Belakangan saya sering sekali merutuki para ayam milik tetangga kos. Mereka seenaknya saja masuk kos, berak di sembarang tempat, lalu meninggalkan kotoran itu tanpa mau membersihkannya. Yang bikin saya sedikit sebal, kapan hari saya dikerjai gerombolan hewan kurang adat itu. Ketika mereka datang dan bergerombol di dapur, saya tutup saja pintu dapur, biar mereka bersalah, kapok, dan tak mengulangi lagi kesalahannya. Ternyata, mereka malah buang kotoran di dapur. Jancuk.
Saat itu saya merasa bahwa ayam itu hanya punya dua fungsi: berkokok untuk membangunkan orang, serta untuk konsumsi. Fungsi pertama bisa saja digantikan dengan alarm atau menyuruh orang lain untuk membangunkan kita. Tapi untuk fungsi kedua, nyaris tak ada hewan yang bisa menyamai ayam dalam hal fungsi konsumsi.
Nyaris semua bagian ayam bisa dimakan. Mulai yang berdaging macam paha dan dada. Yang sedikit berdaging: sayap. Yang paling empuk: brutu (pantat). Hingga yang butuh sedikit usaha ekstra untuk menyantap: kepala dan ceker. Semua bagian ayam bisa dimakan, dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Berbicara ceker, entah kenapa saya suka bagian itu ketimbang bagian dada ayam. Saya menempatkan ceker pada urutan kedua bagian ayam favorit setelah sayap. Saya juga sudah coba beberapa masakan ceker. Salah satu favorit saya ada di Sidoarjo, warung Ceker Lapindo. Pernah juga saya tulis di sini.
Salah satu masakan ceker favorit saya yang lain adalah gudeg ceker. Dan nyaris tak ada yang tak setuju ketika saya bilang gudeg ceker Bu Kasno Margoyudan Solo sebagai salah satu masakan ceker paling jagoan. Saya pertama kali mencicipinya ketika berada di Solo beberapa tahun silam. Sejak saat itu, gurihnya ceker ayam, bumbunya yang meresap, hingga keempukan luar biasa ceker itu, terus terngiang.
Sayang, untuk menyantap ceker ini butuh usaha ekstra. Perut lapar saja tak cukup. Karena mata haruslah kuat untuk tak terkatup hingga dini hari tiba. Iya, gudeg ceker Bu Kasno yang terletak di daerah Margoyudan ini jam bukanya sama dengan jam maling beroperasi, selepas dini hari. Biasanya jam 1 malam dagangan mereka baru mulai digelar. Jam operasi ini mengingatkan saya pada gudeg Pawon yang terletak di Jogja.
Tapi sejak Galabo --pusat jajanan di tengah kota Solo-- dibuka, gudeg ceker Bu Kasno ini buka cabang disana. Jadi tak perlu menunggu lepas dini hari untuk dapat menyantap gudeg ceker lezat nan legendaris itu. Jam 7 malam anda bisa kesana dan menikmati makan malam dengan tenang tanpa terkantuk-kantuk.
Kebetulan, beberapa hari lalu saya sedang berada di Solo untuk urusan pekerjaan. Selepas menonton sendra tari di Keraton Mangkunegaran, saya melangkahkan kaki menuju Galabo bersama dua orang kawan. Tujuannya apalagi kalau bukan menyantap gudeg ceker.
Tak perlu waktu lama, saya memesan seporsi gudeg ceker. Harganya 11.000. Anda bisa memilih: 4 buah ceker ukuran besar, atau 5 buah ceker ukuran kecil. Saya memilih ukuran kecil saja biar lebih puas. Dari sini kelihatan mental mahasiswa saya belum jua luntur, lebih mementingkan kuantitas. Tapi saya memang suka ceker yang tak terlalu besar. Kalau ceker besar, rawan menimbulkan rasa eneg.
Seporsi gudeg ceker keluar dalam tampilan yang sangat cantik. Porsi nasinya pas, tak terlalu banyak pun tak sedikit. Ceker tampil anggun dengan warna yang putih pucat, hasil rendaman dalam bumbu. Lalu kuah arehnya yang kental dan putih, hmmm, menyemburkan aroma harum yang menggelitik hidung. Dan gudegnya tampil dengan warna coklat yang elegan.
Suapan pertama, gurih dari areh dan gudeg langsung menyerbu. Gudeg Solo tidak menonjolkan rasa manis, melainkan rasa gurih perpaduan dari bumbu dan rempah yang pas. Karena itu beberapa orang kawan dari daerah Jawa Timur cenderung memilih gudeg ala Solo ketimbang gudeg ala Jogja yang kental rasa manisnya.
Dan upps, cekernya! Ketika saya gigit, pruull, seketika daging langsung koyak dari tulangnya. Sangat sangat empuk. Tak perlu usaha berlebih untuk dapat menikmati ceker ayam ini. Kita hanya perlu sedikit menggigit, dan daging serta tulang muda dari ceker ayam itu langsung terlepas dan kita tinggal menyeruput kuah areh yang melekat di ceker itu.
Seporsi gudeg ceker dengan cepat ludes, tandas tanpa ada sisa. Sang kawan lalu bersiap pulang. Ketika usai mengucap sayonara dan mereka sudah menghilang dari pandangan, saya mendatangi sang penjual.
"Bu, nambah cekernya lagi 5..."
waduh kok saya baru tahu ya ada gudeg ceker... kelihatannya enak banget ya.. boleh nih kapan kapan coba ah...
BalasHapus