Sekedar info, film ini masuk dalam 7 nominasi Oscar, termasuk Best Picture, Best Director, dan Best Supporting Actor untuk Christian Bale. Disana disebutkan Bale sangat berpeluang untuk menjadi pemenang karena sepanjang sejarah Oscar, para dewan juri biasanya terkesan dengan aktor/aktris yang rela "menderita" untuk peran.

Dan bagi saya, Bale sungguh sangat menderita untuk memainkan peran sebagai Dicky Eklund, seorang mantan petinju legendaris yang dijuluki Pride of Lowell. Kehebatannya mencapai puncaknya ketika ia merobohkan Sugar Ray Leonard. Sayang, setelah kejayaannya itu, Dicky menjadi pecandu heroin. Tubuhnya kurus, rambutnya rontok, dan giginya menjadi ompong. Bagi yang sudah terbiasa melihat Bale dalam balutan kostum Batman yang gagah, bersiaplah terkesima melihat betapa kurus dan menyedihkannya Bale dalam film ini.

Tapi Bale bukanlah aktor utama dalam film ini, dia hanya sebagai aktor pendukung. Karena itu ia masuk ke dalam nominasi Best Supporting Actor. Namun kehadirannya dalam film ini mampu menyerobot perhatian penonton, mengalahkan pesona sang pemeran utama. Sama seperti kasus Heath Ledger yang berakting brilian sebagai Joker dalam film Batman --yang jadi lucu, karena disana Bale menjadi pemeran utama sebagai Bruce Wayne, dan dia kalah tenar oleh Joker.

Mark Wahlberg memainkan peran utama sebagai Micky "Irish" Ward, seorang petinju kelas welter. Dia dimanajeri oleh ibunya sendiri, Alice Ward (Mellisa Leo), dan dilatih oleh sang kakak kebanggaan keluarga, Dicky.

Dicky sendiri seperti menderita post power syndrome. Keberhasilannya merobohkan Sugar Ray Leonard selalu diucapkan berulang kali. Dia selalu merasa bahwa dirinya masih bisa bertinju. Bahkan kru HBO membuat film tentang dirinya yang akan comeback untuk bertarung lagi. Padahal, kru HBO membuat film tentang bahaya narkoba, dan Dicky jadi salah satu korban bahayanya narkoba.

Micky menghadapi masalah ketika dilatih oleh Dicky. Sang kakak yang sudah menjadi pecandu heroin bukanlah sosok pelatih ideal bagi petinju yang ingin maju. Selain selalu telat melatih, Dicky dan sang ibu selalu salah dalam memilih lawan tanding bagi Micky.

Salah satu adegan yang bikin saya ngakak --meski ini bukan film komedi-- adalah ketika Micky harus melawan musuh yang memiliki berat badan jauh diatasnya. Awalnya sang promotor meyakinkan Micky bahwa sang lawan bukanlah lawan yang berat, dan akan mudah dijatuhkan. Micky yang tahu berat badan sang lawan sedikit enggan melawannya. Namun sang kakak meyakinkannya.

Tapi ketika di ring, musuh yang dihadapinya sangat besar. Plus sangar.

"Holy shit" maki Micky ketika melihat lawannya.

"Yeah, holy shit" timpal sang kakak. Sungguh kocak.

Meskipun akting Bale sangat bagus, pun chemistry adik-kakak antara Wahlberg dan Bale juga ciamik, namun sebenarnya cerita film ini standar ala film olahraga Hollywood. Ada sedikit konflik, pertempuran dengan konflik, dan berakhir bahagia.

Akting para pemainnya lah yang membuat film ini jadi keren dan layak masuk Oscar. Mark Wahlberg memainkan perannya dengan standar sebagai petinju medioker yang harus merangkak dari petinju batu loncatan (petinju yang dipilih karena dianggap mudah dikalahkan dan bisa menaikkan peringkat) hingga mencapai mimpinya sendiri dan lepas dari bayang-bayang sang kakak.

Iya, peran Mark Wahlberg standar saja sebenarnya. Sama seperti aktingnya di Four Brother, Shooter, atau di Italian Job. Aktingnya masih belum mencapai tahap brilian seperti di Boogie Nights atau di The Departed. Bagus tapi tidak sebrilian Bale.

Meskipun film ini sepertinya akan susah memenangkan Best Picture, tapi saya menjagokan Bale merebut Best Supporting Actor :D

Bagaimana dengan anda?

Kamis, 24 Februari 2011

Bratwurst ala Goethe Institute Jakarta

Suka makan sosis? Kalau anda maniak sosis, pasti pernah denger yang namanya Bratwurst? Brat --begitu saya memanggilnya-- adalah sosis khas Jerman yang biasanya terbuat dari daging sapi, atau bahkan babi. Konon katanya, cara masak brat di Jerman sono adalah dengan dipanggang, atau digoreng dengan bir.

Syahdan, daerah asal Bratwurst adalah Franconia. Beberapa dokumen kuno mengatakan bahwa makanan ini pertama kali dibuat pada tahun 1313. Bahkan hingga sekarang, di kota tersebut masih ada pembuat sosis tradisional Jerman ini.

Sama seperti Indonesia yang memiliki berbagai variasi masakan antar daerah --contoh: soto Banjar, soto Madura, Soto Betawi, dll--, Brat juga bisa berbeda di tiap daerah. Di daerah Franconia --daerah asal brat-- misalnya, brat biasa disajikan dengan brotchen, alias roti yang terbuat dari tepung gandum, dan dimakan bersama mustard pedas. Di daerah lain, brat disajikan dengan cara yang berbeda. Baik dari cara penyajiannya, hingga menu pelengkap brat.

Franconia sendiri memiliki berbagai variasi bratwurst, antara lain Frankische Bratwurst. Brat ala Frankische ini panjangnya antara 10 hingga 20 cm. Biasa disajikan dengan salad kentang, tapi tanpa mustard.

Lalu ada Coburger Bratwurst. Syahdan, daerah asal brat ini ada di kota Coburg, Franconia. Panjang minimalnya adalah 25 cm. Apa punya kalian sepanjang itu? Hoo, segitu mah standar punya orang Eropa, hihihi.

Nurnberger Rostbratwurst adalah brat dari kota Nuremberg, kota terbesar di Franconia. Yang mengejutkan, panjangnya hanya berkisar antar 7 hingga 9 cm, bandingkan dengan Coburger. Tapi konon, brat jenis ini adalah brat yang paling populer di Jerman.

Selain variasi yang sudah saya sebutkan tadi, masih ada berbagai variasi lain, seperti Thuringer Rostbratwurst, brat pedas yang asalnya dari Thuringia. Lalu ada Rote Wurst, brat dari daerah Swabian. Dan sepertinya masih banyak lagi variasi lainnya.

Beberapa waktu lalu, saya pergi ke Jakarta untuk menghadiri sebuah acara di Goethe Institute. Pada saat saya menghadiri acara itu, hujan turun dengan deras. Kombinasi antara hujan dan kedinginan menghasilkan satu reaksi: lapar.

Pergilah saya ke kantin. Ternyata, selain menyajikan makanan Indonesia, kantin di Goethe juga menyajikan makanan ala Jerman. Yap, saya melihat tumpukan bratwurst yang panjang, besar, menggoda, dan pastinya nikmat --deskripsi saya ini tidak mesum kan?


Brat ala Goethe Institute ini panjangnya sekitar 10 hingga 15 cm, dengan irisan-irisan merekah yang membuat bentuknya tampak elok. Aroma dagingnya tercium kuat. Sepertinya enak. Tapi sayang seribu sayang, harganya mahal. Satu buah brat dihargai 15 ribu rupiah. Sebenarnya tidak mahal-mahal amat. Tapi ketika ada lauk sambal goreng tempe yang harganya cuma 3 ribu rupiah, maka ketimpangan harganya akan terlihat jelas, hehehe.

Mungkin lain kali saya akan memakanmu brat.

Suatu saat nanti...

Rabu, 23 Februari 2011

Gondrong

And who's to care if I grow my hair to the sky?
I'll take a wish and a prayer
Cross my fingers 'cause I always get by

(Tom Keiffer dalam Gypsy Road )

Salah satu alasan utama saya keluar rumah selama beberapa tahun adalah: ingin gondrong.

Terdengar konyol dan tidak masuk akal. Tapi menjadi gondrong adalah salah satu impian saya selain menjadi rocker --yang saat ini sudah saya pendam dalam-dalam.

Obsesi saya untuk gondrong dimulai ketika mengenal hair metal. Bagi saya, para hair rocker itu adalah tipikal manusia terkeren sejagat raya. Keinginan saya untuk gondrong semakin bertambah kuat ketika mendapatkan sebuah poster lama Sebastian Bach, vokalis Skid Row yang mukanya mirip saya. Keinginan untuk gondrong makin menguat ketika membuka album foto lama milik ayah saya. Beliau tampak gagah dengan rambut gondrongnya. Kalau beliau bisa gagah dengan rambut gondrongnya, kenapa saya tidak bisa?


Ini poster lama Sebastian Bach yang udah nempel di lemari saya semenjak SMP. Mukanya mirip saya kan?

Tapi sayang, keinginan untuk gondrong terbentur oleh norma dan himbauan. Pas saya sekolah, mana boleh ada murid gondrong. Saya yang mencoba sok jadi pemberontak, berakhir dengan rambut dipitak beberapa kali.

Pas duduk di bangku kuliah, keinginan saya untuk gondrong mendapat lampu hijau, karena mahasiswa boleh gondrong. Asal tetep bayar SPP dan sumbangan, rektornya mana perduli mahasiswanya gondrong atau gundul. Tapi sayang, lampu hijau terlalu cepat berganti ke lampu merah lagi.

Kali ini lampu merahnya berwujud perempuan paling penting dalam hidup saya: mamak. Ibu saya yang konservatif ini begitu tidak suka anaknya gondrong. Baginya, pria berambut gondrong adalah preman, buseeet.

"Kalau kamu sudah berani keluar rumah dan cari uang sendiri, kamu baru boleh ngapain aja" kata mamak suatu ketika.

Cihuy! Mamak menantang orang yang salah. Saya yang mendapat lampu kuning untuk memanjangkan rambut begitu bersemangat. Akhirnya setelah memikirkan segala sesuatunya dengan matang, saya memutuskan keluar dari rumah. Tinggal di rumah om di daerah kampus, tapi lebih sering tinggal di sekretariat Tegalboto.

Saya resmi memanjangkan rambut mulai tahun 2008. Masa paling menyusahkan adalah periode 2009, dimana rambut saya mencapai tahapan nanggung. Sudah tidak pendek, tapi belum bisa disebut gondrong. Itulah masa yang bisa membuat muka ganteng jadi jelek. Dan muka saya yang sudah jelek, terpaksa harus menerima label lebih jelek.

Akhirnya, menjelang awal 2010, rambut saya sudah bisa dibilang gondrong. Mencapai bahu, dan terus memanjang. Mamak saya selalu menjambak gemas rambut saya setiap saya mampir ke rumah. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa, dia sudah termakan omongan yang dibuatnya.

Saya begitu menikmati kegondrongan saya. Berasa jadi hair rocker. Berasa keren dan berbeda. Apalagi setiap saya mandi, rambut saya yang berombak jadi lurus karena basah. Kalau sedang lurus, rambut saya sudah mencapai punggung. Saya betah berlama-lama di cermin, memandang rambut gondrong hasil perjuangan keras semenjak dahulu kala. Puas rasanya.

Tapi rambut gondrong ini membawa banyak efek samping yang menurut saya sangat mengerikan: anak kecil jadi takut sama saya. Ugh, ini siksaan yang berat, karena saya sangat suka bermain dengan anak kecil.

Micha, anak tetangga sebelah, selalu menangis ketika melihat saya. Iya, hanya melihat. Kalau saya dekatin, dia semakin keras menangis. Dia bilang saya seperti "auo", alias Baim yang saat itu memainkan peran tarzan cilik di salah satu sinetron. Kaila, keponakan Rina yang masih kecil, juga selalu menangis kalau melihat saya. Biasanya kalau saya mau menggendong, dia selalu bilang "gendong mama Ria", atau "Mau denger mucik", supaya dia dibawa masuk dan jauh dari saya.

Dan benar kata pepatah, memang selalu ada akhir untuk segalanya. Dan akhir itu adalah tanggal 25 Desember 2010. Saat itu ayah tercinta saya meninggal. Entah kenapa, saat itu saya begitu ingin memotong rambut saya. Ayah selalu membela saya kalau mamak marah dan ngomel karena saya gondrong. Ayah selalu membesarkan hati saya agar tetap teguh memelihara mimpi untuk jadi gondrong. Ketika beliau berpulang, tiba-tiba saja saya merasa bosan berambut gondrong.

Diiringi helaan nafas, maka saya meneguhkan hati untuk memotong rambut. Ketika ambulans yang membawa jenazah ayah saya sampai dirumah, saya berhenti di depan perumahan tempat saya tinggal, lalu pergi ke tukang potong rambut langganan ayah saya.

Cekrik. Suara gunting besi itu terdengar memilukan, lebih dari yang sudah-sudah. Helai demi helai rambut saya berjatuhan, dan hari itu, di akhir bulan Desember yang mendung, saya berambut pendek lagi. Seperti yang sudah-sudah.

Tadi sore kebetulan saya pergi ngopi di kampus. Ketika mampir ke sekretnya IDEAS (Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Sastra), saya bertemu Ajeng dan Ayun. Dua kakak tingkat saya itu histeris melihat saya yang berambut pendek.

"Ahhhhhh, Nuran gak keren lagi" kata mereka. Dan muncullah sederet ungkapan kekecewaan karena melihat saya jadi rapi --dan makin ganteng, uhuuk uhuuk...

Tapi setidaknya nanti saya bisa bercerita pada anak cucu saya, kalau saya pernah punya mimpi untuk berambut gondrong.

Dan saya berhasil gondrong

***

- Beberapa waktu lalu, Rezanov, teman saya yang rocker itu datang dan menginap beberapa hari di rumah saya. Reza yang rambutnya jauh lebih gondrong itu malah dipuji oleh mamak. "Kalau Reza pantes gondrong, karena dia ganteng. Kalo kamu jelek, makanya gak pantes rambut gondrong" kata mamak saya, hahaha. Sial. Jadi alasan saya gak boleh gondrong selama ini adalah karena muka saya yang jelek dan tidak pantes gondrong, hahaha.

- Saya punya mimpi, ingin menggondrongkan rambut saya lagi ketika saya berumur 40 tahun dan sudah beruban. Sepertinya bakalan keren. Dan anak saya akan bangga bahwa bapaknya bukan bapak biasa, hehehe.

Selasa, 22 Februari 2011

Antara Sirkus Kenangan dan Rusia

Postnik Yakovlev mungkin adalah salah satu manusia dengan nasib yang paling mengenaskan sepanjang masa. Arsitek brilian ini adalah orang yang membangun Katederal Saint Basil di Rusia. Katedral yang terletak di Lapangan Merah Moskow ini adalah salah satu gedung dengan arsitektur yang menawan. Bentuknya kubahnya yang kerucut dengan warna-warni yang menggoda seperti permen dianggap sebagai perlambang Rusia yang terletak di antara benua Eropa dan Asia. Semacam percampuran dua budaya yang berbeda.

Sayangnya, Postnik hidup dalam era Ivan IV of Russia, alias Ivan si Kejam. Kenapa kejam? Ya Postnik itu salah satu buktinya. Setelah selesai membangun gedung indah itu, Ivan memerintahkan anak buahnya untuk menusuk mata Postnik hingga buta, agar ia tak bisa membangun gedung yang lebih indah dari Katedral Saint Basil.

Akhir kisah hidup yang sama sekali tak menyenangkan.

Bagi saya, Rusia seperti kotak harta karun yang berisi banyak misteri. Menyenangkan, sekaligus menegangkan. Kisah-kisah kekejaman manusianya, dari Lenin hingga Stalin, begitu membuat bulu kuduk merinding. Namun berbagai keindahan dan romantisme ala Eropa Timur begitu mengundang hasrat saya untuk menjelajah, bermain-main dan bergulung koming di Lapangan Merah. Belum lagi nama-nama suku eksotis yang membuat saya begitu ingin bertemu mereka, sebut saja Adygea, Kabardino-Balkaria, Nogai, Dagestan, Karachay-Cherkessia, higga suku Altai yang menganut kepercayaan Burkhanisme. Saya menduga nabi sekaligus rasul dari kepercayaan Burkhanisme adalah seseorang bernama Burhan, tahanan politik dari Boyolali atau Kebumen yang lari ke Uni Sovyet ketika prahara G 30 S/ PKI terjadi, hehehe.

Karena saat ini saya masih belum bisa kesana, tuhan menurunkan pengobat rindu sementara: sirkus dari Rusia :D

Saya tak pernah tahu kalau Rusia itu negara yang bisa melahirkan sirkus kelas dunia. Bagi saya, China terlalu digdaya kalau berbicara mengenai sirkus.

Berbicara soal sirkus, kapan kalian terakhir kali menonton sirkus? Masih ingatkah kalian dengan tatapan mata takjub dari penonton, histeria massa, dan tepuk tangan yang bagai koor? Saya pertama dan terakhir kali menonton sirkus itu saat duduk di bangku SD. Seingat saya, kala itu, ada sirkus dari luar kota yang menghadirkan lumba-lumba. Lalu SD kami menggalang dana secara kolektif tiap kelas, dan mendapat jatah menonton ramai-ramai, tiap kelas.

Setelah itu, saya tak pernah lagi menonton sirkus.

Hingga kemarin. Saat Rina mengajak saya nonton sirkus. Dia juga melontarkan ajakan menarik itu ke bapaknya, yang direspon dengan baik. Dan dengan segera, acara yang awalnya hanya ajakan iseng itu jadi rekreasi keluarga.

Yang paling tertarik dan bersemangat tentu saja adalah Kaila. Keponakan Rina yang masih berumur 18 bulan ini sangat bersemangat begitu tahu akan melihat sirkus, dan melihat gajah. Layaknya anak kecil yang selalu senang melihat hal baru, begitu juga Kaila.


Jam 7 malam kami pun berangkat beramai-ramai. Sangat gegap gempita, bagai mau pergi perang :D Ada 12 orang yang pergi malam itu. Saya, Rina, Bapaknya, Ibunya, dua orang kakak perempuannya, 3 orang keponakan, dan 3 orang pembantu. Sayang, selepas isya, hujan turun dengan derasnya. Sudah hukum alam kalau hujan, maka tanah akan becek. Begitu pula tanah yang harus kami injak untuk menuju venue sirkus yang terletak di tengah lapangan Rambipuji.

Begitu masuk tenda berukuran gigantis, saya seperti langsung kembali ke masa kecil. Dimana saya masih seorang bocah berumur belasan yang begitu takjub dengan segala atraksi yang ditampilkan. Belum lagi sorot lampu yang memberikan kesan megah. Ah, rasanya menyenangkan.

Sebenarnya kami datang agak terlambat malam itu. Ketika kami masuk, pertunjukan kedua sudah berlangsung. Tipikal pertunjukan kelenturan badan dan keseimbangan.

Secara keseluruhan sirkusnya kebanyakan diisi oleh pemain sirkus lokal. Setau saya cuma ada dua pasang penampil dari Rusia. Dan itu pun penampilan mereka tidak seheboh yang saya bayangkan. Applaus penonton pun sepertinya lebih banyak dan lebih heboh untuk atraksi harimau dan aksi teatrikal yang menampilkan gajah. Puncaknya adalah atraksi akrobat satu sepeda dinaiki oleh 12 orang. Iya, DUA BELAS ORANG. Gila.



Walaupun pemain sirkus dari Rusianya ternyata biasa saja, masih kalah oleh para pemain sirkus lokal, tetap saja saya senang malam itu. Mengenang masa kecil, menggendong Kaila, melihat ketakjuban dari matanya, tepuk tangan penonton yang membahana, dan tentu saja sedikit memuaskan rasa keingintahuan saya terhadap negara bernama Rusia.

Mission accomplished.

Siapa Yang “Gila”: Sebuah Percakapan Dengan Harwan Aconk Panuju dan Toni Blank

Kalau anda seorang pecinta kesenian dunia maya, pasti anda pernah mendengar nama Toni Blank Show (TBS). TBS adalah sebuah film pendek yang ditayangkan secara berseri di Facebook setiap hari Kamis jam 8 malam. Film pendek ini sepertinya adalah sebuah terobosan baru di dunia perfilman. Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada film yang ditayangkan di Facebook, apalagi film berseri. Terimakasih kepada tekhnologi modern yang membuat segalanya menjadi lebih mudah.

TBS sendiri adalah sebuah “pertunjukan” mengenai Toni, seorang penghuni panti sosial di Yogyakarta. Bagi banyak orang, Toni adalah sosok yang ideal untuk dibilang gila. Kalau berbicara ia tak nyambung. Suka menjawab ngalor ngidul. Akhirnya orang-orang berkelakar bahwa Toni itu adalah singkatan dari Waton Muni alias asal bunyi.

Tapi lebih banyak lagi orang yang tak tahu bahwa gila itu berbeda dengan schizophrenia. Term gila menurut KBBI adalah “sakit ingatan (kurang beres ingatannya); sakit jiwa (sarafnya terganggu atau pikirannya tidak normal).” Sedang Schizophrenia adalah sebuah term untuk menggambarkan “kelainan otak yang kronis, parah dan membuatnya tidak berfungsi,.”

Orang dengan schizophrenia dapat mendengar suara yang tidak didengar orang lain atau mereka dapat percaya bahwa orang lain membaca pikiran mereka, mengendalikan pikiran mereka atau berencana menyakiti mereka. Pengalaman-pengalaman ini amat mengerikan dan dapat menyebabkan ketakutan, kecanduan atau kemarahan yang ekstrim. Orang dengan schizophrenia dapat berbicara yang tidak masuk akal, dapat duduk selama berjam-jam tanpa bergerak atau banyak bicara, atau dapat terlihat baik-baik saja sampai mereka mengatakan apa yang sebenarnya mereka pikirkan.

Jadi jelas, gila dan schizophrenia adalah dua hal yang sangat berbeda. John Nash adalah seorang ahli matematika peraih nobel, dan dia bukan orang gila. Nash mengalami hal yang sama dengan deskripsi mengenai schizophrenia diatas. Ia mempunyai teman khayalan, gampang marah, seringkali ketakutan, berbicara yang tidak masuk akal, hingga dapat duduk tanpa bergerak. Itu juga yang sepertinya terjadi pada Toni.

Tak banyak orang tahu darimana asal Toni, pria yang diduga berumur sekitar 50 tahun ini. Pria dengan cambang dan berkumis lebat ini tahu-tahu datang di panti itu setelah gempa Yogya terjadi.

Hari-hari Toni berjalan seperti biasa: diberi makan, tempat tinggal, dan dianggap sebagai orang tidak waras. Tak ada yang mau mendengarkan ia berkata-kata, apalagi memperhatikannya. Tapi semua itu berubah ketika suatu hari Harwan “Aconk” Panuju, kembali ke Yogya untuk istirahat setelah mengalami kecelakaan di Jakarta –tempat kerjanya.

Aconk adalah seorang pembuat film yang sebelum hijrah ke Jakarta, sempat berguru dan berkreasi di X-Code Film (Baca Ex-Code, bukan Kali Code), sebuah production house milik Viko Amanda, yang juga seorang pembuat film yang dulu sempat tinggal di Amerika. X-Code sendiri letaknya tepat berada di sebelah panti tempat Toni tinggal.

Suatu hari Aconk nongkrong di pos satpam panti yang letaknya ada di bagian depan panti. Tiba-tiba Toni muncul. Lantas ia mengoceh seperti biasa, dan seperti biasa pula tak ada yang memperhatikannya.

Tapi orang kreatif pasti berpikir out of the box. Itulah yang terjadi pada Aconk. Setelah mengobrol sebentar dengan Toni, ternyata Aconk tahu bahwa Toni tidak gila. Buktinya ia menjawab beberapa pertanyaan Aconk dengan kalimat-kalimat yang kadang tak terduga. Cerdas! Pikir Aconk waktu itu. Saat itulah pria yang masih bujang ini punya rencana untuk membuat film pendek mengenai Toni.

Setelah dirapatkan dengan tim kreatif X-Code, maka jadilah konsep kasar film tentang Toni. Judul acara ini awalnya adalah Gado-Gado Indonesia. Namun setelah melalui diskusi yang panjang, maka Toni Blank Show diputuskan untuk menjadi nama acara ini. Blank dianggap merepresentasikan isi otak Toni yang oleh sebagian besar orang dianggap blank alias kosong. Show sendiri merujuk pada pertunjukan, maka Toni Blank Show adalah pertunjukan tunggal Toni Blank.

Voila! Kegilaan pun resmi dimulai.

Kegilaan ini patut ditujukan pada semua elemen X-Code Film. Bagaimana mungkin mereka bisa punya ide untuk memfilmkan orang yang dianggap gila? Membuat film tentang John Nash adalah hal yang wajar, karena Nash adalah seorang schizophrenia peraih nobel. Tapi untuk membuat film mengenai penderita schizophrenia yang hanya seorang penghuni panti sosial? Hampir tak ada orang yang memikirkannya. Ini adalah bentuk kegilaan pertama.

Kegilaan kedua adalah, para elemen TBS sepakat kalau TBS tidak akan dikomersilkan. Untuk biaya produksinya, TBS mengandalkan kas perusahaan dan pemasukan dari order iklan atau film yang dibuat oleh X-Code film. Sebenarnya X-Code bisa saja menjual kaus atau merchandise TBS, tapi itu tak dilakukan. Karena sejak awal komitmen mereka sudah jelas: Toni tidak untuk dieksploitasi. Kegilaan lanjutannya adalah, setiap produksi TBS, biayanya bisa mencapai 3 juta rupiah. 1 season terdiri dari 13 episode. Setiap minggu ada 1 episode. Ketika tulisan ini dibuat, TBS sudah berjalan di penghujung season 2. Jadi total episode keseluruhan adalah 26 episode. Kalikan saja 26 dengan 3 juta rupiah. Belum lagi adanya episode khusus untuk memperingati suatu peristiwa –seperti episode yang membahas Israel yang menyerang bantuan pangan dan obat-obatan buat Palestina.

Kegilaan ketiga adalah mereka menayangkan film pendek ini lewat Facebook, sebuah jejaring sosial yang tidak lazim digunakan untuk menayangkan film. Umumnya orang menayangkan film di TV, bioskop, atau melalui home cinema (keping cakram). Dalam dunia maya pun, orang lebih sering mengunggah dan menonton video atau film melalui Youtube. Kegilaan ketiga berlanjut dengan kenyataan bahwa film ini berformat serial. Tak ada yang menayangkan film serial di Facebook sebelumnya.

Kegilaan yang paling gila adalah, Toni Blank jadi seperti idola baru. Setiap perkataannya seperti petuah imam bagi para makmumnya. Setiap kata-kata yang dilontarkannya –entah itu melantur, ngawur, atau tepat sasaran—ditiru oleh para penonton TBS.

Kata-kata unik dan tidak pernah ada di kamus manapun sebelumnya macam Saparatoz, Uesbestes, Criminal in the Sky, Speed Gives You More, Papi Government, hingga Pro Love, tiba-tiba menjadi kata dan idiom baru yang populer. Mungkin kejadian ini sama ketika Mbah Surip memasyarakatkan jargon Tak Gendong atau I Love You Full.

Kalau anda melihat page Toni Blank Show di Facebook, maka anda akan melihat 5000 fans dengan bangga dan riang gembira mengucapkan kata atau kalimat yang pernah terucap oleh Toni. Akhirnya muncul pertanyaan. Siapa yang gila sebenarnya? Toni yang omongannya kadang melantur dan dianggap tidak waras? Ataukah para orang-orang yang mengikuti ucapan Toni? Anda yang memutuskan.

Adalah hal yang tidak normal ketika sebuah film diproduksi, nama sutradara dan crew tidak ikut dicantumkan. Abnormalitas itulah yang ada pada seluruh punggawa TBS. Para pegawai kreatif X-Code ini tidak bersedia mencantumkan nama mereka di TBS. Itu adalah hal aneh di masa sekarang, dimana narsisme seakan menjadi epidemi dan mewabah kemana-mana.

***
Karena itu pula, saya rela naik kereta api 12 jam menuju Yogya, mencari alamat X-Code Film, tersesat, dikejar anjing, dan segala macam cerita lainnya untuk menemui sang sutradara, Harwan Aconk Panuju serta Toni Blank secara langsung. Saya penasaran ingin mengobrol dengan 2 orang “abnormal” di kota yang memang dikenal sebagai gudangnya orang “abnormal”

Ketika saya datang, ada satu kelompok mahasiswa advertising yang sedang membuat iklan dengan Toni sebagai bintang utama. Di sela-sela kesibukannya, Aconk dan Toni menyediakan waktu untuk bercengkrama di dalam rumah merangkan kantor X-Code yang sejuk.

***
Yang punya ide pertama untuk membuat TBS ini siapa?
Aku.

Kenapa Toni yang dijadikan film?
Jadi sebenarnya pertama kali itu aku mau bikin documenter tentang perawat panti. Perawat yang merawat orang gila, memandikan orang gila.

Itu panti untuk orang sakit jiwa?
Ya macam-macam… untuk penampungan, ya orang gila, orang tua, gepeng, terus yang gila.

Bagaimana awal mula seorang Aconk bisa mempunyai ide untuk membuat TBS?
Sebetulnya aku kerja di Jakarta, waktu aku lagi kecelakaan, aku balik kesini (X-Code Film). Sebelum ke Jakarta aku juga kerja disini. Waktu aku riset, kan biasanya aku ngobrol ama satpam. Terus dia (Toni) datang dengan gaya rambut aneh. Kan potongannya aneh, dibuat mainan ama orang2 panti. Terus dia nyapa “good morning sir, what’s your name?” Aku jawab “my name is Achonk.” Aku masih gak ngeh. Trus ketika aku duduk, apa yang aku rencanakan akhirnya buyar gara-gara Toni. Terus aku tanya ke satpam siapa Toni itu.
Dia bilang “ya orang gila”. Terus rasa tertarikku semakin tinggi ketika melihat ia mondar mandir, ia kan sering disuruh beli rokok. Ia pasti nyapa “hallo sir, are you okay?”, nyapa dengan bahasa inggris. Dia ngerti bahasa Indonesia juga, cuman ya kadang-kadang gak nyambung.
Aku riset dia 3 bulan. Nanya-nanya aja, kalau Toni lewat, aku panggil, kasih rokok, trus ngobrol. (Lalu aku piker) Pemikiran orang-orang seperti mas Toni itu apa salahnya buat diceritakan?

Lalu kenapa formatnya berupa tanya jawab gitu?
Kita sering mendengar ceramah-ceramah dari petinggi macam presiden, ulama. Tapi hanya sedikit yang kita dapat. Ya itu menurutku sih. Selama aku ngobrol dengan Toni, banyak nilai yang aku dapetin. Pas ngobrol, pasti ada aja yang nyantol, yang bisa aku inget.
Muncul pertanyaan, kenapa mas Toni gak diberi pertanyaan seperti orang banyak? Trus kita lihat seperti apa jawabannya. Aku kaget ketika dia bilang “kalo koruptor jangan dibunuh orangnya, dibunuh kinerjanya.” Itu kan hebat. Disaat banyak orang, mahasiswa, menuntut koruptor dihukum mati. Sekarang yang waras siapa? Dia suka baca, dia ngomongin pentingnya membaca. Trus mas Toni bilang pemilu seperti apa (Episode 1 Season 1), DPR itu apa (Episode 5 season 2). Sekenanya dia. Tapi mengandung inti dia ngomong itu jujur. Dia selalu positif thinking terhadap apapun. Dia gak pernah toh jelek-jelekin negara. Bahkan Amerika pun gak pernah dia jelek-jelekin. Toni itu jujur. Apa yang diomongin pasti tak ada pro kontra. Kalau apa yang diomongin dia ada yang percaya, siapa yang gila? Kan itu. Kan konsep Toni Blank kan itu.
Setelah TBS dibuat, bagaimana proses penyebaran awal itu? Dan sebenarnya apa sih yang ingin ditunjukkan TBS kepada masyarakat?
Aku sebenarnya tak berani meng-upload. Isu terbesar aku nggarap TBS adalah eksploitasi orang gila. Yang terjadi disini adalah, kenapa Mas Toni ngomong banyak? Karena di panti orang tak mau ndengerin dia. Setiap Toni ngomong, mereka pasti merespon ‘ah, apa sih, orang gila,’. Kita malah menyediakan ruang bagi Toni untuk berbicara. Bahkan kata pengurus panti, kalau Toni disini (X-Code), dia gak pernah kumat. Kalau dia lama gak syuting, dia kumat, lari kesana kemari. Dan dia itu disana (di panti) ngerasa gak diperhatikan. Karena selama gak disyuting, dia merasa tertekan. Cuma mondar mandir, bawa kaleng-kaleng atau kardus bekas.

Lalu setelah TBS mulai terkenal, gimana perasaan tim kreatif TBS?
Mas Toni ini sebenarnya… kita ini takut mas Toni terkenal. Ketakutannya itu seperti ini. Akan ada isu-isu yang menerpa tim kreatif kita. Masalah eksploitasi orang gila. Pasti ada perkataan macam “wah, ini gak pake ijin.” Panti aja gak berani ngasih ijin resmi. Toni kan milik Negara. Bahkan ada beberapa clothing yang mau meng-endorse kaos dan kata Saparatoz. Tapi kita menolak, karena Toni ini bukan untuk dijual, bukan untuk dieksploitasi, bukan untuk dijual, titik.

Pasti ada tudingan pengeksploitasian Toni?
Itu pertanyaan yang sering muncul. Gak papa lah. Kalo misalnya mau ngitung, kita ngeluarin setiap produksi bisa mengeluarkan satu dua hingga tiga juta kalau diuangkan. Itu untuk rental kamera, bayar kru, editing. Besar sekali. Dan itu setiap minggu. Dan kita gak dapat apa-apa. Kita gak dapatin uang. Bahkan kalau kita misalnya bikin rada gimana (tidak bagus), mereka mencaci maki ‘wah gak bagus. Pengennya bagus terus. Tapi mereka gak sadar bahwa kita menghidupi acara ini kita bener-bener hidupin sendiri. Jadi kalau dibilang eksploitasi, eksploitasi yang mana?

Trus kenapa ditayanginnya lewat facebook?
Jadi sebetulnya begini. Facebook adalah media yang paling luas. Kedua, kita gak mungkin tayang di broadcast ya. Di broadcast ada larangan untuk menampilkan orang yang sakit jiwa. Makanya aku pillih media internet. Terus kenapa aku pilih media internet. Satu, murah. Kedua, lebih efektif. Yang ketiga, sasaran kita tetap. Jadi gini, Orang yang nonton mas Toni adalah orang yang pintar, bukan alay-alay, bukan orang bodoh, bukan orang yang gak sekolah. Sori, bukannya kasar. Tapi secara pola pikir, mereka sudah maju. Dan sasaran untuk menempatkan inspirasi di situ itu memang tepat. Terus tentang populernya, kita tidak pernah mau mencantumkan siapa yang membuat. Itu bukti kita tidak mengeksploitasi.

Hoo, hanya ada tulisan X-Code film itu ya?
Iya, kalau kita ingin mengeksploitasi, pasti aku nyantumin namaku sebagai sutradara, dan aku terkenal, dan aku akan dapatkan banyak job. Tapi kita gak mau. Kita malah dapat job di luar TBS. Orang kita bikin klip, dan kita sudah membuat film dan klip sebelum TBS. Apalagi ya? Oh ya, tentang Toni. Toni itu malah merasa menjadi manusia ketika main disini (bergaul dengan crew X-Code Film, red). (diluar) apa pernah Toni bisa nonton TV sesukanya? Apa pernah mas Toni dibikinin minum ketika dia minta? Apakah pernah mas Toni itu bergaul dengan orang-orang banyak. Disini dia merasa dimanusiakan. Disini ia merasa menjadi manusia utuh. Dia punya temen. Jadi dia gak perduli dengan terkenalnya. Yang penting dia punya teman baru. Bahkan sebagai orang yang dianggap gila, dia sekarang bisa berteman dengan mahasiswa, orang-orang broadcast.

Ungkapan from zero to hero sepertinya pas untuk Toni. Dari seorang penghuni panti, jadi selebritis mendadak. Bagaimana perasaan Toni ketika dia menjadi terkenal seperti sekarang?
Sebenarnya gak ngaruh dia punya fans apa gak. Siapapun mereka (fans-nya), gak ngaruh ke Toni. Terus ketika dibuatin facebook, lalu untuk nulis status, aku tanya “apa yang kamu pikirin Ton?” ya aku tulis. Toni gak tahu tentang fans-fansnya. Kaya’ tadi, ketika aku ngobrol soal reformasi, apa yang dia omongin, aku tulis aja. Ada yang komen “oh, jangan2 ini episode baru”. Kitanya nyantai malah. Waktu season 1 selesai, kita pikir “Ah, sudah cukup lah.” Tapi malah orang-orang yang mendesak (untuk melanjutkan TBS)


Ada orang yang kontra dengan proyek TBS?
Waktu aku coba season dua, ada yang bilang “oh fuck!”. Kan ada penanyanya, orang, detail. (TBS Season 1, formatnya adalah ada pertanyaan di layar berwarna hitam, lalu Toni menjawab. Jadi yang ditampilkan hanya Toni. Lalu di season 2, di beberapa episode awal, formatnya berganti. Ada orang yang bercengkrama dengan Toni dan memberikan pertanyaan secara langsung).
Ya maksudnya kan kalau ada orang yang nanya-nanya langsung (tidak sekedar berupa teks), kan enak. Maksudnya bisa dilihat bersosialnya mas Toni. Tapi ada yang bilang “Fuck buat penanyanya!”. Kan ada penanyanya, tim kreatif. Kan gayanya seperti itu, nanya “Ton, ini apa?”. Padahal ketika mereka (fans TBS) tidur, kita (Tim kreatif TBS) melek nggarap Toni. Kalau (sekedar untuk) suka-suka sih buat apa (susah-susah)? Tapi kita berpikir demi Toni. Bahkan ketika kita masih belum masang internet, kita bela-belain ke warnet buat upload film ini biar bisa dilihat orang banyak.

Itu kan gak pernah dipikirkan orang2. Tapi kita sepakat, ini kegilaan kita. Ini suatu karya yang luar biasa. Belum ada sih, ini mungkin ya, setahuku belum ada satupun pun proses indie, ini kan indie, bikin yang gak tau ujung pangkalnya sampe kapan. Dan gak tau biayanya dari mana. Ini kan gila.

Proses kreatif TBS selama ini seperti apa?
Aku kan kerja di Jakarta.. Disana aku kerja di PH. Fictionary Film Jakarta. Mereka (tim kreatif) bikin di Jogja. Ketika misalnya kita mulai dari start, aku email pertanyaannya. Outlinenya kadang aku bikin, aku kirim, (lalu) syuting. Lalu film kasarnya dimasukkan ke account youtube-ku. Tidak ditulis Toni Blank, nanti keluar kalo di-search. Terus aku kirim feedback, oh kurang ini kurang itu. Lalu anak-anak bikin lagi. Sampe 3 kali.

Di sela-sela kerjaan, kadang Toni bilang “lagi gak enak badan nih.” Ya kita juga gak bisa maksa kan. Tapi ya itu, ini harus tayang. Makanya biasanya anak-anak langsung telepon aku, teleponnya di-loud speaker. Aku nanya “Ton, denger papi Aconk?” Kalau dia denger, ya dimulai. “Ton, kamu lihatnya ke kamera ya.” Itu perintahku dari Jakarta. Kalau aku telepon, pasti Toni mau menjawab dan mau syuting. Itu emang seperti itu, prosesnya seperti itu. Kadang kita merasa tertekan dengan jadwal tayang itu sih.

Jadwal tayang dan tekanan kerjanya seperti apa sih?
Kamis tayang. Jumat bikin konsep, Minggu syuting sebetulnya. Jadinya Senin. Selasa udah deadline. Rabu udah ngisi grafisnya. Kamis pagi atau malam online. Ini kan suatu yang, ini mungkin ya, bukan berarti aku takabur, tapi ini belum tentu bisa dilakukan oleh orang lain.

Lalu untuk ongkos produksi gimana?
Jadi gini. Disini itu untuk menanggung ongkos produksi, ya kita misalnya dari rental alat, ya kan trus ada dari job. Jadi sebenernya yang dieksploitasi itu kami, hahaha. Jadi yang dieksploitasi oleh penonton itu kami, hahaha. Gak tau deh.

Menurut mas Aconk, penayangan di Facebook dan di Youtube itu efektif?
Sangat. Jadi aku pikir semua orang share di media paling murah, itu kan paling murah (Facebook). Kita butuh hiburan. Dari Facebook itu, kita punya teman. Dari teman ada mutual friend. Makanya aku selalu bilang kepada teman-teman (penggiat film), kalau ada video atau film, di-upload aja. Selama ini kan penggiat film terutama film indie kan masih mikir ‘wah, film itu harusnya gini’ atau ‘wah, klip itu harusnya gini.’ Jadi malah gak jadi bikin. Apapun itu yang ada gambar dan suaranya ya film. Kita cuma (harus) pintar-pintar mengemasnya aja. Mengemas supaya film itu menarik. Treatment TBS kan seperti TV program . Minggu tayang iklannya, promonya. Ada opening, konten, closing bumper.

TBS itu sebetulnya, kita sebenarnya mau protes, ini merupakan bahan protes kita terhadap media. Selama ini film-film indie kan rada terpinggirkan, tidak mendapat porsi yang besar di media besar. Tapi dengan internet, kita punya facebook, kita bisa upload video, kita upload terus, sampe orang-orang tahu dan ngeliat kita. Kita gak perlu mengundang mereka. Dan ternyata bener. Orang-orang tahu. Imam Tantowi, legenda film kita. Iqbal Rais itu adalah director film Changcuters.. Mereka mengapresiasi. Bayaran kita itu sebenarnya cuma koment. Kita menunggu-nunggu komen. ‘Komennya siapa ya?’ Bayarannya cuma itu, hahaha (tertawa).

***

Toni Blank Dahulu Kala Antara Film dan Musik:

Siapa yang menyangka, Toni yang dianggap tidak waras ternyata hafal banyak film, band, hingga nama penyanyi? Bahkan dia pun sempat menunjukkan kepada saya kalau dia bisa bernyanyi. Hebatnya, dia menyanyikan lagu Bicycle Race. Lalu kami berbincang mengenai apa saja di sore yang cerah itu. Mulai pemilu, mahasiswa, film porno, dengan tentunya diselingi beberapa omongan yang melantur kesana kemari. Berbicang dengan Toni sungguh sangat menyenangkan. Ia tidak punya tendensi apapun. Apa yang ia katakan adalah jujur adanya. Ia juga mengajarkan saya nilai-nilai sederhana yang penting, yang ironisnya justru hampir dilupakan oleh kita semua. Saya lantas jadi berpikir. Jangan-jangan kita semua adalah orang yang gila, dan Toni adalah satu-satunya orang yang waras. Karena hanya Toni yang waras, jadinya kita yang menuduh ia gila…

Mas Toni ini umur berapa sih?
42. Hehehe

Ah, gak percaya saya, hahaha. Dulu mudanya suka ngapain aja?
Suka nonton film, kayak Detektif Cilik. Commando.

Kalau Commando itu siapa yang main?
Dahulu Arnold.

Kalau Rambo?
Sylvester Stallone.

Mas Toni suka musik?
Suka.

Musik itu apa toh?
Musik itu adalah suatu emosi, luapan jiwa. Dari corak lembut. Mempunyai corak kreasi, watak seseorang yang mempunyai jiwa kepandaian atau pandai, berprestasi dalam bidang seni.

Suka musik apa aja?
Kalo Indonesia suka Mami Ita Purnamasari. Dari Surabaya Elpamas atau Power Metal. Itu kan musik rahasia anak muda. Dari awal tahun 70-80.

Dari luar negeri suka siapa?
Biasanya suka lagu kampus, pendidikan akademik, suatu keadilan. Mempunyai request, surprise, season pertama, season kedua. Berarti lirik lagu itu mempunyai komitmen seperti presiden, wakil presiden, papi mami government yang diturunkan pada anak-anaknya. Apakah saya sanggup menjalankan target soundtrack.

Tahu gak siapa vokalisnya band Rolling Stones?
Itu papi Mick Jagger

Kalau Queen?
Queen flash itu Freddy Mercury

Emang lagunya Queen itu yang seperti apa toh?
Yang gini, I want to ride my bicycle, I want to ride my bike… (lalu ia menyanyikan Bicycle Race dengan baik dan benar).

Kalo band terkenal dari Inggris itu siapa saja mas?
Itu the Beatles, papi John Lennon. Itu kalau John Lennon no sacrifice, dia disana papi yang bijak.

Mas Toni tahu Jimi Hendrix gak?
Jimi Hendrix? Ya tahu. Itu adalah professor yang menyempurnakan putra papi mami presiden Jimmy carter. Is that right? Hah?

Kalau Jim Morrison?
Ya masih saudaranya papi mami Jimmy Carter. Hanya beda jurusan saja. Satu bagian tema, satu bagian engine hanya dua pertama kali yang memodali spriit, suatu nilai saja. Dia memberi satu spirit nilai pertaama awal satu dolar. Tak kasih satu perak, tolong betulkan busiku sudah mati 7 tahu, bagaimana bisa hidup dan mempunyai pengembalian yang cukup tinggi dan tidak usah ngadat lagi. Laaah itu. Nah itu mempunyai liku-liku suatu fenomena rumit, busi sudah mati 7 tahun, tapi dihidupin Cuma satu detik

***
Antara Mas Toni, Pemilu, Korupsi, PSSI, Mahasiswa dan Kebebasan:

Mas Ton, mahasiswa itu apa sih?
Mahasiswa itu suatu, mempunyai wewenang untuk membela bangsa dan negara, dan wajib mengambil suatu nilai awal dasar dan nilai akhir dan mengembangkan dan melindungi.

Mahasiswa itu harus suka baca ya?
He’em. Berarti dia menjadi suri tauladan.

Piye mahasiswa yang tidak suka baca?
Ya berarti dia punya kebiasaan antara buka buku dan tidak buka buku. Dari cara awal dasar menilainya. Ya tapi kalau buka buku itu hanya sebagai commander. Mahasiswa yang tidak suka membaca itu berarti tidak suka menyimak. Tidak suka mengindahkan. Suka meremehkan larangan. Mereka tidak menyimak akhirnya goyang, mudah diombang ambing, dan mudah diadu domba.

Korupsi itu jelek gak mas?
Korupsi itu jelek. Korupsi itu mneyembunyikan atau mengurangi, merubah suatu nilai hakikat, harkat martabat, atau logika real, atau institusi bangsa. Mereka sebenarnya punya niat, tapi niat itu disalah gunakan.

Setuju gak kalau ada hukuman mati buat koruptor?
Ya kita punya rasa iba. Ya tetapi ya namanya kebiasaan menipu sana sini. Keputusan ada pada keluarga kita sendiri. Untuk menjernihkan suasana hati. Dengan tidak memakai suatu anarkis.

Pemilu kemaren milih gak?
Aku netral.

Golput?
Enggak. Aku punya komitmen netral. Tetapi mempunyai kayak seperti melindungi.

Nyoblos gak mas?
Nyoblos

Nyoblos siapa?
Ya itu rahasia, hehehe (tertawa keras). Tetapi yang mempunyai komitmen sama, yang mengutamakan suatu pendidikan.

Gimana pendapat mas Toni soal SBY?
Kalo SBY itu ya gitulah. Dalam suatu komitmen, di suatu KTP di Jenewa, ya kebanyakan nilai monalisa. Dia menuntut harta, hanya nilai lah. Nah sampai puyeng. Nah itu hanya sebuah permintaan, hanya meminta sebuah nilai. Nah, itu dinilai dari kinerjanya.
Pendapat mas Toni tentang demonstrasi
Demonstrasi yang mengembangkan kekerasan, saya tidak suka. Kamu harus menunjukkan apa yang kamu minta. Jadi gak perlu menunjukkan kekerasan. Panggil aja komander-nya (pemimpin demo) lalu didiskusikan dengan pak pelatih (pihak yang didemo). Daripada demo mending mencari ilmu.

Mas, menurut mas Toni soal kebebasan?
Freedom itu suatu kemerdekaan atau kemenangan mutlak terhadap kondisi yang disahkan oleh KTT, yang dikontrol oleh komitmen bersama. Freedom mempunyai cirri khas berbeda, tiap office, tiap school, harus bisa ngemong anak putune (mengasuh anak cucunya) biar dewasa dan tidak main anarkis, ya meminta itu mempunyai suatu modal, tapi disini kan sudah mempunyai tabungan. Jadi tabungan itu dikembalikan ke empunya.

United States of America itu opo toh mas?
United states itu berarti mempunyai union, human rights, yang mempunyai suatu kesamaan dalam target. Mereka suka mengembangkan atau techno. Dan techno itu ada pro dan kontra. Naaaah.

Kalau free sex?
Itu vulgar. Mempunyai kebebasan yang berlebihan. Itu kurang dikontrol.

Kalau kondom?
Kalau kondom itu mempunyai sprite, flash, atau cahaya penetral. Kondom itu pelindung. (Dalam salah satu episode TBS, Toni pernah berkata “Pakai kondom belum tentu aman. Makanya jangan jajan). Tapi itu sering disalah artikan. Kalau kondom pada jaman bung karno itu artinya penerbangan. Itu bahasa matematika hakikat penerbangan antara fly dan sky dan mars, angkasa. Angkasa itu kan berarti angkasa sama mars. Kalo fly itu kan berarti dari dasar. Ketemunya nanti kalo dikombinasikan.

Pendapat mas Toni tentang perang dan kekerasan?
Awalnya dari suatu kekerasan sehari-hari. Ia menggunakan suatu kundalini, ideologi kekerasan. Akhirnya ada kegoncangan. Kalau iman gak kuat itu kan gak lari. Mempunyai watak jelek. Tunjukkan hakikatmu sebagai anak bangsa, hakikat kebenaranmu. Kok disini kekerasan? Kok disini peperangan? Harusnya seperti disini. Ada harmoni, ramah tamah. Jadi harus bisa menghentikan perang. Kekerasan itu terbiasa tidak harmonis. Harus ada bobot, komitmen, varicosity. Mengisi, melindungi, mencarikan, jati diri. Umpamanya mempunyai personil komandan bapak atau ibu guru. Kamu harus menghidupi. Akhirnya dapat dan dikembalikan.

Pro love itu apa sih mas?
Pro love itu mempunyai suatu kesepakatan atau musyawarah cinta yang mempunyai hakikat anak bangsa atau hakikat terhadap keutuhan putra putri bangsa untuk melindungi, mengisi, menyelamatkan.

Jadi intinya?
Intinya harus dan wajib membela negara, membela cinta setulus hati, menurut kebenaran intuitif, tidak anarkis, tidak sadis, tidak menekan dengan suatu crime, tapi menekan dan mendorong dan membikin pandai.

Pendapat mas Toni tentang orang yang memaksakan kehendak dan memaksakan agama?
Wah itu mempunyai suatu intimidation, intimidasi kekerasan yang melenceng dari target. Sak enake dewe! Seenaknya diri. Aku seneng kayak gini aja. Lewat tulisan. Situ kalau mau perang ya silahkan. Sini tidak nantang perang. Kita gak punya modal untuk perang. Sedangkan kehidupan kita sendiri hanya mempunyai suatu komitmen harmonis, ramah tamah, dan tidak bisa diadu domba. Dan negaraku hanya harus mengingat dan menimbang, mengisi, serta menyelamatkan ekonominya. Kalau engkau menggunakan suatu kekerasan dan peperangan , trus modalnya untuk perang, lah dari mana nanti anak-anakku bisa untuk pendidikan? Belajar mengajar? Sedangkan kalian tidak mau mengisi hakikat bangsa yang wajib membela keluarga kita sendiri di tanah air. Mereka malah tidak membela keluarga kita sendiri. Malah menghambur-hamburkan uang, menipu, mengkhianati, memakai uang-uang saudaramu, tidak bilang, dan tidak mau mengembalikan. Mereka malah merusak. Mengadu domba.

Piala dunia 2010 diadakan dimana toh mas? (ketika wawancara ini dilakukan, piala dunia 2010 baru berjalan 2 pertandingan.)
Saya sih maunya di Indonesia. Kalau boleh, hahaha. Tapi itu kan tergantung government sini, boleh ato enggak, hehehe.

Negara jagoan mas Toni?
Kalo disini ya pakai pelatih hanya barometer. Negaraku ya Indonesia. Tapi masih harus menambah pemantapan, memenuhi target papi mami government. Jadi tidak seenaknya. Jadi harus dari sini. Harus mendapatkan nilai 98 atau lebih. Akhirnya terus mendapat 150, 200, 10 ribu akhirnya mendapatkan kavaleri. 10 ribu dapat maem roti. Ya tapi mengisi suatu APBN daerah negara. APBN apa itu… family.


Pesen mas Toni buat pembaca majalah Tegalboto?
Majalah itu mempunyai suatu hiburan tetapi target wajib harus berbobot, dengan mencerna dan membaca. Dan mempunyai aspiration, pemberitaan tangkapan seperti tangkapan tugas dan pertanyaan dan jawaban. Jadi dalam belajar mengajar dapat mempunyai kecepatan yang cerdas yang sangat nilainya sangat ditakuti oleh dunia. Sehingga pendidikan kita mempunyai pendidikan yang jempolan. Dan pendidikan kita menjadi pendidikan yang jempolan.

Sip! Saparatoz!
Saparatoz bingo! Dan tambahan, pendidikan itu harus mempunyai kejujuran. Kejujuran dalam suatu nilai. Jujur. Tapi harus mempunyai sikap mandiri, dewasa, tidak saling menjerumuskan, atau mendorong ke dalam kesalahan yang berulang-ulang. []


Minggu, 20 Februari 2011

Rusli Sang Koboi

ADD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Bisa juga disingkat dengan ADHD. Istilah yang sepertinya datang dari planet Neptunus ini adalah suatu kelainan yang biasanya terjadi pada anak usia sebelum 7 tahun. Gejalanya banyak, antara lain susah konsentrasi, kesulitan fokus terhadap satu hal, gampang bosan, hingga tak bisa berhenti berbicara. Tapi, sebagian besar penderita kelainan ini adalah anak dengan IQ diatas rata-rata. Dengan kata lain: anak yang cerdasnya tersamarkan.

Kelainan ini juga bisa terjadi dan melekat hingga anak tersebut dewasa. Panjul, seorang karib yang berkuliah di Yogya, bercerita bahwa pacarnya, Prima Encik, sepertinya menderita kelainan ini. Dia bercerita kalau Encik yang sepertinya memiliki darah Namibia ini, adalah cewek yang cerdas. Tapi dia mempunyai gejala-gejala seperti penderita ADHD itu.

Entah kenapa, kawan karib Panjul banyak yang sepertinya menderita kelainan ADHD tersebut.

Rusli salah satunya.

Saya baru kenal pria ini sekitar 2 tahun lalu. Namanya Rusli Harianto. Pria asli Madura yang tinggal di Situbondo. Badannya subur, rambut pendek rapi, tingginya standar cowok yang bekerja sebagai sekuriti. Pipinya tembem, dan kalau bercerita selalu bersemangat. Dia masih kuliah di jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta, angkatan 2005 seperti saya. Dan dia juga belum lulus.

Saya punya satu kisah lucu sang legenda hidup pers mahasiswa Jogja ini. Begitu lucunya, hingga kadang saya masih sakit perut kalau mengingat peristiwa ini.

Cerita terjadi pada satu malam yang dingin di Jogja. Saya, Dhani, Panjul, Yandri, dan Cahyo baru saja datang dari cangkrukan di salah satu warung kopi. Di tengah jalan, ada dua ekor anak kucing lucu yang mengikuti motor kami. Karena kami adalah pecinta binatang, akhirnya dua ekor kucing kecil yatim piatu itu kami bawa pulang ke kontrakannya Yandri.

Kami pun meneruskan ngobrol di kontrakan. Meskipun kami gaduh, Rusli yang tertidur pulas sama sekali tak terganggu. Kebiasaan tidur Rusli adalah bertelanjang dada, memakai sarung, tanpa daleman. Oh ya, dia juga suka ngorok, keras pula :D

Nah, menjelang subuh, Panjul ingin menyudahi percakapan dan mau balik ke kosnya. Pria Padang bernama asli Edward Kennedy SK ini memang sepertinya titisan Lucifer dalam hal iseng. Tak ada yang bisa menandinginya dalam beradu hinaan sarkas dan juga mengisengi orang.

Sebelum pulang, dia mencincing leher kucing kecil yang imut dan tak berdosa itu. Lalu dia membuka sarung yang dipakai Rusli, lantas memasukkan kucing malang itu kedalamnya. Slleeepp, sarung ditutup dengan cara diinjak dengan kakinya.

Si kucing yang kepanasan, gerah, dan asing dengan tempat barunya, merasa kebingungan karena tak ada jalan keluar. Saat itulah, ia melihat satu benda kecil nan imut yang menggantung. Dikira ikan asin, haaappp, si kucing kecil menggigit benda mungil itu.

"Wadaaaawwwww... Janccuukkkkk!!!" lolong Rusli. Anda pasti tahu benda mini apa yang digigit itu kan? Kasian kucing itu. Hebatnya, setelah terbangun karena kesakitan, Rusli bisa melanjutkan tidurnya dengan pulas.

Setelah kejadian itu, saya lumayan banyak menghabiskan waktu bersama pria yang mengaku masih jomblo ini. Antara lain pas makan kelelawar goreng di warung lesehan depan keraton Pakualaman. Rupanya Rusli mendapatkan codot (bahasa jawanya kelelawar) yang sudah agak basi. Dan herannya, dia masih saja mau memakan hewan nokturnal itu, hahaha :D


Salah satu hal lain yang saya ketahui dari pria tambun ini adalah dia orang yang cerdas. Walau tampak seperti orang yang bego, Rusli menyimpan kecerdasan yang tak sedikit angkanya. Hal itu bisa saya ketahui dari beberapa status dan puisi yang ia buat. Puisi yang ia tulis mengingatkan saya pada gaya puisi si Japi Tambayong, yang mbeling dan tidak biasa.

Ini dia contoh beberapa perkataan Rusli yang mencerminkan kalau dia adalah orang cerdas yang tersamarkan dengan ketololan:

"mendengarmu akan menikah....aku hanya ingin diam dan mencari baygon" (status facebook pada 1 Februari 2011 )

"Aku gak bisa maen zuma level 10, susah. Bisanya level 11" (kata Yoga sang sahabat karib menirukan perkataan Rusli )

"senangnya aku bisa berada di klenteng hari ini...setelah setahun penuh ahirnya aku merayakan hari ini dengan penuh hikmat dan sebuah kaleng kosong yang kubuat untuk meminta minta angpao di depan rumahmu tuhan...hehehehe" (status facebook pada 3 Februari 2011 )

"aku sudah gila....dan maaf tak bisa bayar hutang,,,,......" (status facebook pada 28 Januari 2011. Ikut berduka cita buat yang punya piutang sama Rusli, hahahaha )

Kyai Rusli Hariyanto added SARKEM to his work.
SARKEM · KETUA · Jan 2010 to present (Rusli sekarang punya pekerjaan baru sebagai Ketua Pasar Kembang )

"kerak aja harganya 15 rbu.apalagi kalau dah jadi brapa tuh harga kerak telor.parahnya lg anak2 kecil itu banyak yg jajan.teringat masa kecilku yg biasanya cman jajan cimol 500 perak.itupun ibuku kadang mengancam jangan di habisin." (status facebook pada 1 Januari 2011 )

"kondektur kereta saat ini,muda2 dan ganteng2.sayang mereka tak mau d sogok lg.berahirlah aku harus membaya 35 rbu.dan kini hanya ada aku dan uang rp 1000" (status facebook pada 30 Desember 2010 )

"Saya seorang homo yang ingin menikah dengan seorang lesbian...! (status facebook pada 27 Desember 2010)"

"biasanya saat natal tiba, aku dan keluargaku akan bahagia..apalagi ayahku. karena jika natal tiba. pantai di rumahku akan ramai dikunjungi wisatawan dan akan menghasilkan banyak uang untuk ayahku..." (status facebook pada 25 Desember 2010. Hiks, jadi kangen ayah saya)

"kelas 3 sd aku sudah harus bekerja,menjual es krim di pantai dekat rumah, menyewakan ban bekas buat berenang,jual kapal mini,menarik becak di kelas 2 smp,menjual sarung di pesantren,jual koran di kampus,jual buku,jaga konter,jual beli hp,jaga ps,sopir,surveyor di lembaga plg buruk.kemudian apakah yang akan menjadi kerjaku kelak" (status facebook pada 20 Desember 2010 )

"ketika saya suka kamu banyak hal yang saya lakukan. datang ke fitnes center untuk perbaikan badan?ke toko komputer untuk jual komputer,ke temen untuk pinjem uang,mandi biar wangi,ke rentalan mobil buat pinjem mobil.trus beli hit buat siap siap bunuh diri kalau ditolak." (status facebook pada 19 Desember 2010 )

***

Namun sama seperti kebanyakan penderita ADHD lainnya, kecerdasan itu tersembunyi di balik beberapa sifat yang sama sekali tidak melambangkan adanya kecerdasan. Begitu juga yang dialami oleh Rusli. Beberapa orang yang mengenalnya secara singkat, hanya akan mengetahui Rusli yang suka melawak, makelar handphone, suka jual besi bekas, dan selalu ngorok kalau tidur.

Setelah insiden codot basi itu, saya tak pernah ketemu dia lagi. Dia sibuk menjadi supir untuk mencari uang tambahan. Kuliahnya sementara masih terbengkalai. Tapi saya tahu ia punya keinginan untuk segera menyelesaikan kuliahnya.

Hal itu terlihat dari kaos yang dipakainya beberapa hari lalu. Saat itu ada launching buku berjudul Ruang Kota, karya teman-teman Ekspresi. Rusli datang dengan mengenakan kaos putih bertuliskan "Help Free Rusli For Wisuda." Saya yang melihatnya kontan ngakak. Kecerdasannya kali ini muncul dengan cara sedikit menyatir fenomena "koin untuk..." yang belakangan ini marak terjadi.


Kekhawatiran mengenai kuliahnya juga pernah ia terjemahkan dalam bentuk video. Klip ini menggunakan backsound "Koboi Kampus" milik band The Panas Dalam. Saya dan beberapa teman ngakak begitu lihat video ini.

Ceritanya, Rusli adalah seorang mahasiswa angkatan tua yang bingung menghadapi kepastian di kampusnya. Adik kelasnya sudah banyak yang lulus, sedangkan teman-teman baiknya sudah di DO. Dia hanya bisa meratap --sembari membawa tabung gas 3 kg kesana kemari-- dan meminta maaf pada bapak, ibu, dan calon istri yang menunggu di desa.

Hal yang sama bisa terjadi pada saya, Ayos, Maya, Cahyo, Panjul, Yoga, atau siapapun yang sudah menghabiskan waktu terlalu lama di bangku kuliah :D

Silahkan temui sang koboi kampus itu di facebooknya :D



Sabtu, 19 Februari 2011

Mereka Akan Menghijaukan Bali

Kereta Sri Tanjung yang reot serupa besi berkarat itu mengerem perlahan. Cessssss, bunyi rem mendesis. Kereta tua ini berhenti di Stasiun Gubeng, pemberhentian kereta terbesar di Surabaya.

Hari itu tanggal 18 Februari siang di hari yang mendung. Saya dan sobat saya, Putri, baru saja menyaksikan festival Grebeg Maulud di Jogja. Hari itu, Putri yang biasa naik kereta eksekutif, mau saya ajak naik kereta ekonomi. Puji tuhan, hihihi. Surabaya adalah tujuan pulang Putri.

Selepas Putri turun, beberapa menit kemudian terdengar suara teriakan. Berkali-kali.

"Mari hijaukan Bali! Mari hijaukan Bali!"

Saya menengok keluar. Puluhan orang lain juga melakukan hal yang sama. Ternyata gerombolan Bonek.

Bonek adalah akronim dari Bondho Nekat, suatu istilah yang diciptakan oleh Dahlan Iskan, taipan media pemilik Jawa Pos. Konon singkatan itu diciptakan pada tahun 1989. Saat itu Persebaya ngeluruk menuju Jakarta untuk melawan Persija.

Julukan Bonek memang sedikit banyak pantas untuk disematkan pada suporter Persebaya. Sebagian besar dari mereka hanya bermodal kenekatan saja ketika pergi ke luar kota untuk mendukung tim kecintaan mereka.

"Aku hanya bawa uang 20.000 mas" kata Halim, salah seorang bonek yang duduk di sebelah saya. Hari itu, dia dan ratusan orang lainnya naik kereta Sri Tanjung untuk pergi ke Banyuwangi. Dari Banyuwangi, mereka akan menyebrang ke Bali untuk mendukung tim Persebaya 1927 melawan Bali Devadata (21/2 ).

Apa 20.ooo cukup untuk bertahan hidup selama paling tidak 5 hari? Di kota kecil seperti Jember saja, sangat sulit untuk bertahan hidup selama 5 hari dengan nominal rupiah sekecil itu. Apalagi di daerah metropolitan seperti Bali. Tapi toh Halim dan kawan-kawannya yakin bahwa uang itu cukup untuk bertahan hidup.

Sekedar pemberitahuan bagi yang tak paham sepak bola. Saat ini Persebaya memiliki dua tim. Yang satu berlaga di Divisi Utama Liga Super Indonesia dibawah PSSI pimpinan Nurdin Fucking Halid. Yang satunya adalah Persebaya 1927 yang berlaga di Liga Premier Indonesia pimpinan konsorium Arifin Panigoro. Kebencian Bonek pada Nurdin membuat mereka mendukung tim yang berlaga di LPI.

"Yo males mas ndukung Persebaya sing nang LSI. Ben tanding gak ono sing ndelok kok." kata Halim.

Selain Halim, ada lagi Teguh dan Victor. Teguh ini masih kelas 1 SMA. Dia bolos sekolah, dan hanya membawa uang 30.000 saja. 24.000 sudah terpakai untuk membeli tiket Surabaya-Banyuwangi. Sisa 6.000 saja. Teguh memang bukan tipikal Bonek yang nekat. Ia takut diturunkan kalau tidak beli tiket, karena itu dia rela beli meski hampir sebagian besar uangnya berkurang.

"Jancuk, eruh ngono gak usah tuku tiket cuk" maki Teguh karena melihat Halim sukses naik kereta tanpa bayar. Mungkin dia sedikit kebingungan menemukan cara bagaimana bertahan hidup di Bali selama 3 atau 4 hari hanya dengan uang 6.000 rupiah.



***

"Tutup jendelone" seru seorang suporter bertampang bengis tapi komikal yang duduk di sebelah saya pada Teguh. Saya yang tertidur langsung terbangun. Teguh kesulitan menutupnya sendirian. Besi jendela berkarat, harus dipaksa agar jendela bisa menutup.

Kereta sudah sampai di daerah Sidoarjo. Basis Deltamania, suporter Deltras. Bukan rahasia kalau Deltamania sering bentrok dengan Bonek. Saya jadi memikirkan kemungkinan hujan batu seperti yang pernah dialami kereta Pasundan yang ditumpangi para Bonek hampir satu tahun lalu. Saat itu, Bonek yang baru saja bedhol desa ke Bandung dilempari batu di daerah Solo. Kerugian PJKA waktu itu nyaris mencapai 1 milyar.

Yang berseru itu saya lupa siapa namanya. Tapi melihatnya, saya seperti melihat tokoh komik di manga Jepang. Dia berwajah bengis, bertato, bertindik, tapi giginya bogang. Hanya ada beberapa belas gigi saja. Seruannya pun sangat lucu, dengan berbagai gesture yang selalu memancing tawa saya dan juga teman-temannya. Begitu kontras.

"Sing ngarep, tutup wae lawange, ben sing dodol panganan gak iso mlebu. Duite wis entek. Payah ikiiii !" serunya sekali waktu pada teman-temannya yang bergerombol sambil ketawa ketiwi di pintu depan. Saya bisa membayangkan betapa depresinya ia yang kelaparan, tak punya uang, tapi terpaksa melihat para penjual makanan seliweran di depan matanya.

"Asu, cek larange tahune ! mosok sak bungkus 2.000? Sing dodol iki nggolek bondo gawe munggah kaji koyoke" makinya ketika tahu harga tahu yang ia makan harganya --menurutnya-- mahal. Lagi-lagi makian itu malah mengundang tawa.

Dan ini yang paling lucu. "Asu koen cuk. Untumu iku lho bogang, hahaha" hinanya pada Teguh yang satu gigi bagian atasnya memang patah separuh. Bagaimana tidak mengundang tawa, orang bogang menghina bogang orang lain? Hahahaha :D

Tapi gerombolan orang memang rawan menimbulkan chaos. Anarkis--kalau sebutan media, padahal kerusuhan dan anarkisme adalah dua hal yang jauh berbeda. Apalagi kalau gerombolan orang yang beratribut Bonek, yang sampai saat ini mengecap imej sebagai gerombolan orang yang bengis dan suka rusuh.

Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, seorang penjual minuman dingin menyimpan pisau penghabisan panjang di balik bajunya. Ketika turun dari kereta, ia mengambil pisau itu, dan menyarungkannya. Pisau itu untuk apa lagi selain sebagai bentuk antisipasi adanya Bonek yang nakal dan akan merampok dagangannya?

Tak bisa dipungkiri bahwa menaiki kereta bersama bonek memang menegangkan.

***

"Woy woy, kene, kene!!" terdengar teriakan membahana di dalam gerbong. Lantas terdengar derap langkah kaki yang berlari terburu. Saya yang lagi-lagi ketiduran, kembali terbangun. Rusuh, pikir saya. Kereta sedang berhenti di stasiun Pasuruan.

Ternyata bukan rusuh, melainkan ada "saudara" mereka yang menanti di luar. Gerombolan orang itu menyebut mereka dengan sebutan Bonpas, alias Bonek Pasuruan. Para Bonpas menanti Bonek dengan aneka makanan ringan dan minuman. Kabar mengenai Bonek yang naik kereta api Sri Tanjung langsung diantisipasi oleh pihak keamanan stasiun. Tampak gerombolan polisi dan tentara berjaga. Tapi itu tak menghalangi para Bonpas untuk memasang spanduk dan memberikan makanan dan minuman untuk para Bonek.

***

Perut saya sebenarnya keroncongan. Belum diisi sejak berangkat dari Jogja, kecuali sepotong roti seharga 2.000 dan hampir satu liter air. Saya lapar, tapi saya tidak tega untuk makan sendirian. Jadinya saya tahan lapar barang beberapa jam. Toh, para bonek ini juga kelaparan. Saya masih lebih beruntung, sampai rumah pasti bisa langsung makan. Mereka masih harus memikirkan bagaimana caranya agar bisa makan untuk beberapa hari ke depan.

"Koen dadi gigolo wae nang Kuta ben iso oleh duit cuk" seru si muka komikal pada temannya. Tawa kembali membahana.

Tepat jam 7 malam, kereta merapat ke Stasiun Jember. Saya mengambil tas, dan pamitan dengan Halim dan kawan-kawan.

Sama seperti di Pasuruan, aparat pun berjaga di Stasiun Jember. Banyak para bonek yang turun dari kereta dan bernyanyi mars kebesaran para Bonek.

Kami ini Bonek Mania / kami selalu dukung Persebaya // di mana kau berada / di situ kami ada // karena kami Bonek Mania

Good luck buddy []