Sabtu, 18 Agustus 2012

Mamak dan PNS

Mamak, sama seperti semua ibu di dunia ini, selalu mengkhawatirkan nasib anaknya. Bagi beliau, kekhawatiran itu hanya bisa dihapuskan oleh status PNS pada sang anak. Mamak, sama seperti sebagian besar orang tua di Indonesia, berharap bahwa sang anak akan menjadi PNS. Bagi mereka, status PNS akan menjamin hidup sang anak hingga tua nanti. 

Mamak tentu tak ambil pusing tentang fakta gaji PNS adalah pemegang pos anggaran belanja terbesar nasional. Mamak mungkin juga tak tahu bahwa berdasar data dari KPK, ada 70% PNS muda yang tersangkut korupsi. Mamak juga tak akan tahu bahwa menurut Menteri Negara Perumahan Rakyat, ada 1,3 juta PNS yang belum punya rumah. Oh ya, mamak juga pasti tak tahu kalau menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dari total 4,7 juta PNS di Indonesia, 95%-nya tidak kompeten (dan mereka masih menghabiskan anggaran belanja terbesar di negara ini. Sigh).

Bagi mamak, PNS adalah jaminan hidup. Bagi mamak, saya hanya seoranf pembosan yang begitu takut bekerja di balik meja. Dan bagi mamak, tantangan untuk menjadi reporter atau penulis lepas terlalu "berbahaya" untuk dijadikan jaminan hidup.

Karena itu, mamak begitu getol menyemangati (versi halus dari memaksa) saya untuk mendaftar PNS di salah satu Kementrian. Saya awalnya enggan. Tapi melihat mamak yang sampai mengurusi RCK (Rekomendasi Catatan Kriminal), juga menduplikasi segala berkas-berkas yang diperlukan, saya jadi tak tega. Oke, saya mengalah dan mau mendaftar. Saya urusi semua berkas-berkasnya. Saya datangi semua instansi yang diperlukan, mulai dari Kantor Polisi hingga Departemen Tenaga Kerja.

Tapi memang saya tak ditakdirkan untuk jadi PNS --setidaknya untuk saat ini. Malam ini saya cek hasil pengumuman seleksi administrasi. Saya gagal. Entah kenapa gagal, tak dicantumkan alasannya.

Saya sih bersikap biasa. Toh tidak berharap-harap amat. Tapi mengabarkan pada mamak adalah hal yang berbeda. Ada rasa segan yang teramat berat. Mungkin karena saya merasa sudah mengkhianati harapannya.

Sekarang mamak masih tidur. Mungkin nanti waktu sahur, saya akan bilang padanya tentang kegagalan ini. Dalam bayangan saya, adegannya akan begini:

"Mak, ada dua kabar, baik atau buruk. Mau denger yang mana dulu?" saya memulai percakapan dengan lirih.

"Yang buruk dulu aja" kata mamak tegas seperti biasa. Dan beliau akan menciduk ceker pedas untuk lauk sahur terakhir ini.

"Kabar buruknya, aku bahkan tidak lolos seleksi administrasi." saya berkata lebih lirih. Berhati-hati tepatnya.

Mamak jelas akan menekuk mukanya perlahan. Harapannya melihat sang anak jadi PNS kandas sudah. Setidaknya tahun ini. Saya yakin, tahun depan mamak saya pasti akan mendorong (bahasa halus untuk mendesak) saya untuk mendaftar PNS lagi.

"Terus kabar baiknya apa?"

"Kabar baiknya adalah, dari jumlah pendaftar sebanyak 15.968, yang lolos seleksi administrasi hanya  7.126 orang. Jadi aku tidak sendiri. Ada sekitar 8.000 orang lebih yang juga gagal di seleksi administrasi. Setidaknya aku bisa selesein studi dulu. Lalu bisa jadi dosen bukan?" ujar saya berargumentasi.

Alasan yang bodoh memang. Tapi setidaknya saya membawa angka; statistik, biar tidak kelihatan terlalu ngasal.

Saat saya memungkasi pemberitahuan dengan kabar baik itu, saya berharap mamak akan tersenyum dan tenang seperti biasa. Sambil makan ceker ayam pedas buatannya dengan lahap. Iya mak, selalu ada alasan untuk tersenyum kok. Selain kabar baik tadi, alasan saya untuk tersenyum dini hari ini adalah ceker ayam pedas buatan mamak.

Love you mamak :)

Kamis, 16 Agustus 2012

Sanbosag

I.

Saya mengambil bungkusan plastik berisi 5 buah samosa dalam lemari es. Samosa adalah kudapan khas yang suang ditemui di Timur Tengah juga India. Saya menuang minyak dalam penggorengan. Sudah lumayan pekat warnanya, bekas menggoreng perkedel jagung tadi sore. Saya menunggunya hingga panas. Lalu mulai memasukkan samosa mentah itu. Satu demi satu. Saya membolak-baliknya. Hingga ia matang dan berwarna kuning kecoklatan. Saya tiriskan. 



Menunggu beberapa menit hingga panas sedikit menguap, saya langsung mengarahkan samosa ke dalam mulut. Gigi mencengkram. Kriuk. Remah renyah adonan samosa yang garing itu langsung pecah. Lalu lelehan daging dan bawang bombay lumer di dinding mulut. Pedasnya ringan.

Itu adalah remah sejarah. Lelehan cerita.

Iya, berbicara mengenai samosa --sama seperti mengenai makanan lain-- adalah bercerita tentang sejarah. Siapa sangka, pada makanan kecil berbentuk segitiga ini ada sejarah ribuan tahun panjang terbentang. Dari jazirah Persia hingga daratan Arjasa, tempat saya bermukim sekarang.

II.

Ketika para pedagang dari Timur Tengah dan India masuk ke Indonesia, mereka tak hanya mengenalkan agama Islam pada masyarakat Indonesia. Mereka turut pula mereka membawa budaya gastronomi dan mengenalkannya pada masyarakat Sumatera kala itu.

Masakan Timur Tengah dan India dikenal dengan beragamnya bumbu dalam masakan. Kita bisa melihat jejaknya pada masakan Sumatera yang selalu terdiri dari banyak jenis bumbu. Rendang misalnya. Makanan ini terdiri dari belasan bumbu dasar! Bayangkan dengan steak ala western yang cukup berbumbu dasar dua: salt and pepper.

Penggunaan bumbu seperti jinten, ketumbar, atau jahe dalam masakan Indonesia itu juga merupakan warisan budaya gastronomi India.

III.

Sudah dua samosa lenyap dalam perut. Di belahan dunia lain, orang-orang London geger. Terutama fans Arsenal. Striker andalan mereka selama ini, Robin van Persie, bergabung dengan Manchester United, musuh bebuyutan mereka. Saya jadi ingat percakapan dengan Panjul kapan hari. Kami sama-sama meragukan kalau Persie akan bergabung dengan United. Tapi sebagai fans The Red Devil --sebutan untuk United-- saya berharap ia benar-benar bergabung. Sekarang keinginan saya terkabul.

Musim lalu, Persie menjadi top scorer Liga Inggris dengan torehan 30 gol dari 38 pertandingan. Sedang striker andalan United, Wayne Rooney mencetak 27 gol dari 34 pertandingan. Bayangkan kalau mereka berdua berduet. Saya jadi bergidik membayangkan betapa eksplosifnya lini depan United musim ini. 

Satu samosa lagi saya gigit. 

IV.

Istilah samosa --sama seperti istilah apapun-- begitu susah dicari dari mana ia berasal. Dalam artikel berjudul "Lovely Triangles" di harian Hindustan Times, Girija Duggal, sang penulis, mengatakan bahwa samosa adalah kata yang berbunda pada kata Persia: sanbosag, yakni sejenis kudapan ala persia yang berbentuk bulat sabit. 

Ketika Kesultanan Persia merajai dunia pada abad 10, makanan ini pun menyebar dan mengalami mimikri, baik dalam bentuk maupun nama . Karena itu Afghanistan mengenalnya dengan sebutan sambosa, orang-orang Tajikistan menyebutnya samboosa, orang-orang Iran mengakrabinya sebagai sambusa, dan bangsa Portugis menamakannya bagai chamuca. Sedang orang India menuturkan nama kudapan ini dengan nama yang kita kenal sekarang: samosa.

Amir Khusro, seorang penyair kesultanan Delhi dari abad ke 12 sempat menuliskan bahwa samosa adalah makanan kesukaan sultan dan para bangsawan. Dia menjelaskan bahwa samosa terbuat dari ghee (mentega ala India), cacahan daging, bawang bombay, dan bumbu pedas.

V.

Samosa keempat saya lahap ketika Dhani sedang ngomel di twitter perihal pemerintah yang tak mau meminta maaf untuk tragedi 1965. Pemerintah menganggap itu adalah zeitgeist, tanda zaman. Tragedi 65 adalah sebenar-benarnya tragedi. Lebih dari 1 juta orang tewas, dibunuh tanpa sempat mencecap pengap ruang pengadilan. Konon korban tragedi 65 ini lebih banyak ketimbang korban kebiadaban Pol Pot. Pemerintah yang menolak meminta maaf atas tragedi pembantaian 65 ini adalah rupa tragedi baru.

Daging sapi cacah yang bercampur dengan bawang bombay itu pedasnya ringan meruap. Merambat ke dinding mulut. Perihal isi samosa, daging tidak melulu memonopoli.

Ibn Batutta, sang penjelajah legendaris itu, pernah menuliskan tentang samosa sebagai kudapan favorit baginda Muhammad bin Tughlug, seorang sultan kerajaan Delhi pada saat itu. Samosa ala Tughlug itu digambarkan sebagai: pie dengan campuran cacahan daging dengan bumbu dan berbagai kacang: almonds, pistachio, dan walnuts.

Perihal isi samosa, saya pernah berpikir lumayan lama. Kalau samosa adalah makanan khas India dan isiannya adalah daging sapi, bukankah itu adalah penghinaan? Sapi adalah hewan suci bagi masyarakat Hindu, agama mayoritas di India. Karena itu, pastilah ada isian lain selain daging sapi. Itu bisa berupa daging ayam, ikan, keju, atau bahkan sayuran.

VI.

Kejadiannya pada suatu siang yang panas di Pasar Baru sekitar satu tahun silam. Saya pergi ke sebuah rumah makan India yang terldtak di antara lekuk sempit pasar yang banyak dihuni oleh toko tekstil itu. 

Suasana India begitu terasa di rumah makan itu. Ada bau dupa yang meruap di udara. Ada foto-foto pemimpin spiritual. Ada pula mantra-mantra doa dalam bahasa Hindustan yang dipajang di dinding. Saya memesan samosa sebagai makanan pembuka. Ketika saya gigit, saya tergemap: isi samosanya adalah kentang tumbuk. Terasa aneh bagi saya yang awalnya hanya mengenal samosa berisi daging sapi.



Samosa yang saya makan terasa lebih aneh ketika chutney disajikan sebagai condiment. Rasa asam yang begitu menyengat membuat lidah saya terkesiap.

Rupanya sang pemilik rumah makan itu berasal dari Bengal, sebuah daerah di India yang terkenal menyajikan isian kentang untuk samosa. Saya menebak sang pemilik adalah kaum minoritas di Bengal. Sebab dari sekitar 245 juta penduduknya, sekitar 69% adalah umat Islam. Hanya ada sekitar 28% penduduk Bengal yang beragama Hindu. Mengingat statistik agama ini, mau tak mau saya teringat adegan pembuka pada film "Slumdog Millionaire" besutan Danny Boyle. Ibu dari Salim dan Jamal tewas akibat kerusuhan besar berlatar belakang agama. Miris. Bisa jadi, kerusuhan kala itu memaksa sang pemilik rumah makan ini keluar dari India. Tapi muncul pertanyaan lagi: kenapa ia pindah ke Indonesia, negara berpenduduk muslim terbesar di dunia? 

Bisa jadi ia menganggap Indonesia aman dan menyediakan ruang bebas untuk umat agama lain, termasuk Hindu. Dulu belum ada kaum radikalis agama yang merajalela. Bisa jadi sekarang si bapak tua itu menyesal tinggal di Indonesia. Semoga saja tidak...

VI.

Saya melirik ke piring: samosa tinggal 1 buah. Saya menatapnya lekat. Saya lantas menggigitnya perlahan. 

Sensasinya masih sama ketika saya pertama kali memakan: renyah kulit dan lembutnya cacahan daging bercampur bawang bombay. Begitu menyenangkan.

Pada setiap kulit yang kecai, setiap aroma wangi yang terhirup, setiap rasa pedas yang melekat, membawa sejarah ribuan tahun. Panjang. Sangat panjang bahkan. Mengalahkan ratusan episode sinetron tersanjung. Dan rumit, jauh lebih rumit ketimbang kisah cinta Arman Dhani Bustomi yang bagai sinetron besutan KK Dheraaj. Dan jauh lebih membingungkan ketimbang kemunculan Joker berdandan ala Jack Sparrow dalam sinetron Tutur Tinular.

Tapi perut mana tahu urusan sejarah. "Itu urusan otak!" protes perut. Seiring potongan terakhir samosa yang lenyap dalam perut, saya mematikan layar kaca. Malam di Arjasa semakin menggigit. Saya merapatkan selimut ke badan.

Saatnya beranjak tidur...

Selasa, 14 Agustus 2012

R.I.P Dema Juliansyah




Saya tak pernah benar-benar akrab dengan Dema Juliansyah. 

Ia memang adik kelas saya sedari SMA. Tapi saya hanya beberapa kali ngobrol kecil dengan pria ini. Dari sekilas kesan itu, saya tak pernah ragu kalau Ia adalah orang yang ramah, murah senyum. Sederhana pula. Saya seringkali menjumpainya melompat turun dari bis DAMRI reot bareng Riskian, kawan baik saya sedari SMP. Rumahnya dan Riskian rupanya berdekatan. Dari Petal --sapaan akrab Riskian-- pula saya mengenal Dema.

Ia memang vokalis handal semasa SMA. Saya beberapa kali melihatnya manggung. Saya memang tak tahu lagu-lagu modern rock yang sering dibawakannya. Tapi yang saya tahu, ia bertalenta. Ia mahir membius penonton. Suaranya energetik. Dan ia seperti tak kenal lelah mengitari panggung sembari berlompat dan berteriak.

Ia seperti terlahir untuk jadi seorang vokalis band.

Saya bertemu lagi dengan Dema ketika kuliah. Ia masuk di jurusan yang sama dengan saya. Beberapa kali kami ngobrol di parkiran atau di Kantin Sastra. Ia masih saja ramah walaupun saat itu namanya mulai menjulang di skena musik Jember. Seingat saya, kala itu ia sering manggung bersama Cassete Box. 

Tapi namanya baru benar-benar melambung ketika ia menjadi frontman band pop punk Night To Remember. Di band itu, Dema benar-benar menemukan rumahnya. Saya yang tak pernah menyukai musik pop punk, jadi terkesima akan gayanya. Melihat ia melompat, berteriak, dan membakar penonton. 

Ia memang terlahir untuk jadi seorang vokalis band.

Night To Remember menemukan jalan menuju ketenaran yang lebih besar ketika E:Motion, label milik Piyu, mengontrak mereka. Akhirnya setelah sekian lama, ada band lokal lagi yang keluar Jember dan menjadi band nasional. 

Sejak saat itu, saya sering melihat Dema di layar kaca. Di acara musik pagi dan beberapa panggung lainnya. Video klip bandnya berseliweran di masa tayang utama. Ia masih sama seperti dulu ketika masih sering manggung di Jember. Bercelana jeans pendek, kaos hand-made painting, flannel, dan sepatu kets. Masih sederhana. A real humble guy. Masih ahli membakar penonton. Suaranya masih lantang. Energinya masih meluap-luap.

Sejak Dema ke Jakarta, saya tak pernah lagi bertemu dengannya. Kabarnya pun tidak pernah mampir ke kuping. Karena itu, betapa kagetnya saya ketika selepas bangun,  ada kicauan dari sebuah akun di dunia maya yang mengabarkan kalau Dema meninggal dunia.

Saya tidak percaya. Saya cek akun band-nya. Masih belum ada kabar. Tapi tak sampai menit, kabar buruk itu serasa menemukan pembenarannya: Dema Juliansyah meninggal. Saya lemas. Ia masih terlalu muda untuk pergi. Selalu ada pedih tak terperi ketika melihat orang yang saya kenal berputih tulang. Pedih itu berlipat ketika ia meninggal muda.

Tapi kematian memang kurang ajar. Ia tak pernah pilih kasih perihal siapa yang ia bawa pergi. 

Saya tak tahu ia sakit apa. Ketika saya cek linimasa-nya, ia hanya menyebutkan kata "sakit", "rumah sakit", "operasi di perut". Tapi saya masih tak bisa menemukan ia sakit apa.

Apapun itu, Dema seakan menjadi bukti dari jargon "Only good die young". Hanya orang-orang baik yang mati muda. Seperti yang diangankan Soe Hok Gie ataupun Jim Morrison. Dema meninggal dengan meninggalkan karya. Setidaknya namanya akan terus dikenang walau ia sudah menjadi tanah. Dari tanah kembali ke tanah.

For death is no more than a turning of us over from time to eternity.

Saya memang tak pernah menemukan titik temu selera musik dengan Dema. Tapi itu tak menghalangi ia menyapa saya akrab, "Sarapan mas?", ketika ia baru lompat dari bis DAMRI dan saya sedang asyik makan pecel di warung berdinding bambu depan sekolah. Lantas ia menyulut rokok, lalu memesan minum. Kadang kopi. Sering pula teh. Lalu kami ngobrol sejenak tentang ini itu. Setelahnya baru ia ngobrol dengan teman-temannya dan saya larut dalam obrolan bareng kawan-kawan saya.

Kelak Dem, kita akan nongkrong bareng lagi. Nanti. Sekarang kamu istirahat yang tenang ya. I'll see you later :)

Senin, 13 Agustus 2012

Glitzy Glow: The Next Big Thing in Europe Glam Rock?


Glam rock dan hair metal memang dikenal besar di Amerika. Tapi Eropa jelas tak mau kalah. Pasalnya, akar glam rock memang berasal dari Inggris, tanah kelahiran T-Rex yang termahsyur itu. Glam rock dari Inggris itu lantas menyebar di tanah Eropa lain.

Ada Hanoi Rocks dari Finlandia, hingga Krokus dari Swiss. Selain Inggris, Swedia patut dianggap sebagai tanah para musisi glam. Band glam rock paling mahsyur dari Swedia adalah Europe. Band yang digawangi oleh Joey Tempest dan John Norum ini menghasilkan beberapa album bagus, termasuk yang paling terkenal: The Final Countdown (1986). Swedia juga punya band glam rock yang juga terpengaruh sedikit musik industrial, Shotgun Messiah.

Lama tak terdengar kabarnya di kancah glam rock, Swedia kembali memanas. Negeri yang juga tempat kelahiran gitaris "tangan copet" Yngwie Malmsteen ini sekarang dianggap sebagai tanah kebangkitan kembali glam rock Eropa  circa 2000.

Awalnya adalah gerakan bawah tanah. Dari bar ke bar lain. Manggung dari satu panggung ke panggung yang lain. Ada beberapa nama yang cukup kondang. Mulai Vains of Jenna hingga Crashdïet. Rata-rata mereka memulai karir sejak awal tahun 2000.

Crashdïet termasuk salah satu yang paling populer. Mereka menelurkan album debut Rest in Sleaze pada tahun 2005 .Tapi pada tahun 2006, sang vokalis mereka, Dave Lepard bunuh diri. Tak pelak, kematian sang frontman membuat band ini goncang dan memutuskan untuk bubar. Tapi beberapa bulan kemudian, band ini memutuskan untuk kembali berkarir. Mereka sempat membuat 2 album lagi, The Unattractive Revolution (2007) dan Generation Wild (2010). Saat ini mereka sedang menggarap album baru bertajuk Anarchy yang akan dirilis tahun 2013.

***

Pada tahun 2004, di tengah udara Kalmar, Swedia yang dingin, 4 sekawan sepakat membentuk band yang terpengaruh musik dari Kiss, Hanoi Rocks,  Motley Crue, dan Poison. 

Johnny Roxxy (bass), Julia (vokal), Wingz (gitar) dan Daniel Jackzin (drum) sepakat menamai band mereka Glitzy Glow. Mereka lantas mulai manggung di panggung-panggung kecil. Bar crawling gigs. Nama mereka perlahan lantang terdengar. Mereka memang tak punya banyak lagu, lebih banyak memainkan cover version band-band idola mereka. 



Seiring nama mereka yang mulai menjulang, band ini lantas mulai bermain di tempat yang lebih besar. Mereka rutin manggung di Sticky Fingers di Gothenberg dan Cafe Opera di Stockholm. Hingga mengguncang tanah di Carnival of Emmaboda.

Sadar akan pentingnya lagu buatan sendiri, kuartet ini lantas menciptakan lagu berjudul "Welcome to This Glow", sebuah lagu rock yang dibalut nuansa pop. Mengingatkan saya akan Def Leppard pada era Hysteria. Single kedua bertajuk "Black and Sunny Day" dirilis beberapa saat setelahnya. Lagu ini cukup sukses.

Sebuah perusahaan game, Rockgamer Studio membeli ijin lagu ini untuk dimasukkan ke dalam video game sejenis Guitar Hero untuk konsol XBox 360. Lagu "Black and Sunny Day" memang terdengar lebih atraktif, dengan permainan gitar pyrotechnics. Tak salah jika perusahaan Rockgamer Studio memasukkan lagu ini dalam video game terbaru mereka. Solo gitar di tengah lagu juga mengingatkan saya pada tipikal permainan solo ala Europe. Terutama karena Wingz bersenjatakan Fender Stratocaster, sama seperti John Norum.

Suara Julia pun terdengar sangat maskulin. Berat dan tak canggung untuk menapak nada-nada tinggi. Meski lirik dalam lagu "Black and Sunny Day" terdengar cheesy, tapi tetap tak menanggalkan unsur fun. Yeah, glam rock supposed to be fun. Reff yang catchy dijamin bisa menghasilkan koor sing along dalam setiap konser.

Glitzy Glow memang baru merilis dua lagu hingga saat ini. Tapi mereka bukannya berdiam diri. Saat ini mereka sedang mendekam dalam "gua" untuk merekam album terbaru mereka. Salah satu lagu bocoran dalam janin album tersebut adalah lagu berjudul "Cold Cold Heart" yang terdengar sangat raw namun catchy. Gerilya promosi pun sudah dilakukan melalui dunia maya, termasuk twitter dan facebook.

Saat ini laman Glitzy Glow di facebook sudah menjaring 121 ribu lebih penggemar. Dan tebak, siapa negara yang menyumbangkan fans paling banyak? Amerika? Salah besar. Swedia? Juga salah. Jawabannya adalah, sebuah negara dunia ketiga yang juga pernah terserang gelombang glam rock pada medio 80-an: Indonesia. 

Dari Glitzy Glow untuk fans dari Indonesia


Iya, negara tercinta kita itu menyumbangkan 33,460 fans untuk laman facebook Glitzy Glow.

Dengan lagu yang lumayan catchy plus jumlah penggemar yang tak bisa dibilang sedikit itu, saya jadi tak sabar menantikan album Glitzy Glow dirilis. Yang jadi pertanyaan, apakah band ini bisa menjadi lokomotif pembawa gerakan kebangkitan glam rock Eropa ke seluruh dunia?

Let's see and wait...

post-scriptum: Bagi yang ingin tahu tentang band ini, silahkan kunjungi website resminya di sini, fan page mereka di sini, dan twitter mereka di sini 

Jumat, 10 Agustus 2012

"Layang Sworo" dan Rindu Akibat Jarak


Sebagai pelaku beberapa kali hubungan jarak jauh, saya tak pernah mengaitkan rindu dengan lagu dangdut koplo yang lebih lekat dengan nuansa erotis. Tapi pagi ini, saya harus merubah pandangan saya. 

Semua berawal dari tautan dari Pak Faruk, seorang dosen UGM yang sudah tersohor itu. Beliau menaruh tautan lagu berjudul "Layang Sworo" beserta liriknya. Saya tertarik sebab liriknya teramat sendu dan jujur blak-blakan. Khas musik grass root. Selain itu, jika musik ini sampai dibahas oleh Pak Faruk, pastilah musik ini bukan musik biasa. Lalu saya pergi ke alamat tautan dan mengunduhnya segera.

Setelah beberapa menit, unduhan selesai, saya langsung memutarnya. Sejak tarikan suara pertama sang vokalis, saya langsung jatuh cinta. Lagu ini adalah lagu rindu sendu yang menangkap perasaan para kekasih yang terpisah jarak. Syahdu dengan lick gitar blues mix melayu. Suara sang vokalis yang bernama Ratna Antika ini sungguh mengharu-biru. Ia bernyanyi dengan lirih. Seperti menangkap betul perasaan orang yang terhantam rindu namun terhalang jarak. Fucked by distances.

Yang unik, ada permainan kendang dan sorakan "hek a, hek a" yang khas dangdut koplo Pantura. Saya membayangkan, para pemain band yang berteriak "hek a, hek a" itu seperti menggojlok dan mengolok Ratna yang sedang bergelut dengan rindu nan pedih. Tapi tetap, lagunya sendu penuh seluruh.

Liriknya pun sadis: "Layangmu lewat sms hpmu raiso ngobati kangenku. Sworomu lewat telepon gratisan raiso ngalahi yen sesandhingan. Layang sworo raiso ngobati. Roso kangen marang sliramu, yai. Layang sworo raiso ngganteni kulino aku nyandhing sliramu, yai" 

Kalau dimaknai secara harfiah, bahkan tekhnologi tercanggih pun tak bisa menuntaskan rindu yang muncul akibat jarak. Baik sms maupun telpon gratisan, tetap tak bisa mengalahkan perasaan ketika bertemu langsung. Sadis benar kan lirik lagunya?

Sejak beberapa belas menit lalu diunduh, lagu ini terus berputar. Semoga Ratna Antika tidak bosan menyanyi lagu ini untuk saya...

post-scriptum: bagi yang menganggap saya berlebihan atau mocking, silahkan unduh lagunya dan buktikan sendiri aura magis lagu ini. Unduh di sini. Oh ya, saya rindu kamu cuk.

Rabu, 01 Agustus 2012

Karena Kesederhanaan Adalah Kekayaan


We're not into music, we're into chaos!

(Sex Pistols, Pada suatu masa kejayaan Punk Rock)



Kata-kata legendaris itu pernah dikumandangkan dengan lantang oleh kuartet punk rock Sex Pistols. Slogan itu menjelaskan bahwa Sex Pistols bukanlah sebuah band, melainkan sebuah unit ugal-ugalan yang hanya bertujuan membuat kekacauan, bukan memainkan musik.

Sex Pistols muncul dengan konsep minimal pada skill. Musik mereka seakan menyodorkan pantat kepada para musisi bertalenta tinggi dari ranah rock n roll. Musik mereka tak rumit seperti musik --semisal-- heavy metal ala Led Zeppelin atau Deep Purple. Mereka menyajikan kesederhanaan.

Kesederhanaan ala Sex Pistols itulah yang diusung oleh Awe Mayer, seorang musisi bujang yang sekarang sedang mengemban tugas sebagai bapak guru di Lampung. Di tengah kesibukannya mengajar banyak murid dan usahanya untuk mencari pendamping hidup, darah seninya masih tetap menggelegak. 

Hasrat bermusik itu lantas berwujud pada single berjudul "Lagu Opak" yang diberi rating 4,5/5 oleh Bulaksumurbeat.net. Sekali lagi, mengusung kesederhanaan, Awe Mayer membuat musik yang tak kalah rumit dan susah dimengerti oleh nalar manusia normal.

"Lagu ini akan memiliki dua nada dasar, C dan G." Kenapa hanya ada dua kunci? Karena Awe Mayer mengaku hanya bisa memainkan kunci tersebut. Tapi jangan meremehkan kesederhanaan. Sex Pistol atau Ramones bisa mendunia hanya berkat tiga kunci, yang lebih dikenal sebagai three chords music. Kelak, mungkin Awe Mayer akan dikenal sebagai pelopor bichords music alias musik dengan 2 chords gitar sahaja.

"Ingat, bahwa kesederhanaan adalah kekayaan" tambahnya seakan berpledoi.

Awe Mayer memulai lagu ini dengan preambule ala bapak RT. Semakin lengkap dengan peci hitam yang sepertinya kekecilan. Gitar bolong berwarna coklat membuat Awe Mayer jadi seperti Eric Clapton muda, apalagi Awe juga memakai kacamata, sama seperti Mr. Clapton himself.

Tapi Clapton harusnya malu ketika melihat Awe beraksi. Dengan chord yang konon hanya C dan G, Awe membuat musik yang sama sekali terdengar avant garde. Musiknya susah dinalar oleh orang normal. Hanya orang-orang terpilih yang bisa menikmati musik macam ini.

Chord yang "hanya" C dan G ternyata bukan C dan G konservatif. Jemari Awe memencet fret yang berbeda. Hasilnya? Suara gitarnya tak standar. Kalau gitaris lain bisa membuat gitar seperti orang menjerit, maka suara gitar Awe berhasil keluar sebagai orang meringkik. 

Lantas bagaimana suara Awe? Meski menyandang marga Mayer di belakang namanya, Awe tak lantas berusaha menjadi John Mayer, kakaknya yang lebih dulu sukses. Awe mempunyai ciri khas sendiri. Suaranya konon merupakan hibrida dari vibrato dan tenor. Menghasilkan getaran suara yang mengguncang.

Saya sempat salah duga. Di bait-bait awal, Awe menyanyi dengan datar. Seakan hidupnya hanya tinggal mencari jodoh, nikah, lalu selesailah sudah. Saya mengangap suara Awe akan biasa-biasa saja seperti kontestan idola di tipi-tipi. Tapi saya lantas tertampar karena kecerobohan dan kesoktahuan saya.

Di bait "Para musisi, juga cari rejeki, pada obral lagu religi/Dari Gigi sampai Nidji, semuanya nyanyi lagu religi", suara Awe menanjak. Memakai gigi 1 agar kuat mendaki, seperti truk menuju Ranu Pane. Melengking tajam, mengalahkan lengkingan Sebastian Bach pada akhir lagu "I Remember You". Saya terhenyak. Bengong. Melongo. Mulut saya mengaga. Tak bisa terkatup. Dari sini, saya kira pantas kalau Sir Dandy memasang kuda-kuda siaga. Awe patut diwaspadai sebagai saingan Sir Dandy dalam hal kebrilianan suara.

Sampai akhir lagu, sebenarnya nyaris tak ada kejutan berarti. Mungkin kejutannya adalah adanya instrumen avant garde tambahan, yakni motor --yang ditilik dari suara knalpotnya yang berisik-- 2 tak. Bayangkan, berapa banyak musisi dunia yang kepikiran menambahkan instrumen bunyi knalpot 2 tak dalam aransemen musiknya? Sungguh melampaui zaman!

"Lagu Opak" saya kira sudah berhasil mematahkan streotype lagu religi yang terlalu bergenit-genit ria dengan tuhan, ampunan, dosa, dan lain sebagainya. Lagu karangan Awe Mayer ini adalah jenis baru lagu religi, dimana lagu religi pun bisa dijadikan sebagai kritik sosial, tak hanya punk atau rock n roll. Dengan lagu yang sudah mulai dijual di I-tunes ini, maka wajar kalau Lampung disebut sebagai gudang 1000 musisi. Selain Kangen Band, Hijau Daun, dan kompatriot lain, sekarang Awe Mayer muncul. Awe pun mendapat predikat "The Next Hot Single Guy" dari majalah Feminim. Grupis-grupis binal pun sudah mulai ambil ancang-ancang untuk memperjakai Awe.

Tapi bagi kalian para grupisnya --info terbaru dari manajernya, Gorgom dan Jaki, grupis Awe sudah mencapai angka 19.273 orang-- yang berusaha mencari perhatian Awe dengan cara apapun, bersiaplah untuk patah hati dan gantung diri. Karena pria soleh ini sudah menambatkan hati pada mahasiswi sholehah yang suka naik gunung bernama Maharsi Wahyu K. Kita tunggu saja, selepas penugasan Awe Mayer di Lampung, apaka nama Maharsi jadi Maharsi Wahyu K. Mayer? 

Ini kenapa akhir tulisannya jadi membahas gosip? Ah sudahlah...


post-scriptum: bagi kalian kaum-kaum tidak beruntung yang belum menyaksikan video "Lagu Opak", bisa kalian lihat di: http://www.youtube.com/watch?v=corCGX-t-sM