Kamis, 28 April 2011

Jim Morrison The Continental


Poster ini saya beli di daerah Cihampelas Bandung beberapa tahun silam, dibelikan oleh Om Ammar. Kalau gak salah harganya 15 ribu. Poster ini belum pernah saya tempel di tembok. Rencananya mau saya pigura dulu, baru saya tempel di tembok. Tapi apa daya, saya lupa terus. Jadinya sampai sekarang poster ini masih juga belum "berbaju."

Saya jarang melihat foto Jim dengan pose seperti ini. Biasanya foto Jim yang dijadikan poster adalah foto bidikan Joel Brodsky yang legendaris itu. Karena itu saya tertarik dengan poster ini. Ditengah bising suara klakson kendaraan di ruas Cihampelas, poster ini resmi jadi milik saya.

Suatu saat nanti, saya akan kunjungi pusaramu tuan raja kadal!

Senja Di Jembatan Waterloo


Senja datang di sebuah jembatan bernama Waterloo. Seorang pria bernama Terry datang menuju stasiun Waterloo. Hari itu Jum'at malam. Dan Terry setiap minggu rutin melakukannya: datang ke stasiun Waterloo lalu menemui sang kekasih, Julie. Lantas mereka berdua pergi melintasi jembatan Waterloo yang membelah sungai Thames.

Jutaan orang sibuk dan bergerak di sekitar stasiun Waterloo. Tapi mereka berdua acuh saja. Mereka tak perlu teman atau orang lain. Karena selama mereka menatap senja yang memerah di Waterloo, mereka ada di surga.

***

Manusia bisa jadi adalah mahluk hidup yang paling kompleks. Tiap manusia sepertinya punya alter ego. Saya ingat Jim Morrison yang punya beberapa alter ego: Jimbo si pemabuk dan pembuat onar, Lizard King yang magis dan menggetarkan, dan James Douglas Morrison sang penyair yang manis dan rapuh. Atau Cobain yang di satu sisi adalah rock star yang cuek dan seakan tak perduli dengan publikasi, ternyata mengakui kalau dia adalah seorang yang narsis. Serta rapuh. Dan hal yang kontradiktif itu berujung tragis: nyawanya hilang diujung peluru tajam yang menembus mulut dan menghancurkan otaknya.

Ray Davies sepertinya juga begitu. Sang rocker perfeksionis ini pernah menelurkan lagu rock garang berjudul You Really Got Me. Tipikal sebuah lagu rock teladan, penuh distorsi gitar, cara bernyanyi slengean, dan lirik yang berkobar-kobar bagai bensin yang disiram ke api unggun. Dia juga terkenal dengan tingkah lakunya yang ugal-ugalan, tipikal rocker generasi bunga gitu lah.

Tapi siapa sangka, Ray bisa menuliskan lagu semanis Waterloo Sunset.

Dirty old river, must you keep rolling
Flowing into the night
People so busy, makes me feel dizzy
Taxi light shines so bright
But I don't need no friends
As long as I gaze on Waterloo sunset
I am in paradise

Every day I look at the world from my window
But chilly, chilly is evening time
Waterloo sunset's fine

Terry meets Julie, Waterloo Station
Every Friday night
But I am so lazy, don't want to wander
I stay at home at night
But I don't feel afraid
As long as I gaze on Waterloo sunset
I am in paradise

Every day I look at the world from my window
But chilly, chilly is evening time
Waterloo sunset's fine

Millions of people swarming like flies 'round Waterloo underground
But Terry and Julie cross over the river
Where they feel safe and sound
And they don't need no friends
As long as they gaze on Waterloo sunset
They are in paradise

Waterloo sunset's fine

Waterloo Sunset bercerita mengenai sepasang kekasih --Terry dan Julie-- yang gemar menghabiskan waktu sembari melihat senja di jembatan Waterloo. Banyak orang mengira kisah ini diinspirasi oleh dua orang selebritis Inggris bernama Terence Stamp dan Julie Christie. Tapi Ray membantahnya.

"Lagu ini adalah sebuah fantasi mengenai saudara perempuanku yang pergi bersama pacarnya, pindah ke negara lain" ujar Ray dalam sebuah wawancara dengan Spinner.

Selain itu, jembatan Waterloo adalah sebuah tempat spesial bagi Ray.

"Saat itu aku masih kecil, sakit dan dirawat di rumah sakit St. Thomas. Ketika itu aku selalu melihat sungai dari jendela rumah sakit. Aku juga hampir selalu menyebrangi jembatan ini ketika berangkat kuliah. Selain itu, aku pernah melintasi sungai Thames bersama istri pertamaku, bersama membicarakan mimpi-mimpi kita. Setelah itu mantel berwarna coklat miliknya lenyap dicuri orang. Waterloo Sunset juga terinspirasi oleh saudara perempuanku. Dua karakter dalam lagu ini, Terry dan Julie, adalah hasil dari generasi saudara perempuanku yang tumbuh pada Perang Dunia ke II" kata Ray dalam sebuah wawancara dengan majalah Uncut kala 2009 silam.

Meski lagu ini terkesan rumit karena menggunakan tehnik tape-delay echo, ternyata proses rekamannya hanya 10 jam. Lagu ini termasuk salah satu lagu The Kinks yang paling menggema, selain You Really Got Me dan Destroyer tentunya.

Lagu ini sempat mencapai chart nomer dua dalam tangga lagu Melody Maker. Selain itu sebuah radio di London menempatkan lagu ini sebagai "Greatest Song About London", sedangkan majalah Time Out menempatkan lagu berdurasi 3.16 ini sebagai "Anthem of London". Majalah Rolling Stone menempatkan lagu ini di posisi 42 dalam "The 500 Greatest Songs of All Time."

Di luar sekarang matahari sedang naik, dan saya menunggunya untuk berarak turun. Berharap senja di Arjasa seindah senja di jembatan Waterloo...

Senin, 25 April 2011

14 Tahun Menghilangnya Anarki


Seorang pria berkumis lebat dan berambut gondrong berdiri dengan gemetar. Perasaannya campur aduk. Saat itu tanggal 1 Januari 1982. Pria bernama Virgiawan Listianto itu merasakan perasaan aneh ketika menjadi ayah. Antara senang, heran, bangga punya keturunan, hingga munculnya tanggung jawab untuk merawat anaknya.

Pria yang berprofesi sebagai musisi itu lantas menamakan anaknya Galang Rambu Anarki. Nama itu juga dijadikan sebuah judul lagu dalam album Opini, yang dirilis pada tahun yang sama. Lagu ini masih terdengar begitu indah dan aktual hingga sekarang. Semacam ode ayah untuk sang anak tercinta yang dibumbui oleh kritik sosial. Kadar keindahan lagu ini mungkin bisa mengalahkan Tears in Heaven-nya Mr. Slowhand.

Galang Rambu Anarki anakku
Lahir awal januari menjelang pemilu
Galang Rambu Anarki dengarlah
Terompet tahun baru menyambutmu

Galang Rambu Anarki ingatlah
Tangisan pertamamu ditandai bbm
Membumbung tinggi (melambung)

Maafkan kedua orangtuamu kalau
Tak mampu beli susu
Bbm naik tinggi
Susu tak terbeli
Orang pintar tarik subsidi
Mungkin bayi kurang gizi (anak kami)

Galang Rambu Anarki anakku
Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras, janganlah ragu
Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku

Doa kami di nadimu

Galang tumbuh menjadi anak yang cerdas. Juga tampan. Endi Aras, seorang kawan bapaknya, bercerita kalau ia sering bermain tembak-tembakan dengan Galang. Muhammad Ma'mun, karib lain bapaknya, berkisah kalau ia menciptakan sejenis imaginary friend bernama Gringgong, seorang jagoan seperti Tarzan, untuk Galang. Dan cerita itu selalu ditagih Galang ketika Ma'mun datang ke rumah bapaknya.

Waktu berjalan, Galang pun tumbuh dewasa. Meski anak seorang musisi terkenal, Galang tak pernah hura-hura. Ia hanya minta uang buat naik taksi ke sekolah saja.

"Untuk beli-beli dia nggak punya uang" ujar Iwan, panggilan akrab sang bapak.

Selayaknya remaja yang keras kepala, begitu pula Galang. Merasa memiliki bakat di bidang musik, Galang remaja memutuskan untuk berhenti sekolah dari SMP Pembangunan Jaya, sebuah sekolah swasta mahal di daerah Bintaro. Saat itu Galang masih berumur 14 tahun. Tapi dia sudah membuat rekamannya yang pertama bersama bandnya, Bunga.

Terlahir sebagai anak dari musisi terkenal ternyata tak membuat Galang serta merta bahagia. Pernah suatu kali ia kabur dari rumah. Semacam eskapis dari bayang-bayang sang bapak. Tapi dalam pelariannya, Galang merasa diawasi. Itu karena poster dan foto bapaknya ada dimana-mana. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke rumah.

Iwan yang berprofesi sebagai musisi pernah memakai narkoba. Kebiasan buruk itu ditiru Galang. Awalnya hanya rokok, lantas berlanjut ke obat. Iwan hanya bisa menghela nafas. Saat itu dia sudah insyaf dan berhenti memakai obat. Lah ini kok sekarang anak pertamanya yang gantian memakai. Tapi saat itu Galang bilang kalau ia hanya sekedar mencoba.

"Dia bukan pemakai. Dia sangat cinta pada keluarganya. Kontrol dirinya sangat kuat" terang Iwan.

Kebetulan juga saat itu Galang punya pacar bernama Inne Febrianti, seorang cewek gaul berparas rupawan yang usianya lebih tua 2 tahun dibanding Galang. Inne juga keberatan kalau Galang memakai obat-obatan. Ia mendorong Galang untuk berhenti. Dan sepertinya Galang memang berhenti memakai obat-obatan.

KAMIS malam 24 April 1997. Galang yang saat itu capai setelah latihan band, langsung pamit tidur setelah makan malam. Saat itu Rosana, sang ibu, sedang tidak enak badan.

Sekitar pukul 4.30 pagi hari, Kelly Bayu Saputra, sepupu Galang yang tinggal disana masuk ke kamar Galang. Bermaksud meminjam sisir, ia pun memanggil Galang. Tapi tak ada sahutan. Kelly lantas menghampiri Galang dan menggoyangkan badannya. Tak ada respon. Kelly kaget dan langsung mengetuk kamar Yos, panggilan akrab Rosana. Yos pun langsung bangun dan menuju kamar Galang. Saat itu badan Galang sudah dingin.

Galang meninggal dunia.

Iwan saat itu terpukul sekali. Pagi itu juga saudara-saudara berdatangan. Ma'mun masih tidak percaya kalau Galang sudah meninggal.

"Saya masih tidur, antara percaya dan tidak percaya" ujar Ma'mun.

Kepada Ma'mun lah Iwan berkesah.

"Jagain mas, jagain anak-anak mas" kata Iwan dengan lirih. Ia seperti terhantam kenyataan bahwa ia belum bisa jadi bapak yang baik. Ketika memandikan jasad Galang pun, ia kembali berujar pedih, "Galang, kamu sudah selesai, Papa yang belum... Lang, kamu sudah selsai, Papa yang belum..." Kalimat itu diujarkan berkali-kali.

Setelah pemandian jenazah selesai, muncul masalah. Iwan yang saat itu sedang emosional dan berada di titik teredah dalam hidupnya, ingin Galang dimakamkan di rumah. Ia pun menelpon Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk menanyakan bagaimana hukum agama memakamkan orang di rumah. Gus Dur yang saat itu belum jadi presiden Indonesia pun menjelaskan bahwasanya dalam aturan Islam, diperbolehkan memakamkan jenazah di rumah. Pemakaman bergantung wasiat almarhum atau keinginan keluarga. Tapi saat itu Gus Dur menjelaskan kalau di Jakarta tidak bisa memakamkan jenazah di rumah sendiri karena lahan yang terbatas.

"Di Jakarta nggak boleh... Kalau Bogor boleh." ujar Gus Dur. Entah apa alasan Gus Dur menyebut Bogor.

Akhirnya Iwan memutuskan bahwa Galang akan dimakamkan di Leuwinanggung. Jenazah Galang disemayamkan terlebih dahulu di masjid Bintaro. Sekitar 2.000 orang jemaah yang shalat di masjid itu juga ikut menyembahyangkan Galang.

Kematian Galang yang mendadak dan misterius sempat menimbulkan desas desus tidak jelas. Ada yang bilang Galang meninggal karena overdosis. Gosip itu diperkuat dengan kondisi tubuh Galang yang kurus ceking. Tapi tak pernah ada yang tahu apa penyebab kematian Galang. Tapi Yos berkata bahwa Galang meninggal karena asma. Iwan sendiri mengatakan fisik Galang agak lemah dan ia lemah di pencernaan.

Yos berkata bahwa "pemberontakan" Galang adalah bentuk protes terhadap Iwan yang terlalu sibuk hingga sedikit mengabaikan keluarganya. Yos sendiri tampak lebih tabah menghadapi meninggalnya putra pertama mereka. Sedang Iwan lebih terpukul dan menyesal.

"Sampai sekarang masih ngimpi, terutama zaman manis-manisnya ketika Galang masih kecil" ujar Iwan di suatu wawancara medio 2002 silam.

Iwan mengatakan meninggalnya Galang seperti menjadi cermin instropeksi bagi dirinya. Ia selalu berkaca pada tragedi yang memilukan itu.

"Kematian Galang membuat saya lebih menghargai fungsi bapak, fungsi suami. Kalau saya dulu bisa lebih bersahabat, jadi gurunya, jadi lawannya, mungkin akan lain ceritanya" kata Iwan. Kehilangan itu lantas dijadikan semacam bara semangat untuk dirinya dalam bermusik.

"Dia pilih musik, bahkan dia keluar sekolah. Dia mau menikah waktu itu. Dia percaya musik bisa menghidupi istrinya. Masakan saya gak berani... rasanya disini senep... apalagi kalau kenangan itu datang" kisah Iwan.

Kehilangan memang tak pernah mudah.

BUNGA adalah nama band bentukan Galang. Band yang dibentuk pada tahun 1996 ini terpengaruh oleh warna musik Stone Temple Pilots, Suede, hingga Pearl Jam. Tipikal musik alternatif yang saat itu meraja. Formasi awalnya saat itu adalah Tony, Nial, Galang, Oka, dan Eri. Single mereka yang terkenal adalah Kasih Jangan Kau Pergi, sebuah balada romantis yang penuh pengharapan. Lagu cinta sederhana dengan denting piano dan suara Tony yang serak-serak basah.

Sayang, sebelum Bunga merilis album, Galang keburu berpulang. Tapi Bunga tetap jalan terus. Album pertama mereka keluar pada tahun 1997. Bertajuk "Untukmu Galang", album ini dipersembahkan untuk almarhum Galang. Album debut ini berhasil terjual sebanyak 500.000 keping, angka yang cukup banyak untuk sebuah band baru.

Album kedua yang berjudul "Ojo Ngono" dirilis pada tahun 2000 dan berhasil terjual sebanyak 60.000 keping. Lagu Ojo Ngono, bahasa Jawa yang artinya \ Jangan Begitu, sendiri sempat masuk ke berbagai tangga lagu. Lagu dengan intro yang memorable dan lirik yang mudah diingat, berhasil membuat Bunga kembali muncul ke permukaan. Tidak lagi dianggap sebagai, "Oh, bandnya Galang Rambu Anarki, anaknya Iwan Fals itu toh." Formasi Bunga saat itu sudah berubah. Galang, Oka, dan Eri keluar. Mereka digantikan oleh Anda, Deden, dan Arthur.

Belakangan Anda jadi jauh lebih terkenal karena menjadi salah satu pengisi OST Ada Apa Dengan Cinta dan jadi cameo di film yang mengorbitkan Nicholas Saputra dan Dian Sastro itu. Tahun 2009 dia malah membuat album solo yang dipuji banyak kritikus, In Medio.

Bunga lantas merilis album ketiga bertajuk Bunga 3. Saat itu Tony sedang menjalani rehabilitasi. Tampuk vokalis lantas diserahkan pada Anda. Sayang, album Bunga 3 ini tidak begitu terdengar gaungnya.

Tahun 2008, Bunga berencana membuat album baru. Tapi hingga sekarang album itu belum juga keluar. Hanya ada beberapa single yang pengerjaannya dibantu oleh Didit Saad.

Sepertinya nasib Bunga tak sebagus Anda.

***

TADI siang seorang teman mengingatkan bahwa ulang tahun blog saya bertepatan dengan tanggal kematian Galang. 25 April. Tak butuh waktu lama bagi saya untuk membaca dan menekuni kembali tulisan Andreas Harsono mengenai Iwan Fals yang berjudul Dewa Dari Leuwinanggung. Pada tulisan sastrawi nan memukau ini, ada sebuah bagian dimana Andreas menulis mengenai Galang. Bagian itulah yang menjadi sumber tulisan ini. Saya semacam membaca tulisan itu, menambahkan imajinasi saya, lantas menuliskannya lagi. Bagian kecil di tulisan itu ternyata jauh lebih membantu ketimbang sumber manapun mengenai Galang. Tak ada sumber lain yang kompeten jika berbicara mengenai Galang. Yang ada malah kesimpang siuran. Malah beberapa ada yang mengatakan Galang itu meninggal tahun 1996.

Sedang mengenai Bunga, saya hanya punya sedikit kenangan mengenai band ini. Tadinya saya berusaha membongkar memori kolektif saya mengenai band berumur pendek ini. Tapi gagal. Akhirnya saya memutuskan mencari di internet, dan menemukan blog Bunga serta fans page di Facebook. Sepertinya cukup untuk menjadi bumbu penyedap obituari singkat ini.

Di luar sore sedang mendung. Sudah 14 tahun berlalu, apa kabarmu Galang?

Waktu dan 126 Buah


Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang waktu?
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.
... Namun keabadian dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi
Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan

(Kahlil Gibran)

***

Ada beberapa momen yang membuat saya menyadari betapa waktu itu ajaib. Ia kadang melesat cepat, terkadang pula lambat bagai tak bergerak.

Beberapa hari lalu saya pergi ke kampus untuk suatu keperluan. Ketika berjalan menyusuri taman depan Kansas (Kantin Sastra), saya tertegun. Ketika mengedarkan pandangan ke sekeliling, tak ada yang saya kenal. Saya cuma bisa meringis. Setelah urusan selesai, saya pergi sejenak ke Kansas. Saya masih meringis karena lagi-lagi tak ada yang saya kenal.

Ini yang menyadarkan saya betapa waktu bisa melaju sangat kencang. Tiba-tiba saja sudah hampir 6 tahun saya berada di kampus ini. Sembari menyesap asamnya es jeruk, saya tertawa kecil mengenai hal yang banyak berubah. Dulu di depan Kansas ini adalah tanah berdebu nan tandus. Sekarang sudah berganti paving dengan taman sebagai pusatnya. Ada beberapa gazebo berbangku tempat para mahasiswa duduk, berselancar, dan mengunduh mp3 terbaru. Aih.

Beberapa teman kuliah saya sudah lebih dulu lulus. Ada yang bahagia dengan kelulusannya, ada pula yang tidak. Ada yang sudah bekerja, ada pula yang masih menganggur. Tapi beberapa teman juga masih ada yang belum lulus. Sama dengan saya, mereka masih berjuang keras, berusaha mengalahkan rasa malas demi sebuah status kelulusan. Semoga kami semua bisa bertahan hingga selesai. Rasa-rasanya baru kemarin saya menempuh ulang kelas Grammar 4 untuk keempat kalinya.

Selain waktu yang bisa berlari kencang, ia bisa juga berjalan pelan sembari berdehem dan mengebulkan asap rokok perlahan. Jika waktu berkehendak demikian, rasanya kiamat masih jauh saja. Momen-momen seperti mengikuti kuliah yang membosankan, menunggu seseorang, atau mendengarkan pidato kenegaraan, adalah semacam penahan waktu. Ketika melakukannya, waktu terasa dihentikan.

Tapi, saya lebih sering mengalami kelajuan waktu yang teramat cepat ketimbang penahanan waktu yang membosankan.

Kemarin pula saya terhenyak ketika membaca biografi Slash, sang gitaris Guns N Roses yang sakti mandraguna itu. Dalam salah satu frase, dia berkata mengenai masa mudanya dan teman-teman sebayanya.

"Suatu hari kau akan terbangun, dan tiba-tiba saja kau sadar kalau kau sudah berumur 30 tahun, dan kamu tidak pernah melakukan hal apapun yang berarti dalam hidupmu" ujarnya sembari menerawang.

Tapi Slash tidak sekedar tidur dan terbangun. Ia memang sering tidur dan mabuk, tapi ia mencipta lagu dengan lebih sering. Hasilnya ia dan bandnya menjadi salah satu daftar isi wajib baca dalam buku besar bertajuk Rock N Roll. Tapi bagaimana dengan teman-temannya yang lain? Yang terlalu sering mabuk, tidur dan tidak melakukan apapun? Bisa jadi sekarang mereka meringkuk kedinginan di salah satu toko kelontong di Amerika. Berharap waktu bisa diputar kembali, ke masa muda mereka yang jaya. Alamak.

Saya seperti tertampar. Belakangan ini saya semakin sering tidur :D Habis ngetik, saya tidur. Habis baca, saya tidur. Habis nonton film, saya tidur lagi. Sepertinya saya kebanyakan tidur belakangan ini. Semoga saja saya tidak terbangun dengan rambut beruban dan menyadari kalau umur saya sudah 30 tahun.

Mari kembali ke waktu yang melaju cepat sekali lagi.

Tak terasa, blog ini sudah berumur 1 tahun. First rocking anniversary! Yeah, gimme five! Mengusung tema Foi Fun, alias Have Fun, blog ini melulu berisi cara untuk bersenang-senang. Ya ngomongin musik, makanan, buku bagus, film keren, hingga tempat-tempat menarik yang patut untuk dikunjungi. Tak ada bahasan politik, ekonomi, atau filsafat. Karena sepertinya saya tak bisa bersenang-senang dengan tiga hal tersebut, hahaha.

Blog ini resmi dilahirkan pada tanggal 25 April 2010. Saat itu saya sedang butuh pelampiasan, banyak ide yang tak tertampung. Blog lama sudah jarang diisi. Hingga muncul ide untuk membuat blog baru. 3 hari sebelum blog saya lahir, Putri memutuskan untuk membuat blog. Saya seperti diketok di kepala. Putri yang setahu saya jarang menulis, lebih suka membaca, saja punya blog dan rajin menulis. Kenapa saya tidak? Tak butuh waktu lama untuk membuat akun blog baru di blogspot yang lebih user friendly ketimbang rumah saya dulu.

Seperti biasa, awal-awal bikin blog, sangat jarang yang mau mampir, apalagi kasih komentar. Tapi saya tak pernah pusing mengenai pengunjung. Kalau tak ada pengunjung, saya tak rugi. Ada pengunjung, saya senang berarti racauan saya dibaca.

Grafik pembaca barunaik setelah 3 bulan. Perlahan jumlah hits meningkat. Apalagi setelah saya memposting tulisan panjang mengenai hair metal.

Tulisan berjudul Hair Metal How Are You Today (Part 1) menjadi tulisan paling banyak dibaca dengan jumlah hits yang sampai sekarang masih saja mengejutkan saya: 7.934. Setelah saya tengok, hampir 80% pembaca tulisan itu datang dari mesin pencari. Hal ini seperti membenarkan pendapat saya kalau hair metal belum mati, masih banyak yang mencari mengenai hair metal.

Bulan Desember 2010 menjadi bulan terbanyak blog ini dikunjungi. Mesin statistik mencatat ada 4.373 kunjungan pada bulan itu. Saya sampai tak habis pikir, orang-orang itu berasal dari mana saja? Sedang April, Mei dan Juni 2010 mencatat rekor pengunjung paling sedikit: nihil.

Lalu berbicara mengenai traffic source. Pengunjung terbanyak masih datang dari Google sang raksasa. Ada arus 5. 094 kunjungan yang datang melalui situs paling populer ini. Sedangkan dari reffering URL, blognya Ayos; Hifatlobrain, masih memegang rekor traffic source terbanyak ke blog saya dengan jumlah 49 hits. Diikuti dengan blog Putri; Baca Saya Saja, dengan jumlah 41 hits.

Hingga saat ini, satu tahun semenjak menghirup udara pertama, sudah 19.546 hits yang mampir ke blog ini. Dengan jumlah pengunjung terbanyak dari Indonesia, dengan 13. 480 hits, diikuti Jerman dengan 1.363 hits. Herannya lagi, ada 28 orang yang dengan sadarnya menjadi "pengikut sesat" dari sekte keriaan bernama Foi Fun ini. Saya mengucapkan terima kasih untuk itu.

Setahun sudah saya bersenang-senang di blog ini. Ada 125 postingan cupu yang saya pajang disini selama setahun. Kok saya bilang cupu? Soalnya kalau tidak cupu, ya pasti sudah dimuat di media besar. Karena gak ada yang mau muat, akhirnya cukup jadi konsumsi blog saja, hehehe. Tapi mereka lah anak-anak saya, yang lahir dari rahim ide dan sperma keringat saya. Saya mencintai mereka, secupu apapun mereka.

Postingan aneh dan gak jelas ini bakal menjadi postingan ke 126, dan semoga saja saya masih rajin posting banyak tulisan di blog ini.

Malam semakin dingin, minuman soda sudah habis, dan saya masih belum juga mengantuk...

Kamis, 21 April 2011

Kematian Yang Sunyi

Kematian, seperti halnya nasib, adalah kesunyian masing-masing. Tak ada siapapun yang bisa menggugat ketika kematian datang menjemput, meski tanpa permisi. Tak perduli umur yang masih terlampau ranum untuk dipetik.

Kemarin menjelang maghrib saya mendapat kabar duka yang mengejutkan. Seorang kawan semasa SD dulu, Mohammad Jauhar Fuadi, meninggal dunia karena kecelakaan di daerah Sumber Baru. Saya sempat tercenung beberapa lama. Entahlah, rasanya saya begitu getun karena kembali mendengar kabar duka tahun ini. Padahal tahun ini baru berjalan 4 bulan.

Pakdenya berkisah, Fuad baru saja pulang dari Lumajang menuju Jember. Ia berpamit akan mengunjungi kawan lama. Sekitar 3 km sebelum Jatiroto, bermaksud menghindari lubang, Fuad malah terpelanting karena jalanan licin sehabis hujan. Ia lalu dibawa ke rumah sakit Sumber Baru. Karena tak sanggup, pihak RS Sumber Baru menyarankan Fuad dibawa ke RSUD dr. Soebandi, Jember. Saat itu Fuad masih sadar. Malahan ia sempat bangkit dari brankar tapi dilarang oleh dokter. Rupa-rupanya, Fuad menderita gagar otak sedang. Tapi yang "sedang" itu ternyata mampu mematikan batang otak. Ketika bagian dari otak ini tak berfungsi, maka tak ada instruksi terhadap tubuh untuk melakukan gerakan, pun untuk memompa oksigen ke otak. Fuad koma selama 1,5 jam sebelum akhirnya ia berpulang.

Saya memang tidak punya kenangan yang teramat khusus dengan Fuad. Tapi dulu sekali saya sempat sering bermain bersamanya. Kebetulan rumah Fuad berada hanya sepelemparan batu dari rumah tante saya. Dulu setiap malam minggu, saya menginap di rumah tante saya itu. Minggu paginya saya selalu bertandang ke rumah Fuad. Sekedar main nintendo dan minum es sirup buatan ibunya. Game kesukaan kami waktu itu adalah Mortal Combat. Kami selalu terkekeh ketika ada salah satu dari kami yang kalah, dan jagoannya terlempar masuk lubang yang penuh besi tajam di bawahnya. Mati bersimbah darah.

Selain itu tak ada kenangan lain yang membekas. Pria berambut andan ini begitu pendiam. Tipikal lelaki cool yang digemari banyak perempuan. Mungkin itu juga yang bikin saya segan dekat dengannya. Saya yang cerowak akan terlihat semakin cerowak kalau berada di dekat orang pendiam, hahaha. Seingat saya sahabat karib Fuad adalah Fathul Ikhsan dan Irsyad Hidayatullah. Ikhsan sekarang berada di Amerika, sedang Irsyad berdomisili di Surabaya. Dari update status Ikhsan beberapa jam lalu, terlihat duka mendalam dari kata yang ia tulis.

Selepas SD, Fuad pergi melanjutkan studi ke Gontor. Kalau saya tak salah hitung, hampir 7/ 8 tahun dia disana. Setelahnya, ia melanjutkan kuliah di jurusan Kesejahteraan Sosial, FISIP Universitas Jember. Dia masuk angkatan 2007 atau 2008, saya lupa. Saya jarang bertemu dengannya. Pertemuan pertama dan terakhir saya dengannya ketika ada acara reuni SD beberapa tahun silam. Ia tak banyak berubah. Tatanan rambutnya, gaya berbicaranya, sampai gaya ia tertawa. Tetap tipikal pria baik hati yang cool nun pendiam.

Setelah itu saya sepertinya tak pernah bertemu dengannya. Sampai kemarin maghrib kabar duka berhembus, dan yang saya lihat hanya jenazahnya. Itupun sudah disangai oleh kain lurik berwarna coklat.

Pepatah lama pernah berkata "only good die young." Hanya orang baik yang mati muda. Jim Morrison, Jimi Hendrix, Janis Joplin, Brian Jones, Kurt Cobain, Gie, hingga Chairil Anwar, adalah segelintir contoh. Fuad rupa-rupanya menyusul mereka dalam usia yang baru seperempat abad.

Ya, kematian nyaris tak ubahnya seperti nasib. Ia mempunyai kesunyian masing-masing. Di siang hari yang mendung ini saya mengucap, selamat menempuh kesunyian itu kawanku.

Have a nice and safe trip...

Selasa, 19 April 2011

SMS Bodoh Hari Ini


Iben : Mas, dapat salam teko dokter hewan puput,wingi aku teko kono

Saya : Oh, awakmu mari loro ta? Wis diobati karo dokter Puput?

Iben : Duduk aku cuk! Tapi iguanaku.

Saya : Hahahahaha


Iben adalah adik kelas saya di Fakultas Sastra, angkatan 2007. Selain suka kegiatan alam bebas, dia juga atlit tae kwon do. Pemuda yang saya panggil dengan sebutan kordut (singkatan dari korak dangdut) ini pernah ikut saya nonton Soundrenaline di Bali. Dan sepertinya itu sangat berkesan baginya. Sedang drh. Puput adalah salah satu dari sangat sedikit dokter hewan di Jember. Dia kawan karib orang tua saya, sekaligus dokter ketika kucing-kucing peliharaan saya sakit.

Sabtu, 09 April 2011

Zugeng, Pakai Z, Bukan S

Beberapa waktu lalu saya pergi makan malam dengan Rina di jejeran warung tenda Bank Exim. Setelah memesan makanan, kami pergi ke warung penjual jagung bakar di sebelah warung tempat kami makan. Setelah memesan, saya mengedarkan pandangan di sekeliling. Saat itulah mata saya bertumbukan dengan mata seorang pemuda. Sepertinya saya kenal pria ini.

Rupanya dia juga ingat dengan saya. Karena ia langsung menunjuk saya dengan tersenyum. Pemuda berponi belah tengah mirip Jim Carrey dalam film Dumb and Dumber ini lalu menghampiri dan menjabat tangan saya.

"Sugeng!" teriak saya histeris.

"Hehehehe, masih inget ya mas?" tanyanya kocak. Giginya masih saja bogang seperti saat dulu pertama ketemu. Senyumnya masih saja jenaka dan memancing senyum geli orang lain.

Bagaimana saya bisa lupa dia. Pemuda bertubuh kurus ini sempat ikut menginap bersama panitia di lapangan basket ketika saya dan kawan-kawan PORSA lain mengadakan sebuah turnamen basket pada medio 2007 silam. Hampir 4 tahun lalu. Sugeng dulu selalu berseloroh kalau namanya adalah Zugeng, pakai Z, bukan S. Saya selalu ketawa ketika mendengar ia menyebut namanya.

Dulu pula, selepas acara basket selesai dan Sugeng, upps, maksud saya Zugeng, menghilang entah kemana, saya membuat sebuah tulisan. Semacam ode bagi Zugeng. Pemuda pengembara yang katanya sekarang sering nongkrong di sebuah kios rokok samping Bank Mandiri.Sayang stok fotonya hilang, hangus bersama semua konten di hard disk lama saya yang crash.

Tapi untuk melawan lupa mengenai Zugeng, ini dia tulisan lama saya mengenai Zugeng.

***

Di sela – sela event SBC 07, ada 1 anak ajaib yang tiba – tiba muncul di tengah – tengah panitia. Gak ada yang tau dari mana asal anak setan itu, tiba-tiba aja dia datang, ikut nimbrung bareng panitia sampe ikutan ngegosip bareng.

Saat ditanya siapa dia, Dia dengan tampang mesum nan bloon menjawab dengah stylish “ jenengku Zugeng, nggawe Z lo…aku iki premane alun-alun,lek sampean disalahi wong,ngomongo aku,tak hajar wonge,tak sikat!!! ( baca : namaku Zugeng,pake Z lo.aku ini premannya alun-alun,kalo anda di usili sama orang lain,bilang aku,aku hajar dia,aku sikat!! )

Yang mendengar tentu saja hanya bisa mesem – mesem sembari menahan tawa. Memang susah menahan tawa ketika mendengar Zugeng berbicara dan melihat fisiknya secara bersamaan. Kalian bisa membayangkan ada preman bertubuh kecil nan kurus laiknya anak kurang gizi, bergigi ompong, rambut merah serta kulit hitam legam karena terbakar matahari dan resleting celana yang tak pernah tertutup? Tentu itu semua hanya guyonan dia ( belakangan aku tahu kalau dia selalu mengucapkan kalimat-kalimat ajaib itu setiap berkenalan dengan orang baru ).

Hari esoknya, banyak panitia yang mengira si Zugeng udah ngacir pulang karena gak keliatan seharian. Ternyata malamnya si Zugeng muncul lagi. Dengan pakaian dan dandanan sama seperti kemarin. Dia dengan jujur dan tanpa malu – malu mengakui kalau dia gak mandi dan gak ganti pakaian sejak 3 hari lalu. Pantes aja bau nafasnya kayak jigong dan bau badannya kayak taik dinosaurus. Dia tetap berkeliaran gak jelas di arena tempat SBC. Dan satu lagi yang harus di saluti dari anak kecil sinting itu, dia masih PD buat nggodain cewek-cewek seksi yang bertebaran di arena SBC meski tanpa mandi dan ganti baju selama 3 hari…salut cuk!!

Malemnya saat panitia beres-beres, Si Zugeng turut pula membantu. Dia bilang “ mas aku oleh nginep kene gak? “ Para temen panitia pun mengiyakannya. Saat malam semakin larut dan dingin, dia bercerita tentang siapa dia sampai kenapa dia ada disini. Dan yang bikin malam itu menjadi hangat adalah cara bercerita Zugeng dan gaya bahasa Zugeng yang mencampur bahasa, mulai bahasa Jawa, Madura hingga Inggris (meskipun mungkin dia tidak tahu artinya…)

Si Zugeng ini ternyata masih umur 16 tahun. Wajahnya emang keliatan lebih tua dari umurnya, tapi cara bicara dan perawakan tubuhnya tak bisa menipu. Kok bisa dia sampe ada di tengah –tengah kita? Dia pun bercerita dengan semangat kalo dia minggat, dan masalahnya unik sekaligus menggelikan, karena putus ama cewek. Cerita pun terus mengalir deras dari bibirnya yang hitam karena kebanyakan merokok. Dan tawa tak pernah absen dari para panitia, ya itu tadi gara-gara cara ngomong si Zugeng sampe fisiknya yang bikin ketawa.

Lalu tiba-tiba sambil menyedot rokok kretek murahannya, dia berkata,

“adem-adem ngene enake nyenuk “. Para panitia pun tertawa sekaligus bertanya – tanya, apa si Zugeng ini benar- bener udah pernah “jajan” ato itu cuma celetukan usilnya aja??

Aku yang paling getol bertanya, tentu saja penasaran. Ternyata si Zugeng emang udah gak perjaka lagi. Dia mengaku udah pernah beberapa kali "jajan" di sekitar Alun-Alun. Dia bercerita dengan polosnya kalo dia paling sering membooking PSK primadona bernama Zuzi ( lagi-lagi dia mengganti huruf S dengan Z ).

“mbak Zuzi sakno karo aku, dadine aku dikei gratis. De’e yo ngomong, lek kenthu karo aku gak kroso, soale tekku cilik” ujarnya Sambil merokok dan mata terpejam seakan dia menikmati saat-saat dia bercinta dulu, saat ditanya bagaimana ia bisa membayar sang PSK.

Hari terakhir turnamen. Aku pun pulang sejenak untuk sekedar mandi dan say hello sama orang tua,karena udah hampir 2 minggu aku gak pulang. Setelah mandi,aku ingat kalo ada beberapa hem, kaos dan celana panjang yang udah jarang aku pake. Mungkin terdorong rasa simpatiku terhadap mahluk cabul bernama Zugeng itu, aku mengepak pakaian-pakaian itu, tak lupa sebuah sabun, sikat gigi dan odol sebagai pelengkap. Lalu aku berikan pada Zugeng. Dia pun kegirangan dan tak lupa mengucapkan banyak terima kasih.

Benar aja, malemnya begitu banyak cewek seksi berkeliaran di lapangan basket PKM, tempat diadakannya acara SBC. Aku yang sibuk ngurusi tetek bengek teknis gak begitu memperhatikan si Zugeng. Nah,pada saat aku mau tampil nge-band,ada yang manggil aku “ Mas Nuran!! “ ternyata yang manggil adalah sesosok kutu kupret kecil bernama Zugeng yang udah ganti baju, mandi, sisiran dan tak lupa memakai baju yang tadi siang aku beri. Aku hanya bisa senyum dan mengacungkan jempolku.

Saat aku check sound, si Zugeng udah dengan gagahnya berada di depan panggung. Tubuh kecilnya terhimpit di antara para penonton yang rata-rata bertubuh lebih besar dari dia. Saat aku memainkan intro lagu Waiting-nya The Adams dia pun dengan gila berjingkrak-jingkrak gak karuan seakan tak mau kalah dengan penonton lain. Dan malam pun berlalu…

Seusai acara, si Zugeng tetap dengan ritualnya,menolong kami beres-beres dan tak lupa menghibur kami dengan banyolan segar nan mesum. Di tengah hamparan karpet yang hangat, kami pun bercengkrama. Malam terus berjalan ditemani bintang yang bertaburan di angkasa dan rembulan yang bersinar genit. Tak terasa satu persatu panitia tertidur. Mungkin karena capek, capek kerja ngurusi SBC dan tentu karena capek tertawa, mungkin juga karena telah di dongengi oleh mahluk titisan iblis cabul bernama Zugeng.

Entah pelajaran apa yang bisa di dapat dari seorang anak kecil cabul seperti dia. Mungkin kalau dilihat sekilas mungkin tak ada yang bisa didapat dari anak seperti dia. Tapi setelah aku selami lebih dalam, banyak sekali pelajaran hidup yang bisa aku dapat dari seorang bolang ( bocah petualang ) seperti dia.

Dia seakan mengajarkan pada aku dan teman-temanku bagaimana harus bahagia dan optimis dalam menjalani hidup, tentu saja dengan cara bercanda dan selalu tertawa dalam keadaan apa pun. Dia juga mengajarkan padaku bagaimana seorang lelaki harus hidup, bebas seperti burung dan goin’ where the wind blows. Si Zugeng tanpa perasaan takut meninggalkan rumah dan belajar hidup mandiri ( meski itu berarti dia harus hidup menggelandang ) dan jauh dari orang tua. Aku sendiri (dan mungkin kalian juga) mungkin takut kalau disuruh meninggalkan rumah tanpa bekal apa- apa seperti si Zugeng. Si iblis kecil itu juga mengajarkan padaku kalau lelaki harus berani mengambil keputusan, meski pahit. Dan si Zugeng mengambil keputusan berani, keluar dari rumah pada saat umur 16.

SBC telah usai. Itu berarti pula berakhir juga kebersamaan antara aku dengan seorang bocah ajaib bernama Zugeng. Saat aku bertanya kemana tujuan dia setelah SBC usai, dia dengan wajah serius dan sulit dipercaya menjawab penuh petuah,

“Gak tau aku mau kemana, nurut opo jare sikil”. Dan aku hanya tersenyum sambil menepuk pundaknya saat mengetahui dia bisa serius dan mengucapkan kata bijak seperti itu. Dan aku berpikir mungkin seperti dialah gambaran lelaki sesungguhnya yang digambarkan Ronnie Van Zant dalam Free Bird.

“If I leave here tomorrow, would you still remember me? For I must be traveling on now. Cause too many places I’ve gotta see. ‘Cause I’m as free as bird, and this bird you cannot change, oh lord knows I cant change…“

Minggu, 03 April 2011

Kartu Pos Bergambar Masjid Agung Palembang*

Tadi malam, saya beres-beres perpustakaan. Semua gara-gara saya memergoki adanya serbuk kayu di lemari buku. Ternyata itu adalah residu kayu santapan rayap. Perasaan saya langsung tak enak. Langsung saja saya mengeluarkan koleksi buku yang ada di lemari itu. Ternyata memang benar, ada rayap sialan yang bersarang di lemari buku itu.

Almarhum ayah mempunyai sejarah permusuhan panjang dengan rayap. Sekiranya sudah ratusan, atau bahkan ribuan buku beliau yang sudah habis dimamah rayap. Dalam titik terendahnya menghadapi rayap, ayah pernah ingin membakar semua koleksi bukunya. Saya bersyukur ayah tak pernah melaksankan niat itu. Tapi sepertinya saya akan melanjutkan tradisi peperangan itu.

Untungnya tadi tak banyak buku yang dikudap hewan dari ordo Isoptera ini. "Hanya" 4 buku yang sedikit hancur. Satu buku Marry Higgins Clark, John Grisham, dan dua buku Karl May. Dua buku terakhir itu yang bikin hati saya miris. Saya tumbuh besar dengan buku-buku klasik Karl May keluaran tahun 70-an dengan kertas coklat beraroma khas. Melihat bagian tengahnya berlubang dan ada koloni rayap di dalamnya, membuat hati saya hancur. Saya merasa tak bisa menjaga warisan ayah saya. Karena itu sepertinya saya akan membuat lemari buku baru dari besi, biar rayap tak lagi bisa memamahnya.

Tapi semua pekerjaan malam hari itu seperti membawa cerita lain. Ketika saya memeriksa lembaran buku-buku John Grisham, saya menemukan sebuah kartu pos bergambar Masjid Agung Palembang terselip di antara buku The Chamber.

Tak ada tanggal yang tertera di kartu pos itu. Saya lalu bertanya pada mamak, tahun berapa kartu pos ini dikirim. Setelah mamak sedikit mengingat, rupanya kartu pos ini dikirim ayah pada awal tahun 1995. Waktu itu mamak sedang mengandung 5 bulan si anak bungsu, Shasa.


Mamak bercerita bahwa saat itu ayah ada keperluan dengan bekas mahasiswanya dulu. Ayah lantas mencari sang bekas mahasiswa dengan bekal sebaris alamat yang didapat dari bagian TU kampus. Ayah berhasil menemukan mahasiswa itu. Sang sarjana itu ternyata tinggal di sebuah daerah transmigrasi dengan lahan pertanian yang subur, di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Katanya keluarganya sudah sukses. Ayah mengenang bahwa saat itu jarak antar rumah bisa mencapai 5-10 km. Suasanaya sepi nan mencekam, apalagi kala malam datang.

Setelah urusannya selesai, ayah lantas diantar sang mahasiswa ke terminal. Di tengah perjalanan panjang menuju daerah kota, ayah membeli sebuah kartu pos. Lantas ditulisnya bahwa ayah sedang berada di Lubuk Linggau, dan mengingatkan kami untuk terus berpuasa. Kami yang dimaksud adalah saya dan kakak saya, Kiki. Kartu pos itu lantas dikirim ke SD kami. Sampai dengan selamat.

Saya tak pernah tahu keberadaan kartu pos ini hingga tadi malam. Ketika saya mengeluh karena rayap brengsek. Tak dinyana keluhan itu membawa saya pada sekeping kenangan kecil berwujud selembar kartu pos. Ternyata ayah setiap berpergian selalu mengirimkan kartu pos kerumah. Sekedar bukti kalau meski ia sedang jauh, ia selalu ingat rumah dan keluarga.

Aku rindu kamu ayah.

Semoga engkau baik-baik saja disana :)


Ditulis di rumah Nova, setelah minum STMJ bareng Gang Macan.
*Judul tulisan ini sedikit menyadur judul puisi Sapardi Djoko Damono, Kartu Pos Bergambar Jembatan Golden Gate San Fransisco.

Sabtu, 02 April 2011

Dari Mark Zuckerberg Hingga Mulut Rusak: Sebuah Catatan Pendek Mengenai Kami

Mungkin jika ada perlombaan perkawanan absurd, perkawananan saya dengan beberapa teman SMA bisa masuk nominasi pemenang. Ikatan yang sudah dimulai sedari 6 tahun silam, bisa jadi sangat kuat sekaligus rapuh di saat bersamaan. Dan kami semua yang membuat simpulnya, bersama-sama.

Jika ada orang tak mengenal kami, bisa jadi ia akan menduga bahwa kami bermusuhan. Pasalnya adalah cara berkomunikasi kami yang berbeda dengan ikatan perkawanan lain. Kalau beberapa orang bersahabat dengan cara saling mendukung, kami malah saling menghina. Jika beberapa orang bersahabat dengan cara saling memberikan kata pujian, kami malah mengobral semua kata-kata terkejam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Semua itu terbentuk secara alamiah di kala SMA. Hobi kami sudah saling menggojlok. Apa saja bisa dijadikan bahan gojlokan. Mulai disetrap, ditempeleng guru, mabuk yang kelewat batas, hingga kisah cinta. Kebiasaan itu berlanjut hingga sekarang. Kami masih tetap saling melontarkan hinaan hingga ke titik yang paling ekstrim.

Tapi semua tak pernah terjadi di dunia maya.

Entah kami harus berterima kasih atau memaki pada Mark Zuckerberg. Pria keriting ini menciptakan Facebook, yang tidak hanya menjadi jejaring sosial paling fenomenal, tapi juga bisa membuat kultur gojlokan diantara kami masih terus terpelihara, meski jarak memisahkan.

Awalnya kami semua sepakat kalau kebiasaan menggojlok itu tak dibawa hingga ke ranah maya. Cukup di dunia nyata saja. Hingga suatu saat Ade Defrizal menaut foto Eka Pradika. Foto itulah yang menjadi pemicu awal terseretnya kultur gojlokan menuju dunia maya. Dunia yang tidak memiliki aturan baku. Untuk kisah lengkap sejarah terseretnya kebiasaan gojlokan ke dunia maya, silahkan baca tulisan ini.

Gojlokan kami terus berlangsung. Saat itu tak ada yang mengumbar emosi. Saya yakin semua saling tertawa di depan komputer atau di depan layar handphonenya. Saya sangat yakin.

Sampai suatu saat saya mengunggah foto Rayis. Di foto yang sebenarnya biasa saja itu, saya menaut mantan pacar Rayis. Gerombolan penggojlok ini begitu bahagia dengan sang mantan yang membuka semua rahasia Rayis. Mereka memancing, sang mantan pacar menyaut umpan dengan ganas. Sekiranya sang mantan itu memang tipikal perempuan haus perhatian.

Rupanya Rayis tersinggung dengan guyonan di foto yang mencapai sekitar 300 komentar lebih itu. Singkat kata, Rayis menghapus beberapa orang dari daftar kawannya. Mulai saya, Ade, Nova, hingga Nyen. Hanya Fahmi yang tak dihapusnya, karena memang pria keling ini tak ikut menggojlok saat itu. Sayangnya, penghapusan kawan di dunia maya ini diikuti dengan penghapusan kata teman di dunia nyata. Rayis, pria kelahiran 1985 yang selalu dijadikan obyek gojlokan ini tak mau bertemu dengan kami.
Beberapa kali ditemui di tempat kerjanya, beberapa kali itu pula ia menolak menemui kami. Ya sudahlah, life must go on. Sejak saat itu, kami tak pernah bertemu lagi dengan Rayis. Tapi belakangan, Rayis mulai melunak. Dia sudah mau bertemu dengan Nova. Hanya ia masih belum mau ketemu dengan Saya dan Ade yang dianggap biang kerok semua penghinaan itu :D Lain kali saya akan datang sendiri dan meminta maaf sebagai lelaki :)

Gojlokan masih saja berlanjut. Temanya sebenarnya tak jauh-jauh dari masalah cinta ataupun fisik. Ade misalnya. Pria kurus ini adalah tipikal makanan empuk bagi para penggojlok. Semua hal pada dirinya bisa dijadikan bahan gojlokan. Mulai kisah cintanya yang bagai sinetron Raam Punjabi, masalah fisik, hingga beberapa kejadian konyol yang seperti karib baginya. Ditambah pula ia tak pernah marah, jadilah ia selalu dijadikan sasaran tembak bagi kami.

Lalu Fahmi. Kisah cintanya yang bisa dibilang mengenaskan, dijadikan santapan favorit bagi kami. Juga masalah fisik. Kulitnya yang keling --walau ia selalu menyangkalnya dengan menyebut dirinya berkulit sawo matang-- selalu saja dianggap sebagai guyonan yang tak ada habisnya. Sepertinya kami harus meminta maaf pada Nelson Mandela :D

Belum lagi Eka Pradika, yang akrab kami panggil dengan sebutan Dika. Kisah cintanya yang lucu dan selalu menimbulkan tawa, selalu berhasil dijadikan perangkap kematian bagi Dika. Jika kami sudah membahas mengenai prol tape, kutukan jomblo seumur hidup, atau kebiasaan Dika membuat "GR" para perempuan, tak pelak tawa akan tersembur dari mulut kami. Diikuti dengan makian tak beradab dari Dika tentunya.

Entah kenapa, hanya saya dan Nova yang jarang dijadikan obyek gojlokan. Meski bukan berarti tak pernah. Foto saya ketika tidur bertelanjang dada dan memamerkan perut yang gemblung, pernah ditaut pada Rina. Saya cuma bisa ketawa pahit sambil memikirkan rencana balas dendam pada Dika yang mengunggah foto candid itu :D

Belakangan, frekuensi gojlokan kami sudah semakin tak beraturan. Gojlokan diantara kami itu ibarat nasi untuk makan. Jika tak ada nasi, maka bisa dianggap kami tak makan. Tiap hari ada saja wall post, foto, atau status yang isinya menggojlok.

Dan sudah menjadi hukum rimba, bahwa semua yang tak beraturan lambat laun akan menimbulkan chaos. Itulah yang terjadi pada kami.

Gojlokan kami sudah tak lagi menjadi ranah privat, melainkan beralih ke ranah publik. Beberapa orang yang tidak begitu akrab dengan kami, ikut dijadikan sasaran gojlok. Sebut saja perempuan yang ditaksir Dika, pacarnya Ade, pacarnya Vicho, Rina, hingga yang terakhir: perempuan yang pernah membuat hatinya Nyen pecah tak berbentuk untuk pertama kalinya.

Chaos pun terjadi dalam beberapa variasi bentuk. Ada kemarahan menggumpal yang tak tersalurkan oleh perempuan yang ditaksir Dika. Kemarahannya tertuju kepada Ade yang telah menyinggungnya. Lalu Dika yang merasa peluangnya mendekati sang perempuan menjadi turun drastis, kesal pada Ade. Ade juga kesal pada Fahmi yang dianggapnya ikut campur urusan ini. Fahmi yang merasa maksudnya baik, jelas tak terima dan ikut kesal dengan Ade. Lalu masalah Ade dengan sang pacar yang melibatkan banyak pihak menjadi tambah panas gara-gara aku dan Nova menjadi kompor. Semua seperti merembet bagai besin pada api ketika pacarnya Vicho marah pada aku dan Nova gara-gara kami dianggap bermulut rusak (padahal dia sendiri yang memancing keributan). Semua berkelindan bagaikan gulungan mbako untuk rokok lintingan, ribet nan ruwet.

Kasus teranyar adalah Nyen. Pria berjuluk Wee Man ini merasa kaget ketika mengetahui Nova berteman dengan sang perempuan yang telah membuat lecet hatinya dulu. Perasaan sang Wee Man jadi tak enak. Dan dia menulis status dan pesan yang berisi keinginan untuk meremove saya dan Nova agar kami tak menggojloknya dengan melibatkan sang perempuan (walau penghapusan teman itu tak jadi. Dan status itu malah dijadikan ajang saling gojlok diantara kami semua, hahahaha).

Pernah ada adagium yang berbunyi: di abad media, citra adalah segalanya. Itu pula yang dialami Nyen. Setahun ia membangun citranya, tapi dalam sekejap hancur berantakan gara-gara gojlokan kami. Meski masih belum begitu jelas, ia membangun citra itu untuk sang perempuan "itu", ataukah ia membangun citra itu untuk semua orang, tak pandang bulu.

Setelah dipikir-pikir (telat amat mikirnya), memang gojlokan kami adalah tipikal image destroyer, sang penghancur citra. Semua kata-kata yang keluar dari bibir kami adalah racun adanya. Dan semua mengakui kalau tak ada racun yang baik. Kami kadang tak pernah berpikir kalau gojlokan kami bisa berpengaruh hingga ke dunia di luar dunia kami.

Kami memang terlalu asyik dengan dunia kami sendiri. Dunia buatan kami sendiri, yang membiarkan kami jadi apa yang kami mau, sejenak melupakan semua beban, tuntutan dan kewajiban untuk jadi dewasa. Dunia artifisial ini semacam jadi eskapis, tempat singgah dan pelarian sementara ketika semua hal di dunia nyata menjadi pahit dan memuakkan. Kami semua begitu mencintai dunia buatan ini. Kami seperti menertawai dunia dan merutuk seisi penghuninya, sembari berkata dengan jumawa, "why so serious, people!"

Tapi semua menjadi "salah" ketika kami membawa orang lain, orang yang tak terbiasa dengan kultur gojlokan kami yang keras, masuk ke dunia ini. Meski sebenarnya ia enggan. Itu kesalahan terbesar kultur gojlokan kami saat ini, menyeret orang lain yang tak berdosa :D

Tak usahlah saya bercerita mengenai kondisi persahabatan kami ketika kami sedang serius. Biar saja orang menganggap kami sekumpulan pria bermulut rusak, tak dewasa, dan tak tampak sebagai sahabat "sejati." Biar saja orang tahunya kami saling menjatuhkan. Juga biarkan mereka berpikir kalau kami tak saling mendukung. Biarkan saja. Karena apa yang kami alami dan kami perbuat, cukup kami saja yang tahu.

Melalui tulisan yang sama sekali bukan pledoi ini, saya dan teman-teman ingin meminta maaf kepada orang yang dengan sangat terpaksa terseret masuk ke dalam dunia buatan kami dan marah karenanya.

Selanjutnya...

Mari gojlok-gojlokan lagi! Hahahaha :D


Arjasa, 3 April 2011
Sembari mendengarkan derap barisan pasukan hujan di luar sana
: deras