Selasa, 25 Desember 2012

Selamat Natal Rara!

Masih Single Lho. Ada Yang Tertarik?


Maya Rara Tandirerung sedang gundah. Hal itu tidak biasa, karena biasanya Rara selalu ceria. Sebabnya karena ini malam natal, tapi ia tak bisa pulang ke kampung halamannya di Toraja. Sudah dua tahun berturut-turut ia absen merayakan natal di rumah. 

"Tapi lebih ngenes tahun lalu bang. Tahun lalu gue baru pulang dari Laos dan gak berani pulang karena belum sarjana. Gue di Bandung sendirian" kata Rara sembari tertawa pahit.

Rara adalah gadis tomboy. Dia bergabung di organisasi pecinta alam. Dua tahun lalu dia pergi ke Laos untuk ekspedisi susur gua.

Malam Natal tahun 2011 dilewatkan Rara di Gereja Kristen Indonesia (GKI) di jalan Maulana Yusuf, Bandung. Gereja penuh. Karena tak kebagian tempat duduk, akhirnya ia duduk di tangga. Malam itu, Rara menangis karena dua alasan. Pertama karena ia terharu oleh suasana Natal. Yang kedua karena ia kangen rumah. Tangisnya masih berlanjut lagi ke episode berikutnya. Setting tempat kali ini adalah di kosan. Ia menangis semalaman.

Selama 23 tahun hidupnya, baru 3 kali ia tak merayakan natal di rumah. Pertama kali adalah tahun 2007. Saat itu ia baru saja masuk kuliah di Universitas Padjajaran, Bandung. Di bulan September ia pulang kampung karena liburan lebaran. Desember ia tak mau pulang karena berat di ongkos. Natal tahun 2011 kembali ia lewatkan di luar rumah. Dan tahun ini pun ia tak bisa pulang ke Toraja. 

Sebenarnya ia bisa saja pulang. Ibu dan kakaknya menawarkan diri untuk membayari tiket pulang ke Toraja. Tapi Rara menampiknya. Ia gengsi karena masih belum dapat kerja. Padahal ia begitu rindu rumah.

Ia berkisah, setiap tanggal 24 malam, ia dan keluarga ibadah bersama di rumah. Perempuan penyuka Manchester United ini menyebutnya ibadah keluarga. Lalu tanggal 25 pagi, ia dan keluarga pergi ke gereja. Biasanya ibadah berakhir antara jam 11 atau jam 12. Setelahnya adalah acara makan-makan. Rara bingung ketika ditanyai apa makanan favoritnya.

"Apapun yang terbuat dari babi, itu favorit gue" kata Rara sambil tergelak.

Malam tadi, Rani dan Machi berusaha menghibur Rara. Machi adalah kawan karib Rani yang lantas juga akrab dengan Rara. Akhirnya mereka bertiga, ditambah saya dan Angga (kawan Machi) pergi makan ketan susu di Kemayoran. Lalu disambung piknik singkat di Monas.

"Gue pengen makan kembang gula" ujar Rara penuh harap.

Kami menemani Rara makan kembang gula di bawah Monas. Monumen nasional itu penuh sekali malam tadi. Ada keluarga yang duduk santai di tikar. Ada pasangan yang memutar lagu band Wali. Ada pula kakek yang menjual fotokopian artikel-artikel lama. Hingga puluhan motor polisi yang melakukan patroli. Jalan tak seberapa penuh. Hari ini instansi pemerintah libur karena cuti bersama. Banyak kantor swasta yang juga libur. Ada pula yang masuk tapi setengah hari. Jakarta menyenangkan kalau jalanan tiada macet.

Tapi di gereja, polisi banyak berjaga. Entah sejak kapan, di Indonesia, natal harus dijaga. Saya kadang bergidik heran. Bahkan untuk ibadah saja, mereka harus dijaga oleh pasukan bersenjata. Sesuatu yang tidak perlu ada andai saja kondisi aman. Bahkan malam tadi ada sesuatu yang membuat hati seperti disayat sembilu: jamaah gereja  HKBP Filadelfia Bekasi dilempari kotoran dan air comberan. Entah apa yang merasuki para pelempar. Mengerikan. 

"Ini kenapa sih orang mau ibadah kok malah dilempari kotoran?" tanya Rara dengan muka sedih. Ia gadis yang polos. Baginya, gontok-gontokan perkara agama itu adalah hal yang tak perlu. Menyaksikan kabar itu, rasa gundahnya berlipat-lipat. Sudah tak bisa pulang, masih pula menyaksikan saudara-saudaranya dinistakan. 

"Tapi untung tahun ini ada kalian. Gue jadi gak ngerasa sendiri" kata Rara dengan senyum manis. Benar Ra. Sepahit apapun hidup, kawan selalu bisa membuatnya jadi lebih manis.

Selamat natal Maya Rara Tandirerung. Semoga damai selalu ada di hati :)

Senin, 24 Desember 2012

Seperempat Abad Menunggu Guns N Roses (2)

Guns N Roses Era Baru!  sumber:
Hari Minggu pagi pukul 10, saya sudah berada di hotel Mulia. Ajakan Mister untuk berburu tanda tangan Axl Rose terlalu berharga untuk dilewatkan. Ketika saya sampai, Mister sudah siap sedia dengan dua tas berisikan piringan hitam dan buku untuk ditandatangani. Yang bikin saya terperangah, Mister sudah berdiri di tangga sejak jam 8 pagi.

"Gue dapat kabar kalau Axl bakal turun lewat lobi bawah, bukan lobi utama" bisik Mister.

Pagi itu, semua personil serta kru GNR sudah meninggalkan Hotel Mulia untuk bersiap manggung. Di hotel hanya tersisa 2 orang: Axl dan manajer pribadinya. Mister dengan setia menunggu Axl keluar.

"Itu bodyguardnya Axl, gue pernah ketemu dia. Dia juga yang ngawal Slash waktu datang ke Indonesia" kata Mister sembari menunjuk pria lokal berbadan tegap, tinggi sekitar 170 cm, berkumis baplang, lengkap dengan kacamata hitam dan handsfree tergantung di telinga sebelah kiri.

Waktu terus berderap. Ada kabar jam 11.30 WIB Axl akan turun. Mister sudah mulai siaga. Tapi ia juga khawatir kalau itu hanya trik agar para penggemar tertipu. Mister tak sendiri dalam berusaha memburu Axl. Ada sekitar 2-3 orang berpakaian Guns N Roses yang duduk menunggu di lobi. Tapi menurut perkiraan Mister, Axl tidak mungkin keluar melalui lobi utama. Menurutnya, Axl terlalu malas berada di kerumunan orang.

"Eh, gue minta tolong boleh gak? Lu tungguin sini bentar ya, gue sarapan dulu" ujar Mister. Ia sedari pagi belum makan apapun. 

"Tadi gue sempat ambil orange juice. Tapi baru satu teguk, gue lihat pacarnya DJ Ashba (gitaris GNR) keliatan terburu-buru. Gue pikir Axl sudah mau berangkat. Jadi gue langsung ke lobi" lanjut Mister.

Akhirnya saya gantian berdiri di tangga dengan tatap mata penuh selidik. Kalau-kalau Axl lewat, saya harus memanggil Mister secepatnya. Saya tak ingin harapan Mister hancur berantakan untuk kedua kalinya. Mister sudah pernah satu kali merasa hancur ketika duduk di bangku SMP.

Kala itu dia dengar kabar kalau GNR akan mengadakan konser. Mister memutuskan untuk berangkat menontonnya. Tak main-main, konsernya ada di Amerika Serikat, tanah asal band idolanya itu. Segala persiapan diurus dan lancar. Maka melanglanglah ia ke negeri Paman Sam untuk menonton GNR. Tapi betapa terpukulnya ia ketika ternyata konsernya sudah berlangsung sehari sebelum Mister sampai Amerika. Kurangnya informasi (ingat, jaman itu belum ada internet) memungkinkan missing seperti itu.

"Waktu itu gue masih SMP sih. Jadi gak begitu kecewa juga. Makanya, ini konser pertama GNR yang gue tonton."

Mister menjadi ceria ketika manajer Axl keluar dan berjalan dengan tenang. Mister menghampirinya dan mengajaknya ngobrol.

"Aku sudah ngefans GNR dan pengen ketemu Axl sejak 24 tahun lalu" 

"Sabar. Dalam 30 menit lagi kamu akan ketemu Axl" kata sang manajer sembari tersenyum. Harapan segar berhembus.

Tapi wajah Mister sedikit pucat ketika jam sudah menunjukkan jam 12 siang. 1 jam sebelumnya pintu masuk konser sudah dibuka. Mister cemas. Ia jelas ingin berada di barisan paling depan. Sedang Axl, sang superstar, ikon rock n roll terakhir, tak juga menampakkan batang hidungnya. Saya juga cemas sebetulnya. Serupa dengan Mister, ini adalah konser GNR pertama, dan bisa jadi terakhir kali, yang saya tonton. Tak ada jaminan band itu akan datang kembali ke Indonesia. Tapi saya sudah meletakkan kartu di atas meja. Saya memutuskan untuk berani berjudi dengan menemani Mister. Que sera sera!

Saya dan Mister sudah turun ke lorong lobi bawah. Berdiri di depan lift. Kami tidak hanya berdua. Ada 4 orang yang setia menunggu Axl keluar. Mereka membawa beberapa poster Axl Rose. Para bodyguard juga turut berjaga. Tak ketinggalan, beberapa staff hotel siap menyambut Axl keluar. Nafas Mister berkejaran. Tampak kalau ia menahan rasa grogi yang teramat sangat. Ia tak bisa membayangkan bagaimana rasanya kalau ia bisa bertatap muka langsung dengan Axl. 

“Mungkin gue bakal nangis. Ini aja gue udah mau nangis. Atau malah pingsan” katanya dengan kepala yang mendongak, menahan air mata agar tak tumpah.

Detik terasa begitu lama bagi Mister. Gundah makin tertakik ketika jam sudah menunjukkan pukul 12.30. Yang artinya konser akan dimulai setengah jam lagi. Tapi tak mungkin GNR mulai konser tanpa Axl kan? Mister makin tegang. Ia berkali-kali melihat jam di pergelangan tangannya. Ia sempat mau membayari saya taksi agar saya bisa secepatnya menuju venue. Ia tak ingin saya ketinggalan konser. Tapi saya bersikukuh untuk tetap berada di tempat, menemani Mister. Saya ingin menyaksikan Mister bertemu sang idola.

"Jam 1 Axl gak keluar, kita cabut. Ini sikap. He's an asshole," rutuk Mister yang raut mukanya sudah digelayuti mendung, "tapi itu gak mengubah penilaian gue ke Axl. Dia masih idola gue. He still in my blood" lanjutnya.

Dan garis mati itu pun berdentang. Pukul satu siang akhirnya datang berkunjung. Tapi Mister seperti tak rela pergi. Ia gamang. Saya meyakinkannya untuk tetap menunggu Axl. Penantian selama 24 tahun harus terbayarkan. Toh, sekali lagi, tak mungkin GNR mulai konser tanpa sang big boss. 

Tiba-tiba seorang bodyguard menghampiri kami. "Mas, sebentar lagi dia keluar, mohon jangan foto-foto ya. Tolong ya." 

Akhirnya! Kami memilih menuruti permintaan sang bodyguard. Saya tak mau Axl berang melihat ada kamera memotretnya. Kalau Axl berang, hanya tuhan yang tahu apa yang akan dia lakukan. Bisa saja ia memutuskan untuk membatalkan konser. Dan kalau itu terjadi, bisa-bisa saya dan Mister dirajam oleh ribuan fans GNR yang sudah menanti.

Dan saat itu tiba juga. Dimulai dari gaduh kordinasi antar sekuriti, the almighty Axl Rose muncul! Kami terkesiap! Ia hanya berjarak sekitar 0,5 meter dari kami. Hanya bodyguard yang memisahkan. Bisa saja kami memeluknya dengan nekat. Tapi tentu kami cukup pintar untuk paham kalau dibanting atau dihajar itu tak enak. 

Axl terlihat lebih kurus ketimbang beberapa tahun lalu. Di bawah hidungnya ada segaris tipis kumis yang melintang. Rambut bagian atasnya sudah tampak menipis Mungkin itu sebabnya, nyaris di semua konsernya, ia selalu memakai topi. Ia tampaknya baru selesai mandi, rambutnya masih basah terurai. Tetesan air dari rambutnya membasahi kaos berwarna putihnya. Penampilannya sederhana. Hanya memakai celana blue jeans, kaos putih, dan beberapa kalung yang menggantung di lehernya. Tapi tetap, auranya bisa membuat siapapun tercekat.

Melihat Axl melenggang, Mister tanpa dikomando langsung berteriak kepada Axl, memintanya menandatangani vinyl dan buku yang sudah ia siapkan. Tapi Axl yang terburu-buru hanya tersenyum dan melambaikan tangan pada kami. Sekali lagi, kami hanya berjarak setengah meter saja! Dan saat kami sudah sadar dari kesiap, Axl sudah masuk ke dalam mobil. Mister gagal meminta tanda tangan Axl, apalagi berfoto.

Axl Rose masih tetap untouchable...

***

Wenz sedang antri membeli bir ketika lagu "Chinese Democracy" dimainkan. Ia masih santai. Baginya, lagu-lagu di album Chinese Democracy (2008) adalah lagu aneh. Karena itu ia merasa tak perlu terburu-buru masuk ke dalam venue. Tapi ketika intro "Welcome to the Jungle" terdengar dari dalam, Wenz panik. Ia dengan histeris menyuruh penjual agar lebih gesit melayani. 

“Di sini saya mulai histeris dan berteriak ke mbak-mbak penjaga bir agar cepat melayaninya karena bulu kuduk saya sudah mulai berdiri semua, ha-ha-ha” ujar Wenz sambil tergelak. 

Ketika bir sudah ditangan, Wenz pun dengan gegas berlari menuju bibir panggung. Akibatnya, bir di gelasnya tiba-tiba sudah tinggal setengah akibat tertumpah. Untunglah pengorbanan setengah gelas bir itu berbuah manis. Wenz menyaksikan sendiri ketika Axl mengumandangkan pertanyaan legendaris, "You know where you areeee?"

Sedang saya? Saya tanpa malu mengakui, saya menangis tersedan.

GNR, band yang sudah saya idolakan semenjak SMP, tampil langsung di hadapan saya. Meskipun hanya tertinggal Axl sebagai personel asli. Meski tak ada Izzy sang gitaris flamboyan, meski tanpa Slash sang gitaris ikonik, walaupun tak ada pembetot bass Duff, juga tanpa si drummer murah senyum Steven. Sebelum menyaksikan konser, ada waktu-waktu dimana  saya melakukan banyak pembandingan antara personel lama dan baru. (Dulu) saya menganggap para personel baru ini tidak akan pernah bisa menggantikan kharisma serta karakter personel lama. 

Tapi setelah menonton sendiri live GNR era baru ini, kok rasa-rasanya pembandingan itu jadi sia-sia belaka. Bagi mereka yang benar-benar menggemari GNR, pada akhirnya melakukan pembandingan dan merendahkan para personil baru itu adalah hal yang tanpa guna. Zaman sudah berubah. Musik mereka juga sudah berubah. Axl sebagai otak GNR pun tentu punya alasan kenapa ia memilih para personel yang sekarang. Dan Axl rupanya tak salah.

Di panggung besar itu, Ron "Bumblefoot" Thal; Richard Fortus, DJ Ashba; Chris Pitman, Frank Ferrer; Tommy Stinson, menunjukkan kelasnya sebagai musisi jempolan. Mereka bermain dengan presisi yang mengagumkan serta tempo yang hampir tak pernah sekalipun kedodoran. Mereka --bagi saya-- menghapuskan bayangan para personel lain GNR. Para personil baru itu pun tak berusaha untuk meniru para personel lama. Mereka jadi diri mereka sendiri, bermain dengan cara mereka sendiri. 

Sedang Axl, ia mematahkan banyak keraguan dan sinisme para fans GNR "lama". Axl tampil nyaris sempurna sepanjang konser. Ia berlari menjelajahi panggung, suaranya masih menggetarkan, ia mampu menggapai nada-nada tinggi dengan mudah, walau sudah nyaris mustahil melakukan snake dance khasnya dengan mudah dan seksi seperti 20 tahun lalu. Sang vokalis kelahiran Lafayette ini pun tampil dengan mood yang baik. Ia acapkali bercanda dan melempar senyum kepada penonton, sesuatu yang termasuk jarang ia lakukan. Ditambah pula di akhir konser ia sempat berpidato pendek, berterimakasih kepada penonton yang mau hadir walaupun konser ditunda sehari. Tak lupa ia memuji penonton Indonesia adalah penonton yang mengagumkan.

GNR memainkan banyak lagu selama nyaris 3 jam konser. Mulai dari "Live and Let Die", "Patience,” “Mr. Brownstone,” “Rocket Queen,” “Sweet Child O Mine,” “Night Train,” “Paradise City,” “Civil War,” hingga lagu-lagu dari album Chinese Democracy (2008): "Chinese Democracy", "This I Love" dan "Better". 

Secara khusus, lagu “Sweet Child O Mine” berhasil membuat saya terkesima pada Bumblefoot. Ketika memainkan setengah bagian solo gitar, dengan mendongakkan kepala, memejamkan mata, dan janggut panjang yang berkibar-kibar, entah kenapa ia terlihat begitu kudus. Semacam sufi bergitar. Beberapa tingkat lebih mandraguna ketimbang ksatria bergitar.

Terbukti pula, GNR masih menjadi magnet besar yang menarik banyak orang. Tercatat sekitar kurang lebih 8.000 penonton memadati MEIS. Tiket VIP sejumlah 1000 lembar seharga Rp. 2.000.000 juga terjual habis. Para penonton pun terlihat sangat antusias dan bersemangat. Mereka bernyanyi lantang, terutama pada lagu-lagu klasik GNR. Untuk lagu-lagu dari album Chinese Democracy, masih banyak yang tergagap. Termasuk saya.

Ada beberapa momen yang membuat saya tertegun sekaligus merinding. Pertama, ketika lagu “November Rain” dimainkan. Saya tak tahan untuk tak menangis lagi. Entah kenapa, mendengar dan menonton lagu itu dimainkan secara langsung, membuat saya jadi melankolis. Memang tak ada adegan gitaris menaiki grand piano dan memainkan solo gitar yang menyayat. Tapi part solo gitar yang dimainkan bergantian oleh tiga gitaris, membuat lagu ini terasa semakin menggigit. 

Momen kedua adalah ketika Bumblefoot tampil sendirian di panggung. Ia menyandang gitar putihnya, lalu memetik gitar nirdistorsi. Awalnya nadanya terdengar asing. Tapi tiba-tiba penonton bersorak. Termasuk saya. Itu lagu “Indonesia Raya”! Tanpa komando, semua serentak menyanyikan bait lagu kebangsaan itu. Rasa-rasanya hampir nihil penonton yang tak merinding dan tak ikut bernyanyi. Semua penonton tenggelam oleh suasana sentimentil dan saya yakin, meski sejenak, nasionalisme (ah saya benci menggunakan kata ini) menyelusup ke dalam hati setiap penonton. 

Momen ketiga adalah ketika lagu "Patience" dimainkan. Ini terkait dengan kenangan personal saya. Dulu ketika masih baru belajar gitar, saya berusaha keras memainkan lagu ini bersama ayah. Saya yang main gitar, ayah yang bernyanyi. 

Saya yakin saya tak sendiri. Ada ribuan orang yang memiliki kenangan personal maupun kolektif terhadap lagu-lagu GNR.  Orang-orang yang tumbuh besar di era 80 hingga 90-an jelas akan bernostalgia. Ada banyak momen seperti, "aaah, anjrit, ini lagu kan pas gue bolos dulu," atau "gila! ini lagu kan kita bawain pas ada festival band, dulu kita masih gondrong-gondrong," dan ada pula yang berteriak "hahaha, ini lagu pas gue mau nembak gebetan dulu,".

Saya sempat melihat sekitar 5 orang pria berusia 30-an yang berangkulan, bernyanyi bersama, dengan wajah yang haru. Mereka seperti kembali ke masa lalu dengan mesin waktu. Kembali ke masa remaja mereka. Balik ke masa seperempat abad lalu, ketika album Appetite for Destruction dirilis. Karena tak peduli berapapun umurmu, di masa apa kamu hidup, selama kamu berbicara mengenai GNR, kamu akan selalu menjadi remaja umur belasan! 

Sedang untuk saya pribadi, saya bersyukur sebab satu mimpi saya telah terkabul: menyaksikan GNR secara langsung. Entah kapan kesempatan seperti ini datang lagi. Ketika lagu “Paradise City” yang menjadi pemuncak encore kedua usai, para personel GNR memberikan penghormatan, dan Axl mengucap sampai jumpa, ada rasa sedih yang sedikit menjalar. 

Rasanya tak rela kalau konser agung ini berakhir. Tapi apa boleh buat, nothing last forever, even cold November Rain…[]

Minggu, 23 Desember 2012

Seperempat Abad Menunggu Guns N Roses (1)


Pre-scriptum: Tulisan GNR ini sudah dimuat di situs Jakartabeat kemarin. Tapi ternyata setelah dimuat, salah seorang narasumber berkeberatan namanya saya tulis, pun kisahnya untuk saya muat. Agar tak jadi aral di kemudian hari, sekaligus karena saya tak ingin hubungan personal dengan dia jadi terganggu, maka saya meminta staff redaksi Jakartabeat untuk menghapusnya. Sebagai gantinya, saya muat berseri di Foi Fun, tapi dengan nama narasumber disamarkan. Selamat membaca.

***

September 2012. Wendi Putranto mendapat kabar mengejutkan dari seorang kawannya yang merupakan seorang promotor musik. Kabar itu mengenai rencana kedatangan Guns N Roses (selanjutnya ditulis GNR) ke Indonesia. Wendi adalah Executive Editor di Rolling Stone Indonesia. Ia sudah sejak lama dikenal sebagai seorang metalhead yang tangguh. Pria berkacamata ini juga dikenal sebagai pendiri zine pertama di Indonesia, Brainwashed. Sebagai seorang petinggi di majalah musik waralaba terbesar dunia, Wenz –sapaan akrab Wendi-- memang sering mendapat kabar-kabar terbaru tentang dunia musik. Bahkan kabar yang termasuk rahasia.

"Waktu itu GNR masih belum confirmed jadi, masih rahasia" ujar Wenz.

Sang kawan menanyakan pendapat Wenz tentang tanggal konser yang sedianya akan bentrok dengan konser Sting, tanggal 15 Desember 2012. Wenz meneguhkan sang kawan. "Sikat!" tegasnya.

Wenz memang bersemangat ketika menyambut kabar baik ini. Konser GNR adalah salah satu konser yang ia tunggu sejak lama, sudah sejak 24 tahun lalu. Bagi Wenz, album Appetite for Destruction (1987) yang pertama kali ia dengar pada tahun 1988, benar-benar mengubah hidupnya. Album itu ibarat pintu gerbang yang lantas membuka wawasan Wenz ke mayapada musik rock yang lebih luas. GNR juga membawa banyak kenangan tentang masa remaja Wenz. Ketika masih duduk di kelas 2 SMP, Wenz sering melakukan air guitar dan headbang dengan sapu ijuk sembari mendengarkan lagu-lagu dari album Appetite for Destruction dalam volume maksimal. 

Sejak kerusuhan konser Metallica pada tahun 1993, konser band cadas di Indonesia dapat dihitung dengan jari. Hanya di tahun-tahun belakangan ini beberapa band rock luar negeri mau mengadakan konser di Indonesia. Animo penonton Indonesia pun ternyata luar biasa. Bisa jadi itu yang mendorong Indika Production mau mendatangkan GNR, band hard rock terbesar dunia sejak era 80-an, ke Indonesia.

Indika jelas melakukan perjudian disini. GNR nyaris tidak terlampau akrab dengan mayoritas generasi muda Indonesia yang mungkin lebih familiar dengan artis-artis K-Pop hingga bintang rock masa kini seperti Avenged Sevenfold atau Mastodon. Tapi pangsa penonton GNR juga sangat besar. Mengingat para penggemar mereka yang dulu adalah remaja sekarang sudah jadi kalangan thirty something yang sudah mapan, dan rela mengeluarkan banyak uang untuk menonton GNR. Selain itu, formasi GNR mutakhir yang sudah tidak menyertakan personel lama (Slash, Izzy, Duff, Steven) dan digantikan nama-nama baru, membuat banyak penggemar GNR bertanya-tanya: masihkan GNR bertaji, berbahaya dan layak ditonton?

"Setiap konser artis internasional apapun itu sebenarnya promotor berjudi, karena konser penuh dan ramai itu tidak pasti, tidak ada yang bisa menjamin sebuah konser bakal penuh dan laris tiketnya walau artisnya sangat populer. Pertimbangannya banyak hal, salah satunya faktor promosi. Kasusnya dengan GNR, ini adalah band rock yang sangat dikenal luas lagu-lagunya di Tanah Air, tak hanya di kalangan orang tua tapi juga anak-anak muda jaman sekarang. Ini karena lagu-lagu mereka masih sangat sering dimainkan di berbagai stasiun radio, seperti ‘Sweet Child O Mine,’ ‘November Rain,’ ‘Dont Cry,’ ‘Patience.’ Nama besar GNR (walau hanya tinggal Axl) dan berbagai cerita kontroversial tentang band ini membuat ribuan orang jadi penasaran untuk menyaksikan konsernya, disini lah hype kemudian terbentuk" terang Wenz panjang lebar.

Dan ketika GNR sudah dipastikan jadi menyambangi Indonesia, orang yang pertama kali diberitahu oleh Wenz tentang kedatangan GNR adalah Mister. "Kalau Guns N Roses jadi konser di Indonesia, pasti Mister orang pertama yang gue kasih tau" seloroh Wenz suatu ketika. 

***

Namanya Mister Brownstone (nama samaran). Tapi para karib memanggilnya dengan sebutan Mister. Sama seperti banyak remaja yang besar di era 80-an, Mister akrab dengan musik rock. Ia mengenal Metallica ketika masih duduk di bangku SD. Ia ingat, album Metallica yang ia gemari masa itu adalah Master of Puppets (1986). Ketika Metallica menyambangi Indonesia pada tahun 1993, Mister pergi menonton konser itu. Kala itu, ia masih berumur 14 tahun. Tapi sepulang konser ia malah digampar oleh sang kakak.

"Masih kecil udah sok metal lu!" 

Usut punya usut, ternyata Mister mencuri uang sang bapak. Mister kecil memang cerdik. Ia hafal dimana sang bapak yang punya usaha bengkel menaruh uang. Jadi ia mencurinya, lalu dibelikan tiket konser Metallica. Jadilah ia dihardik oleh sang kakak. Meski demikian, sang kakak lah yang mengenalkan Mister pada band yang kelak ia cintai dengan sepenuh hati: GNR.

"Bokap gue punya bengkel nih. Jadi suatu hari abang gue ngasih tau lagu keren, 'Rocket Queen' di mobil yang lagi di bengkel. Belum selesai didengerin, mobil itu diambil sama yang punya. Akhirnya abang gue nyuruh gue minta kaset GNR ke ibu" ujar Mister.

Saat itu tahun 1988. Album Appetite for Destruction baru masuk ke Indonesia. Mister baru berumur 9 tahun, masih duduk di kelas 3 SD.  Ketika album itu dibeli, sang ibunda Mister marah-marah. 

"Ini apa kok ada gambar salib dan tengkorak? Ini anti-christ ya? Musik setan ya?" seloroh Mister menirukan amukan ibunya dulu. Tapi Mister tak acuh. Setelah album debut itu dibeli dan track pertama 'Welcome to the Jungle' diputar, Mister 'meledak'. 

Sejak saat itu ia jatuh cinta kepada band dari Los Angeles tersebut. Ia sering memplesetkan namanya menjadi Axl "Mister" Rose. Atau ada pula sebutan, yang diciptakan oleh kawan-kawannya, Mister N Rombongan. Akhirnya Mister lebih dikenal sebagai Mister Rose. Itu untuk menunjukkan kecintaan terhadap Axl Rose, sang frontman GNR. 

"Itu sebutan dari si Wenz tuh!" kata Mister sambil tergelak.

Di awal bulan Oktober, kabar itu pasti sudah: GNR akan datang ke Indonesia pada bulan Desember. Konser itu akan jadi konser pertama dan satu-satunya Guns N Roses di Asia Tenggara. Wenz menepati janjinya dulu. Mister adalah orang pertama yang ia kabari tentang kedatangan Guns N Roses ke Indonesia.

"Kalo gue bisa ketemu Axl, bisa mati dengan tenang nih. Gue nggak bisa tidur neh ntar, bisa gila kepikiran terus" kata Mister perihal kedatangan GNR ke Indonesia.

***

Mister bisa jadi adalah salah satu aficionado GNR paling fanatik di Indonesia. Ia mengoleksi banyak pernak-pernik GNR. Mulai dari buku, kaos, hingga piringan hitam. Tanpa bermaksud menyombongkan diri, dia menunjukkan pada saya beberapa koleksinya. Salah satunya adalah piringan hitam langka album GNR Lies (1988) keluaran Inggris. Di album itu, tak ada garis hitam sensor yang menutupi dada perempuan telanjang di kover album. 

Selain itu ia juga punya piringan hitam Appetite for Destruction, first pressing, dengan kover asli bikinan Robert Williams. Kover kontroversial itu menunjukkan gambar absurd: robot pemerkosa, perempuan setengah telanjang, dan semacam monster alien berwarna merah yang muncul dari balik pagar. Gambar itu dianggap kasar dan brutal oleh banyak orang. Demi strategi pemasaran, gambar kover itu akhirnya diubah  dengan gambar yang lantas jadi klasik: salib bergambar tengkorak para personil GNR.  

Tapi fanatisme Mister pada GNR tidak hanya berupa barang. Mister juga tak segan mendatangi sang idola. Tahun 2010, mantan gitaris GNR, Slash, konser di Indonesia. Mister mendengar kabar itu. Selain menontonnya, Mister mengejar sang idola hingga ke bandara Juanda, Surabaya. Pertemuannya dengan Slash menjadi sangat sentimentil.

"Dia itu salah satu the most humble rock star in the world, man. Dia bahkan bawa case gitarnya sendiri" kata Mister mengenang pertemuannya dengan Slash. Waktu itu, tak ada penggemar lain yang menyambut Slash. Mister mengenang ia berlari-lari kecil di samping Slash sembari terus teriak "please sign my stuff."

Slash tak menoleh sedikit pun. Berkali-kali Mister memohon, Slash tetap bergeming. Ketika sampai di mobil, tanpa dinyana, Slash berbalik arah menuju Mister setelah menaruh gitar di mobil. Gantian Mister yang tergagap. Ia terdiam. Bahkan lupa menyodorkan buku untuk ditandatangani. Akhirnya Slash mencomot bolpoin dari tangan Mister dan menandatangani buku. Mister tak bisa menahan emosinya: ia menangis.

***

Muka Mister datar. Tapi tak bisa dipungkiri kalau ada aura marah dan kecewa yang tertahan. Sedari pagi ia kalut. Sebabnya ia mendengar kabar kalau konser GNR akan ditunda. Tempat konsernya pun akan pindah. Namun Mister masih yakin kalau konser akan berlangsung sesuai jadwal. Awalnya, konser GNR ditetapkan pada hari Sabtu, 15 Desember 2012 bertempat di Lapangan D Senayan. 

Tapi menjelang sore, Wenz mengirim sms pemberitahuan dari promotor Indika Pro tentang kepastian pembatalan. Konser akan diadakan pada hari Minggu, 16 Desember 2012, bertempat di Mata Elang Internasional Stadium (MEIS), Ancol. Mister bukan satu-satunya penonton konser yang kecewa. 

Ribuan orang lain turut merasakan geram dan kecewa yang sama. Apalagi para penggemar GNR yang datang dari luar Jawa. Ada banyak penonton datang dari Sumatera hingga Kalimantan demi menonton GNR. Konser memang hanya ditunda sehari, tapi efeknya jelas besar. Bayangkan dampaknya bagi para penonton dari luar Jawa yang memesan tiket pulang hari Minggu karena hari Senin mereka sudah harus kembali bekerja. Belum lagi para pejuang rock yang datang ke Jakarta tanpa tempat untuk menginap dan rela istirahat di emperan dan trotoar.

Ada banyak kabar burung yang berhembus mengenai kenapa konser ini ditunda. Ada yang bilang kondisi lapangan yang becek setelah terkena hujan, tidak memenuhi syarat keamanan konser skala internasional. Ada pula yang bilang “upeti” ke pihak keamanan kurang. Juga ada yang bilang kalau GNR takut hujan. Dan, ini yang paling kurang ajar, Axl takut terkena air hujan karena badannya bisa bertambah melar. 

"Tapi tak apa lah, ini mungkin ada hikmahnya. Gue jadi bisa beristirahat. Udah 2 hari ini gue kurang tidur." kata Mister legawa.

Saya menemui Mister di hotel Mulia, sebuah hotel bintang lima yang terletak di lebuh jalan Asia Afrika. Hotel itu juga menjadi tempat menginap personil GNR. Sudah 2 hari Mister menginap di hotel Mulia. Sudah bisa ditebak motivasinya: bertemu dengan para personel GNR.

"Gue udah ketemu sama semua personilnya", ujar Mister tanpa bermaksud sombong sembari memperlihatkan foto-fotonya bersama para personel GNR. Mulai dari Dizzy Reed, satu-satunya personil GNR era album Use Your Illusion (1991) yang masih tersisa; hingga Bumblefoot; DJ Ashba, dan Richard Fortus.

"Hanya Axl yang belum. He is untouchable. Dia gak keluar kamar sama sekali" sambungnya.

Meski sudah seperempat abad berlalu sejak GNR menyandang gelar sebagai The Most Dangerous Band in the World (dan sepertinya sebutan itu sudah tak valid lagi), tapi frontman paling berbahaya masih layak dikalungkan pada Axl Rose. Emosinya yang tak tertebak, juga --mungkin-- kebenciannya pada keramaian dan juga ketenaran, membuat ia sudah absen pada setiap konferensi pers GNR sejak bertahun-tahun lalu. Kalau sedang mengadakan tur, Axl juga jarang keluar dari kamarnya.

"Kalau Axl tanda tangan di buku dan piringan hitam ini, gue janji bakal jadi anak paling baik sedunia" kata Mister penuh harap. (Bersambung)

Sabtu, 22 Desember 2012

5 Lagu Untuk Malam Pertama


"@masjaki terakhir kalinya tidur sendirian nih"
Twit Fakhri Zakaria kemarin

Kawan baik saya, Fakhri Zakaria, sang begawan musik indie, pengamat musik terkenal, jurnalis musik sensasional, hari ini melangsungkan pernikahan. Sebelumnya, saya ucapkan selamat menempuh hidup baru ya Jak!

Banyak orang berpikir kalau bagian deg-degan hanya ada ketika mengucap akad nikah. Tapi mereka salah.  Bagian yang paling menggetarkan hati adalah ketika menghadapi malam pertama. 

Saya mengenal Jaki sebagai sosok pria yang santun. Selama saya mengenalnya, jarang sekali saya memergokinya berkata mesum. Apalagi berbuat mesum. Nyaris nihil. Karena itu saya berpikir, malam pertama baginya adalah benar-benar malam pertama. Saat dimana dia bisa mempraktekkan adegan-adegan dari film semi-porn yang ia tonton sembunyi-sembunyi ketika remaja dulu; juga membuat nyata imajinasi yang ia dapat dari hasil membaca artikel-artikel dewasa. Grogi? Itu pasti. Terutama karena sebab yang sudah jelas: Jaki nirpengalaman. Bukan begitu Jak?

Biar tidak grogi, maka saya pilihkan 5 lagu untuk menemaninya relaks ketika menghadapi malam pertama. Semoga dia tahu cara 'melakukannya'. Oh ya, daftar lagu ini sengaja saya pilih dari band/penyanyi glam rock/ hair metal. Sebabnya jelas, mereka punya banyak stok lagu-lagu kinky yang cocok untuk diputar pada malam pertama. Orang dulu bilang, nikah itu bagian enaknya cuma 1%. Lho, yang 99% apa? Uenaaaaak. Begitulah. Semoga lagu-lagu ini bisa mengantarkan Jaki untuk merasakan 1% rasa enak dan 99% rasa uenaaaak. Jadi ini dia daftarnya:

1. Billy Idol - Rebel Yell

Penyanyi bernama asli William Michael Albert Broad ini memang betul-betul liar dan nakal. Ia bisa menjadikan kisah tentang bermain cinta menjadi lagu rock yang begitu elegan dan maskulin. Bayangkan, ia bisa memikirkan lirik "...in the midnight hour, she cried more more more." Sungguh binal tapi di saat bersamaan terasa maskulin bukan? Membayangkan Billy, sang pangeran cinta, berdiri tegap, kepala mendongak angkuh, sedang sang perempuan meratap "...lagi mas, lagi dooong." Jak, this song is definetely for you! Buat dia minta tambah! :))

Last night a little dancer came dancin' to my door
Last night a little angel Came pumping cross my floor
She said "Come on baby I got a licence for love
And if it expires pray help from above"

In the midnight hour she cried- "more, more, more"
With a rebel yell she cried- "more, more, more"
In the midnight hour babe- "more, more, more"
With a rebel yell- "more, more, more"
More, more, more.

She don't like slavery, she won't sit and beg
But when I'm tired and lonely she sees me to bed
What set you free and brought you to be me babe
What set you free I need you hear by me
Because

In the midnight hour she cried- "more, more, more"


2. Cinderella - Shake Me

Cinderella selama ini identik dengan perempuan yang tertindas. Cinderella identik dengan perempuan baik-baik. Tapi ketika nama itu dijadikan nama band hair metal, imejnya langsung runtuh. Maka lagu "Shake Me" menjadi salah satu lagu kebangsaan Cinderella, tentang permainan cinta yang panas. Sepanjang malam. Bahkan ketika pagi datang, mereka masih saja kuat. Apakah ini akan terjadi padamu Jak? Kamu harus bisa kuat Jak. Harus!


I met this girl around quarter to ten
We made it once, she said "make me again."
She wrapped her love around me all night long
In the mornin we were still goin strong

Now let me tell ya, it sure feels good
First time I saw that girl I knew it would
Now let me tell ya, it sure felt right
No pullin teeth, she didn't want to fight, she said

Shake me, all night, she said
Shake me, shake it, don't break it baby
Shake me, all night, she said
All night long
All night long baby

Screamed and scratched and rolled out of the bed
I never really got her out of my head
And now and then she makes those social calls
Gives me a squeeze, gets me kickin' the walls

Now let me tell ya, it still feels tight
And we were shakin' after every bite
I feel her comin' in the middle of the night
Screamin' higher

3. Danger Danger - Naughty Naughty

Danger Danger adalah salah satu band hair metal yang cepat naik dan cepat dilupakan zaman. Album debut s/t (1989) mendapat sukses yang lumayan besar. Tapi setelah itu, nama mereka sedikit hilang tertelan besarnya gelombang hair metal. Tapi di album debut itu, Danger Danger menampakkan kelasnya sebagai band hair metal yang seharusnya. Agak nakal dan sedikit genit. Komposisi "Naughty Naughty" adalah salah satu contohnya. Rock n roll ringan dengan karakter vokal yang ringan pula, ditambah sedikit dentingan piano. Maka jadilah lagu yang cocok sekali menemani malam pertama. Start your little fire tonight Jak!

Come a little closer, baby
It's all right
Maybe we can start a little fire tonight
Pull the shades, lock the door
Don't waste my time, girl
You'd better be sure
Cause I know what I want
And I know how to get it
So baby if you're ready to play

Let's get naughty naughty
Down & dirty
Naughty naughty
Oh I like it that way

That dress you're wearing makes you look so cute - naughty naughty
But girl you'd look better in your birthday suit
Take my hand, feel my love
Tonight's the night wer're gonna shake it up, shake it up

Cause I know what you want 
And you're gonna get it
Baby if you're ready to play

Let's get naughty naughty 
Down & dirty
Naughty naughty
Oh I like it that way

Cause you know what I want 
And I'm gonna get it 
Baby if your ready to play
Step this way - naughty naughty 
Why don't you slide on over here baby
Yeah that's it 
Don't worry I won't bite ya - not yet
Why don't we could uh....
What kind of girl do you think I am?

4. Kiss - Come On and Love Me

Salah satu band dedengkot glam rock. Rumor mengatakan kalau Gene Simmons sudah meniduri setidaknya 1000 perempuan. Begitu pula para personil lainnya. Itu membuktikan kebenaran "Untuk menggaet perempuan, tak perlu wajah tampan, jadilah rockstar!" Bayangkan, Andhika eks Kangen Band saja mempunyai jejak panjang asmara dengan para perempuan. He's not even a rockstar! 

Oke, balik lagi ke tujuan awal. Karena track record yang panjang dengan para perempuan itu, Kiss dengan mudah bisa menuliskan kisah-kisah percintaan itu dalam sebuah lagu. Salah satunya adalah "Come On and Love Me" yang sangat terkenal, bahkan jadi semacam lagu kebangsaan Kiss selain "Rock and Roll All Night"

She's a dancer, a romancer
I'm a Capricorn and she's a Cancer
She saw my picture in a music magazine
When she met me, said she'd get me
Touched her hips and told me that she'd let me
I took her hand, baby this is what I said

I said baby, baby, don't you hesitate
'Cause I just can't wait
Lady, won't you take me down to my knees
You can do what you please
Come on and love me

I'm a man, I'm no baby
And you're lookin' every inch a lady
You're good lookin' and you're lookin' like you should be good
You were distant, now you're nearer
I can feel your face inside the mirror
The lights are out and I can feel you, baby, with my hand

5. White Lion - Hungry

Mike Tramp. Orang sekarang mengenalnya sebagai suami dari artis kelas tiga Indonesia. Karirnya sebagai vokalis White Lion pun mandeg. Tapi dulu, orang-orang mengenalnya sebagai supersonic love machine! Aura Eropa aristrokratis kental menguar dari balik rambut, senyum, dan cara dia bicara. Dia binal, liar, ganjen, menggoda, bahkan buas. Ia menganggap medan percintaan adalah medan perburuan mangsa. Baginya, permainan cinta adalah untuk menuntaskan rasa lapar. Buassss! "Hungry" menjadi salah satu buktinya. Dengan lirik yang liar, dan sentuhan two-handed tapping ala Vito Bratta, ini merupakan lagu yang pas untuk menemanimu mengacak-ngacak sprei bersama pasanganmu. Jaki, untuk semalam, kamu harus bisa menjadi seperti Mike. Jadilah liar dan lapar! Stay Hungry!

Baby, baby look so fine 
let me know that you'll be mine 
cause I don't wanna be alone tonight 
pick me up and take me home 
let your love be all I own 
just be my baby through the night 
baby take off your leather 
and show me all your lace 
gimme lovin one thousand ways 

cause I'm hungry 
yes, I'm hungry 
Oh so hungry 
hungry for your love 

keep your engine running high 
when you take my love inside 
but hold the trigger on my loaded gun 
show me that your touch is right 
and take to the top tonight 
hurt me baby but don't let me cry 
cause your touching gets me crazy 
and your teasing drives me wild 
I need your love like a little child 

Jumat, 21 Desember 2012

GNR, Kiamat, Deadline


Akhirnya. Konser 3 jam itu ditutup dengan megah dan adiluhung. Ada encore hingga dua kali. Yang terakhir adalah yang paling menggetarkan. Lagu "Paradise City" dari album Appetite for Destruction (1987) dimainkan. Semua penonton melompat, bernyanyi, dan berteriak. Yah, ada beberapa yang enggak sih. Lebih sibuk dengan sabak digital dan berkicau via twitter. 

Saya jadi terlihat lebih kurus kan?

Sepulang dari konser, sisa-sisa ingatan melekat dengan kuat. Mulai dari saat mengambil tiket di kantor Rolling Stone Indonesia, bertemu Axl di hotel Mulia, ngebut menuju Ancol naik mobil bareng mas Gucap diiringi lagu-lagu dari album GNR Lies (1988) dan Chinese Democracy (2008), hingga momen sentimentil: meratap seperti orang kesasar di tempat asing dan tak bisa pulang gara-gara akhirnya bisa menonton GNR secara langsung.

Tentu ingatan bisa berkhianat. Karena itu saya menuliskan kepingan ingatan dalam sebuah  tulisan. Jadinya panjang. Kalau saya tidak salah hitung, sekitar 14 halaman. Entah kenapa, susah sekali menuliskan tentang konser ini secara pendek. Jadi maafkan kalau saya bertele-tele. Oh ya, untuk sementara tulisan itu belum bisa saya tayangkan di Foi Fun. Jakartabeat sudah menunggu tulisan ini untuk diterbitkan, dan sekarang sedang dalam proses penyuntingan. Penerbitan tulisan itu pun agak molor karena satu dan beberapa hal. Jadi harap sabar ya, hehe. Nanti kalau sudah diterbitkan di Jakartabeat, akan saya muat secara berseri di Foi Fun.

Oh ya, sekarang sudah memasuki minggu akhir di bulan Desember. Sebentar lagi almanak 2012 akan segera masuk tong sampah. Kecuali kalau kalender kalian adalah kalender bergambar perempuan seksi dengan payudara berukuran sentosa. Sayang untuk dibuang bukan? Bisa lah untuk jadi teman melewati malam-malam kalian yang kesepian. 

Oke, balik lagi ke perbicangan sok bijak. Apa yang sudah kalian lakukan selama setahun belakangan? Rasa-rasanya saya butuh waktu agak lama untuk memikirkan jawaban untuk pertanyaan itu. Tapi satu yang pasti, akhirnya salah satu mimpi masa kecil saya terpenuhi lagi: menonton GNR secara langsung. Andaikan ramalan suku Maya itu benar, hari ini akan kiamat, maka kiamatlah! Saya sudah rela. 

Kemarin ketika selesai menonton GNR, saya berujar dengan rasa puas ke Rani, "Mimpiku di dunia musik sudah selesai." Rani malah balik memarahi saya. Dia bilang harusnya saya bikin mimpi baru. Dia benar. Seharusnya, tak secepat ini saya berpuas diri. Harus ada mimpi-mimpi lain yang dipancangkan. Walau entah kapan ia akan terwujud. Nah, salah satu mimpi saya yang lain adalah menonton Rocklahoma Festival secara langsung. Tapi entah kenapa, Rocklahoma yang dulu dihelat untuk menghadirkan kembali masa kejayaan hair metal, mendadak berubah haluan. Banyak band-band di luar hair metal yang ikut masuk dalam line up penampil. Beberapa bahkan menjadi penampil utama. Lama kelamaan, bisa jadi, menonton langsung Rocklahoma Fest bisa saya coret dari daftar mimpi saya. Huhuhu.

Disini sedang hujan. Lama sekali. Sedang deadline masih menanti esok hari. Andaikan saja kiamat jadi datang hari ini, oh deadline tak perlu kutepati...

Jakarta, 21 Desember 2012

Jumat, 14 Desember 2012

I Am Gonna See Them Live!




Ketika tangan ini menerima tiket bertuliskan Festival A, saya tersenyum lega. Lelah selepas perjalanan menaiki kereta ekonomi dari Yogyakarta ke Jakarta, akhirnya terbayar juga. Ya, saya akan menyaksikan band idola saya sepanjang masa: GUNS N FUCKING ROSES! LIVE! Fakk!

Tulisan tentang konser ini segera menyusul ya :)

Selasa, 04 Desember 2012

If...


Alkisah, pada awal 90-an, ada seorang lelaki yang sedang kasmaran. Dengan segala usaha, ia berusaha mendekati sang perempuan idaman. Sayangnya, usahanya kandas. Cintanya karam. Memang, seringkali cinta tidak bertepuk dengan kedua tangan. Sang lelaki yang cintanya kandas itu lantas membuang gundah dengan berbotol-botol bir. Kawan-kawannya gembira karena mendapat bir gratis.

Konon, sang lelaki itu mendekati perempuan incarannya dengan lagu Tracy Chapman, "Baby Can I Hold You." Lagu itu sangat booming pada awal 90-an. 

Tapi sepertinya ada yang salah disini. Kalau semisal lelaki itu menjadikan lagu ini untuk merayu sang perempuan incaran, ia jelas salah besar. Lagu Tracy ini berkisah tentang rasa penyesalan. Menyesal karena rasa sayang yang tak sempat terucap. Ketika ia sadar, semua terlambat. Sang gebetan sudah jadi milik orang lain. Jadi sebenarnya, "Baby Can I Hold You" lebih pantas jadi soundtrack patah hati ketimbang lagu untuk merayu perempuan.

Itu adalah kisah yang diceritakan Yus Ariyanto pada tulisan "7 Lagu Cinta Paling Anu"yang ia tulis pada medio Agustus 2010. Saat itu saya dan Philips Vermonte sedang iseng-iseng menulis 5 lagu paling romantis. Virus itu ternyata menular ke mas Yus --begitu saya memanggil sang bapak dua anak itu. Dalam salah satu daftar, tercantumlah lagu Tracy Chapman beserta kenangan mas Yus perihal cinta sang kawan yang kandas.

***
Tracy Chapman adalah seorang penyanyi berkulit hitam yang sangat populer pada akhir 80-an hingga pertengahan 90-an. Perempuan yang dibesarkan dalam keluarga pekerja ini sudah menulis lagu semenjak masih berumur 8 tahun. Ketika remaja, musisi kelahiran Cleveland ini sering mengamen di kawasan Harvard Square yang tersohor itu. Sesekali, ia menyandang gitar dan pamer suara di beberapa kafe di seputar Cambridge.

Ia lantas merilis album self titled pada tahun 1988. Perempuan lulusan Universitas Tuft ini lantas mulai dikenal semenjak itu. Album pertamanya memenangkan tiga buah penghargaan Grammy, termasuk kategori Artis Pendatang Baru Terbaik. Sarjana Antropologi dan African Studies ini juga mulai rutin mengadakan konser. Tracy memang penyanyi yang punya karakter. Suaranya berat. Penampilannya maskulin. Karena paduan suara macam bas dan penampilan yang maskulin itu, orang seringkali bingung mengenai jenis kelamin Tracy. Selain itu, Tracy memang bukan sekadar penyanyi semenjana. Ia maestro dalam menulis lirik.

Lagu-lagu Tracy banyak berkisah tentang perlawanan terhadap penindasan. Ia juga berkisah tentang kehidupan kaum proletar. Sebagai seorang yang sangat paham tentang African Studies, Tracy menjelma menjadi penyanyi yang punya kesadaran politik. Pada "Talking 'Bout Revolution" misalnya. Ia berkelakar tentang revolusi yang, walau hanya terdengar lamat-lamat, pasti akan terjadi.

They're talkin' about a revolution// It sounds like a whisper //While they're standing in the welfare lines/Crying at the doorsteps of those armies of salvation//Wasting time in the unemployment lines/Sitting around waiting for a promotion.

Pada "Fast Car", Tracy bercerita tentang drama kehidupan rumpil ala Amerika yang sepertinya hanya bisa terjadi di negara dunia ketiga: ayah pemabuk, ibu minggat, sedang sang ia harus keluar sekolah karena harus kerja untuk bertahan hidup. Menyimpan sedikit demi sedikit uang. Sembari tetap memeram keinginan untuk kabur dari semua kondisi hidup yang begitu masyakarah.

You got a fast car/And I got a plan to get us out of here//I been working at the convenience store/Managed to save just a little bit of money//We won't have to drive too far/Just 'cross the border and into the city//You and I can both get jobs/And finally see what it means to be living

Tapi Tracy juga perempuan normal. Di sela-sela kesadaran politik dalam album pertamanya, ia masih tetap berbicara hal yang universal: cinta.

Tapi tetap, cintanya adalah cinta berbalut tragedi. Salah satu lagunya yang paling terkenal adalah "Baby Can I Hold You", sebuah lagu yang berkisah tentang luka yang tertakik karena terlambat menyatakan perasaan. Rasa penyesalan itu lantas menahun dan mengeras. Semacam rasa sesal yang membatu dan susah untuk luruh. Dengan petikan gitar yang sendu, Tracy bernyanyi dengan lirih:

Forgive me
Is all that you can't say 
Years gone by and still 
Words don't come easily 
Like forgive me forgive me 

But you can say baby 
Baby can I hold you tonight 
Maybe if I told you the right words 
At the right time you'd be mine 



***
Pernah dalam suatu masa saya menuliskan: perasaan yang tak disampaikan adalah perasaan yang gagal. Saya lupa kapan menuliskan itu. Tapi beberapa kawan lantas menjadikan kalimat itu sebagai pegangan. Entah pegangan untuk apa. Bisa jadi sebagai pendorong untuk berani menyatakan perasaan.

Saya punya beberapa kawan yang hatinya begitu besar. 

Sebut saja kawan saya itu sebagai Nur Fahmi (bukan nama sebenarnya). Ia pernah mengejar seorang perempuan yang ia kasihi. Sedemikian rupa usahanya. Kalau saja sang perempuan menyaratkan ia untuk mendaki Semeru dan memetik Edelweis untuknya, Fahmi akan senang hati melakukannya. Fahmi mungkin sadar kalau ia bakal ditolak oleh sang perempuan. Tapi keberanian menyatakan perasaan adalah kewajiban. Ditolak atau diterima adalah lain persoalan. 

Akhirnya, pada suatu siang sepulang sekolah, Fahmi menyatakan perasaan. Jawabannya seperti yang sudah ia duga sebelumnya. Tapi ia tak patah hati. Eh, patah hati sih iya. Tapi rasa lega karena telah mengungkapkan perasaan mengalahkan rasa sakit karena patah hati.

Tapi ada pula beberapa orang kawan yang lebih memilih untuk memendam perasaan. Bagi mereka, cukup tuhan dan dia sendiri yang tahu perasaannya.

Maka ketika sang perempuan idaman tak tahu perasaannya dan menerima uluran tangan orang lain, rasa sesal adalah satu-satunya hal yang tertinggal. Akan ada perasaan seperti yang ditulis oleh Tracy: Maybe if I told you the right words, at the right time you'd be mine. Kata kuncinya ada pada: if.

If...

Selasa, 27 November 2012

Robbin Crosby: I've Lived the Life of Ten Men

Masih ingat film D'Bijis?

Saya ingat samar-samar. Kisahnya cukup menarik. Tentang band rock yang tenar di era 90-an, The Bandits. Band itu bubar saat sang vokalis kecanduan narkoba. Anggotanya berpencar entah kemana. Sang vokalis yang diperankan singkat oleh Darius Sinathrya akhirnya meninggal. Beberapa tahun setelahnya, adik sang vokalis berusaha menyatukan kembali The Bandits.

Mulailah sang adik mencari para mantan anggota The Bandits. Titimangsa ternyata sudah merubah para anggota band sedemikian rupa. Sang gitaris kerja di bar dangdut, sang bassist jadi waria, sang drummer jadi suami yang takut istri. Ketika semua terkumpul, ternyata ada 1 orang yang belum ditemukan. Sang keyboardist.

Setelah usaha pencarian, akhirnya ditemukanlah sang keyboardist. Ia yang dulu gagah dan jagoan dibalik tuts keyboard, sekarang jadi couch potato. Badannya  jadi sangat gemuk. Ia seakan tak punya gairah hidup. Apalagi gairah untuk membangkitkan lagi band yang sudah lama bubar. Tapi ia masih menyimpan api dalam hati. Ia masih hafal nama-nama keyboardist idolanya. Akhirnya sang keyboardist kembali dalam band. Band sukses. Happy ending.

***
Bagi yang tumbuh besar di era kejayaan glam rock/ hair metal 80-an, pasti tak akan asing dengan nama Ratt. Band ini merajai Sunset Strip. Band yang formasi solidnya adalah Stephen Pearcy (vokalis); Warren DeMartini (gitar); Robbin Crosby (gitar); Juan Croucier (bass) dan Bobby Blotzer (drum) ini merilis album s/t pertama mereka pada tahun 1983. Nama mereka makin menjulang ketika album kedua, Out of the Cellar (1984) dirilis. Album itu melejitkan lagu rock yang dengan segera menjadi klasik, seperti "Round and Round" dan "Back for More".

Selain itu, album ini juga mempertunjukkan kombinasi DeMartini dan Robbin yang azmat. Permainan gitar mereka begitu padu. Mereka saling mengisi. Tapi kalau sedang binal, mereka seringkali duel solo gitar. Robbin juga turut menjadi penulis lirik dalam banyak lagi Ratt, termasuk "Round and Round" hingga "Lay It Down".

Robbin Crosby

Robbin lantas menjadi salah satu idola baru di industri rock kala itu. Badannya yang tegap dan gagah, sorot matanya yang tajam, rambut pirang yang cemerlang, serta permainan gitar yang dahsyat, membuatnya dengan cepat menjadi pujaan.

Selepas album keenam mereka, Detonator (1990), pada tahun 1991 Robbin keluar dari band. Ada banyak versi alasan kenapa ia keluar. Yang paling dianggap benar adalah ketergantungan Robbin terhadap narkoba yang sudah mencapai taraf akut. Rehabilitasi tak banyak membantu. Pada tur Jepang pada bulan Februari 1991, Robbin tampil kacau di panggung. Ia seringkali tiba-tiba tidak sadar dan lupa chord gitar.

Setelah tur itu selesai, Robbin tak lagi bermain bersama Ratt. Penggantinya adalah Michael Schenker, mantan gitaris Scorpions. Ratt akhirnya bubar pada tahun 1995.

***

Lama tak terdengar kabarnya, Robbin muncul pada sebuah wawancara dengan VH1 pada tahun 1999. Ia mengakui kalau ia positif HIV. Tapi pernyataan itu baru ia sebarkan pada khalayak umum pada tahun 2001. Ia menyatakan kalau sudah positif HIV sejak tahun 1994. 

Gaya hidupnya yang ugal-ugalan pada masa mudanya dipastikan menjadi penyebab. Tapi ia tidak menunggu kematian datang menjemput. Ia masih sibuk di beberapa proyek musik, hingga menjadi pelatih tim baseball anak-anak.

***

Saya melihat beberapa kemiripan antara Robbin dengan keyboardis di film D'Bijis itu. Mereka sama-sama anak band. Band mereka juga sama-sama gulung tikar. Hidup mereka jadi berubah drastis ketika berhenti bermain band. Dan: tubuh mereka sama-sama jadi gemuk.

Robbin meninggal di umurnya yang ke 41 pada 6 Juni 2002. Bukan karena HIV yang menggerogoti, melainkan karena overdosis heroin. Ketika meninggal, bobot tubuhnya mencapai 180 kg!  Konon badan yang sedemikian berat itu disebabkan adanya kerusakan pada pankreasnya. Banyak orang terperanjat dengan perubahan fisik Robbin. Apalagi para fans yang dulu memuja tubuh atletis dan gagah milik Robbin.

Beberapa malam ini saya kembali rajin mendengarkan kembali Ratt. Sebenarnya, dulu saya tak begitu tertarik dengan band ini. Tapi entah kenapa perlahan-lahan saya mulai menyukai mereka. Idola saya di band ini bukan Stephen Pearcy, melainkan duo gitaris DeMartini dan Robbin. Mereka gitaris yang punya identitas dan karakter diantara banyak gitaris lain pada era hair metal.

Kebetulan pula, ketika iseng mengetikkan nama Robbin Crosby beberapa waktu lalu, ada sebuah video yang menunjukkan permainan gitar Robbin yang terakhir kali. 


Pada video yang diambil pada akhir tahun 1999 tersebut, tampak badan Robbin yang sudah sangat gemuk. Video itu diunggah pada tanggal 15 Desember 2009. Meski bentuk fisiknya berubah drastis, ia tak kehilangan ketrampilannya. Walau jari-jarinya sudah menjadi lebih besar, mereka masih lincah menari diatas fret.

Banyak orang yang sedih ketika Robbin meninggal. Tapi semoga mereka juga ingat pesannya pada sebuah wawancara.

"When I die, nobody cry at my funeral, in fact let's all have a party; I've lived the life of ten men. I lived all my dreams and more."

Sabtu, 24 November 2012

Satchel!

Belakangan ini saya rutin sekali menyimak video-video Steel Panther. Bagi yang belum tahu tentang band ini, segeralah cari tahu. Mereka adalah band dari Los Angeles. Sebelum bernama Steel Panther, mereka bernama Metal Skool. Michael Starr (vokal), Satchel (gitar), Lexxi Foxx (bass), dan Stix Zadinia (drum) rutin manggung sebagai cover band bagi musik-musik 80's hair metal. Mereka sudah mengeluarkan tiga album sejauh ini. Album Hole Patrol dikeluarkan pada tahun 2003 ketika mereka masih bernama Metal Skool. Lalu ketika sudah bernama Steel Panther, mereka mengeluarkan Feel the Steel (2009) dan Balls Out (2011).

Mereka menjadi band heavy metal yang sedang ramai diperbincangkan sekarang. Selain lagu-lagu mereka yang memang keren, juga tingkah polah mereka yang sangat binal, skill mereka begitu mumpuni. Punya pengalaman bertahun-tahun sebagai band cover yang sudah tampil ribuan kali, membuat mereka begitu matang. Baik secara materi lagu maupun aksi panggung.

Tapi saya tidak akan membicarakan tentang Steel Panther secara keseluruhan. Saya akan berbicara mengenai Satchel sang gitaris. Begitu banyak gitaris hebat di jagat rock n roll. Dari jaman Jimi Hendrix sampai Van Halen. Dari Ian Antono hingga Mus Mujiono.


Nama Satchel tentu masih dianggap bau kencur. Padahal dia sudah sangat lama berkecimpung di dunia gitar. Pada awal dekade 90-an, gitaris bernama asli Russ Parrish ini adalah instruktur gitar di The Guitar Institute of Technology pada Hollywood's Musician Institute. Setelah sempat membuat band dengan Jeff Pilson (dari Dokken), Satchel sempat bergabung dengan frontman Judas Priest, Rob Halford, dalam band Fight. Sejak tahun 1993 hingga 2008, Fight sudah mengeluarkan 6 album. Nama Satchel semakin berkibar ketika bergabung dengan Metal Skool yang lantas bermetamorfosa menjadi Steel Panther.

Yang membuat saya geleng-geleng kepala dengan permainan Satchel adalah daya konsentrasinya yang tinggi. Steel Panther dikenal sebagai band dengan aneka ria gimmick. Seringkali Satchel bermain gitar seraya menirukan gaya orang bersetubuh. Salah satu yang bikin saya sedikit melongo adalah ketika, pada satu panggung, Satchel memainkan "Crazy Train"-nya Ozzy Osbourne tanpa kesalahan apapun. Padahal kala itu ia dikerubuti oleh banyak perempuan, dan Satchel ikut joget bareng mereka.

Tapi dari semuanya, coba simak ketika Steel Panther memainkan lagu "Party All Day (Sex All Night)" di Playboy Mansion. Tempat ini adalah tempat tinggal Hugh Hefner, sang bos Playboy yang tersohor. Di tempat itu, Satchel memainkan lagunya dengan tenang dan tanpa kesalahan sedikit pun. Padahal, ia di panggung dengan banyak sekali perempuan telanjang dada. Ia juga dengan muka tengilnya, mengusap-usapkan wajahnya pada belahan dada seorang perempuan. Tak lupa ia juga menirukan gerakan orang bersetubuh. Gila! Daya konsentrasinya ibarat pedang samurai yang sudah ditempa selama bertahun-tahun. Tajam dan tanpa cela.

Coba simak video Satchel dan Steel Panther ketika bermain di Playboy Mansion ini. Ssst, segeralah menonton sebelum Youtube menghapus video vulgar dan tanpa sensor ini :p


I play Kramer guitars, which are bitchin'. And they're totally heavy metal. Their guitars have six strings. I know a lot of kids these days are playing seven-string guitars and shit. But if you can't get the tone you need out of six strings then you need to fucking put the guitar away and pick up like a harp or a fuckin' bassoon or something, because the guitar is a fucking six-string beast. You should be able to make a guitar sound bitchin' with six strings.
(Satchel)

Jumat, 23 November 2012

Rumah Yang Hilang


Where we love is home - home that our feet may leave, but not our hearts
(Oliver Wendell Holmes)

Seberapa penting rumah bagi anda? Ada beberapa orang yang bahkan tak perduli dengan rumah. Bagi mereka, pergi dari rumah adalah bentuk kebebasan yang memabukkan. Tapi ada pula orang yang menganggap rumah adalah tempat ia kembali setelah lelah menempa diri di luar sana.

Roy Boy Harris, sang petualang itu, selalu merindukan rumah kala ia berpergian. Setelah lelah di jalan, maka ia kembali menyeret kakinya. Menuju rumah. Di rumah, segala kasih untuknya tercurah.

Saya punya kenangan pahit dengan rumah yang hilang. Bukan rumah saya, melainkan rumah almarhum kakek dari pihak ayah. 

Rumah Mbah Co --begitu saya memanggil beliau-- ada di Lumajang. Sebuah rumah khas pedesaan dengan halaman depan dan belakang yang luas. Mbah Co punya usaha ayam potong. Di bagian belakang rumah, biasanya saya selalu mengintip dengan sedikit takut, bagaimana Mbah Adam --saudara Mbah Co-- memotong ayam dan membersihkan bulunya. Di halaman belakang pula, banyak angsa peliharaan Mbah Co. Lalu ada pohon kedondong berukuran gigantis. Saya selalu suka menaiki pohon itu. Mbah Ti --istri Mbah Co-- selalu khawatir dan meneriaki saya untuk segera turun. Waktu panen, maka tak ada alasan untuk tidak mabuk kedondong. Untuk memakannya, ada cara mudah. Yakni menjepitkannya ke pintu. Kedondong itu akan remuk, dan kita tinggal memakannya dengan cara menggerogotinya dengan gigi bagian atas.

Tapi sayang, di saat Mbah Co menikmati hari tua, ia ditipu oleh rekan bisnisnya. Rumah itu akhirnya harus dijual. Rumah tempat tinggal Mbah Co dari tahun 40-an. Tempat ayah saya tumbuh besar. Tempat dimana Mbah Adam mengajari saya maen dam-daman --catur ala Jawa--. Tempat dimana suatu malam saya melihat Om Ammar menghitung angka dalam tabel-tabel, yang kelak saya tahu kalau itu adalah salah satu pedoman meramal angka togel.

Begitu banyak kenangan di rumah itu. Dan waktu Mbah Co resmi meninggalkan rumahnya, saya masih terlalu kanak untuk memahami sorot matanya yang penuh kepiluan.

Kenangan pahit itu kembali terulang siang ini.

Baru saja saya selesai menanak nasi, ada pemberitahuan di grup facebook "Keluarga Besar H. Nawawi". Itu adalah grup tempat keluarga besar ayah saya berkumpul. Dari mulai kakek, nenek, paman, bibi, hingga sepupu, semua berkumpul disana. 

Lantas saya melihat sesuatu yang mengejutkan. Tante Arie, adik sepupu ayah, memposting foto rumah masa kecilnya yang rata dengan tanah. Rumah masa kecil tentu begitu sarat arti. 





Dulu, keluarga besar ayah saya tinggal di daerah Kampong Kebon, sebuah daerah di tengah kota Jember. Ayah sempat pula tinggal lama di daerah itu. Rumah kakek ayah sekarang menjadi apotik Bima. Di sebelahnya, adalah rumah Mbah Pat --nama aslinya Fatimah, tapi lebih akrab dipanggil Mbah Pat. Mbah Pat punya 4 orang anak: Om Hadi, Tante Arie, Tante Vivi, dan Om Totok. Mereka tumbuh besar disana. Dengan segala kenakalan masa kecil yang kelak kalau diceritakan kembali, akan mengundang tawa penuh seluruh.

Beranjak dewasa, satu persatu dari mereka mulai meninggalkan Jember dan rumahnya. Om Hadi bekerja di Surabaya, Tante Arie ikut suaminya dinas di Jambi. Tinggal Tante Vivi (saya lebih suka memanggilnya dengan sebutan 'mbak') dan Om Totok. 

Rumah Kampong Kebon dan Sikin

Berbicara tentang rumah Kampong Kebon, ingatan saya melayang pada Sikin.

Saya ingat, waktu masih kecil, saya sering main ke rumah Mbak Vivi. Waktu itu Mbak Vivi masih bekerja di Matahari Department Store. Ayah yang sering mengajak saya kesana. Saya sering bercengkrama dengan Sikin. Orang ini lucu. Kepalanya botak. Umurnya sudah 60-an. Kalau ngomong sering aneh-aneh. Orang menganggapnya gila karena omongannya yang acap melantur. Tapi ayah lantas bercerita kalau Sikin dulu adalah satu diantara 3 orang Jember pertama yang bisa berkuliah di UGM. Kala UGM masih baru berdiri, seluruh pelajar di Indonesia berebutan untuk bisa jadi mahasiswa disana. Hanya sedikit yang terpilih. Sikin adalah salah satunya.

Tapi memasuki pertengahan studi, Sikin dirundung kemalangan. Semua berawal dari meninggalnya sang ibu. Lalu disusul oleh --kalau tidak salah-- sang istri yang ikut meninggal. Sikin goncang. Studinya tak selesai, dan ia pulang ke Jember membawa sisa-sisa kebesarannya yang lantas jadi legenda. Tapi orang tak menaruh peduli pada Sikin. 

Rumah Sikin ada di belakang rumah Mbah Pat. Dulu sewaktu masih 'normal', Sikin adalah orang berpunya. Rumahnya besar. Tapi ketika menjadi 'abnormal', Sikin pun ditendang oleh saudara-saudaranya. Ia hanya diberikan satu ruangan kecil di samping rumah. Saya pernah diajak masuk ke dalamnya.

"Jangan ikut Sikin, nanti kamu dimakan", ujar seorang tetangga Mbah Pat menakuti saya. Tapi saya cuek.

Rumah Sikin --lebih tepat disebut kamar-- adalah sebuah ruangan kecil yang penuh sesak dengan barang-barang. Segala macam barang ada di situ. Dari kulkas mati, yang isinya adalah tumpukan buku-buku, mulai Fisika hingga Kimia; biola; buku catur; gitar; keris; buku SDSB; hingga poster perempuan telanjang yang penuh menempel di tembok. Kasurnya lapuk, dipannya reot. Tapi Sikin bercerita penuh semangat  tentang semua barang-barangnya, yang menurutnya punya sejarah masing-masing.

Karena masih kecil dan terlampau polos, saya pernah bertanya ke Mamak kenapa saudara-saudara kandung Sikin tega membuang Sikin dari rumahnya sendiri. Saya lalu meminta mamak untuk menghubungi kawan-kawan pengacaranya untuk membela Sikin. Mamak hanya tertawa menimpali kepolosan saya.

Sikin seringkali membuat orang tertawa. Ia hobi menggoda Mbak Vivi.

"Vi, koen kok ayu sih? Ayo tak embung (Vi, kamu kok cantik sih? Sini aku cium)" 

Mbak Vivi selalu terbahak kalau Sikin menggodanya seperti itu. 

"Sikin iku pinter nggambar, lek ono tugas nggambar, aku mesti njaluk gambarno Sikin (Sikin itu pinter menggambar, kalau ada tugas menggambar, aku selalu minta dibuatin Sikin" ujar mbak Vivi. Sebagai gantinya, Sikin selalu minta kecup. Tapi Mbak Vivi hanya tertawa dan memberinya uang.

Ada banyak kenangan tentang Sikin dan rumah Kampong Kebon itu. Sekarang rumah itu sudah rata dengan tanah.

***

Mbak Vivi menikah setelah beberapa saat kerja di Matahari. Ia ikut dengan suaminya, tinggal nomaden di luar kota. Mulai dari Jogja, Solo, Bekasi, hingga sekarang di Balikpapan. Mas Totok pun lantas merantau ke Jambi, dan sekarang menetap di Solo.

Rumah Kampong Kebon tidak ada yang menempati. Ketimbang nirfungsi, akhirnya diputuskan rumah itu dijual. Saya lupa tahun berapa rumah penuh kenangan itu dijual. Dan siang ini, saya mendapati rumah itu sudah jadi puing. 

Om Hadi dan Tante Arie mengharu biru siang ini. Meski sudah lama meninggalkan rumah itu, tetap: disana ada banyak kenangan. Saya menyimak beberapa komentar Om Hadi dan Tante Arie yang sedang bernostalgia dengan kenangan-kenangan mereka. Saya sendiri memilih untuk bersirobok dengan kenangan tentang Sikin.

Mendengar rumah masa kecilnya dirobohkan, Om Totok yang ada di Solo, mendadak sakit. Ia harus opname.

"Jare Totok, semua ruh leleuhur podo ngumpul ke dirinya membuat badanya lemes... Seumur hidup baru ini dia opname. Be'e gara-gara rumah kampung kebon di bongkar yho...yho mbuuhlah" ujar Tante Arie.

Pada akhirnya, meski lama meninggalkan rumah, meski rumah sudah roboh, kenangan tak akan bisa rata dengan tanah. For house shall be collapse, but not the home

Rabu, 21 November 2012

Dulur-dulur Masdar

Malam ini saya senang. Pasalnya saya bertemu saudara-saudara saya dari klan Masdar. Saya dan para sepupu jarang sekali bertemu. Biasanya setahun sekali. Itu pun jarang-jarang karena tempat tinggal yang teramat jauh dan kesibukan yang sedikit intoleran.


Meski saya hanya bertemu lewat twitter, tak apa lah. Sedikit bisa mengobati kangen. Awalnya, Hendri yang menyapa. Hendri adalah anak dari Om Zaman dan Tante Heni. Ia anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya, Hendra, seumuran dengan saya. Sudah sejak lama ia bekerja di Jawa Pos. Sedang Hendri, setahun lebih muda dibanding saya, bekerja di sebuah bank milik pemerintah. Adiknya, Hendar, sudah SMA kelas 2. Lama sekali saya tak bertemu mereka, setahun lebih sepertinya.

Klan Masdar
Saya riang sekali ketika Hendri menyapa di twitter sembari memanggil para sepupu yang lain. Ada kak Lia dan kak Rani, anak dari Pakde Ajad. Kak Lia sekarang tinggal di Surabaya, bekerja sebagai pegawai pemerintah. Sedang kak Rani tinggal di Australia, menjalankan bisnis restoran disana. Biasanya kami bercengkrama lewat fasilitas chat facebook. Itupun sangat jarang, karena jam online yang berbeda. Sering pula kami tanding SongPop di facebook. Tapi entah kenapa, bertemu di twitter rasanya lebih menyenangkan. Bisa jadi karena intensitas menggunakan twitter lebih sering ketimbang facebook. Jadi berasa lebih intim.

"Wah, ini Nuran yang tersohor 80's Hair Band" goda kak Lia di twitter tadi. Saya sering mengalahkannya main Song Pop di kategori 80's Hair Band. Hehe.

Kak Rani masih menjalankan hobi travelingnya. Ia beberapa kali traveling bareng istri dan kedua orang anaknya. Ia juga jago masak. Blognya sangat keren. Sila kunjungi blognya yang ciamik disini: http://keluargapetualang.tumblr.com/

Ah dulur dulurku, aku kangen kalian! Kapan ketemu maneh iki?