Senin, 05 Desember 2011

Surat Dari Dhani: Perihal Kebencian dan Dendam

Dear Nuran.

Hari ini saya bermimpi buruk. Mengenai orang yang telah mengambil apa yang sangat berharga untuk saya. Salah satu dari tiga hal yang telah saya ceritakan tadi. Saya kira kamu tahu bahwa tak pernah ada hirarki dalam rasa kehilangan. Semuanya sama. Sama-sama menyakitkan dan memberikan luka yang perih.

Kehilangan itu bukan persoalan besar. Jika ia memang benar benar terjadi sebagai hal yang sepantasnya terjadi. Seperti kentut. Seperti kencing. Dan seperti lulus kuliah. Namun kehilangan akibat perampasan. Paksaan dan pencurian itu adalah perkara hati. Seringkali kehilangan yang seperti ini memberikan kebencian. Lebih dari itu. Ia melahirkan dendam.

Saya tahu kamu tak pernah merasakan dendam atau kebencian. Karena kamu orang baik. Orang yang selama ini seperti angin. Pergi berhembus tanpa pernah berhenti untuk kemudian menyesap menyerap.

Berbeda dengan kamu saya adalah pengecut. Seperti batu saya cenderung diam dan melihat. Lalu mengingat dan menyimpan rapat-rapat. Entah itu kenangan baik atau ingatan yang menyakitkan. Menjadi batu adalah belajar perihal keras hati.

Saya tak ingin kamu menjadi seperti saya. Manusia yang disandera kebencian dan dendam. Selamanya saya tak akan pernah berjalan kedepan. Tak akan pernah bisa berdiri tegak dan mengatakan "hey it's over. now you got to move on," saya tidak bisa.

Saya adalah karang. Bukan sesuatu yang kuat. Tapi sekedar batu kapur yang menunggu digerus zaman untuk kemudian dilupakan.

Kamu tahu. Tak ada hirarki dalam kebencian. Semuanya sama. Saya tak pernah melihat atau mendengar kamu membenci sesuatu. Mungkin kamu pernah membenci saya karena sikap sok tahu, sok hebat dan sok yang lainnya.Tapi kamu selalu fair. Kamu memberikan jeda pada saya untuk kemudian memperbaiki diri.

Dalam banyak hal saya percaya kamu ratu adil. Messiah dalam wujud avant garde yang rock and roll.

Untuk itu, saya meminta kamu untuk berhenti membenci dan memaafkan. Memaafkan adalah pembebasan dan memberikan hati kesempatan untuk menjadi lebih baik lagi. Coba tengok Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela. Dengan memaafkan mereka menjadi orang yang lebih besar.

Saya kira kamu punya kualitas seperti mereka. Menjadi orang yang bisa menaklukan kebencian dan jadi patron diri sendiri.

Sedangkan saya? Sudah saya bilang. Saya adalah batu. Bukan batu karang yang kuat atau batu granit yang kokoh. Saya hanya batu apung yang terlihat kuat padahal rapuh di dalam. Juga bukan tipe orang yang Ayos sebut -pria rapuh yang mengundang wanita memberikan pundaknya untuk menangis. Tidak bukan orang yang semacam demikian.

Karena... Ya kamu tahulah. Empat tahun tidur dan tukar sempak bersama telah membuat kamu mengenal saya lebih dari saya sendiri. Well anyway. Saya tahu kamu bisa jadi orang yang lebih dari sekedar pedendam yang menyimpan kebencian.

Kebencian itu penjara. Ada api di dalamnya yang membakar hati nurani kamu pelan-pelan. Akhirnya kamu akan berakhir tak lebih dari seorang... Pecundang.

Sincerely

Your Biggest Fans

Denny Sakrie

2 komentar: