Rabu, 30 Oktober 2013

Menjadi Kanak-kanak

Sally, take my hand
We'll travel south cross land
Put out the fire
And don't look past my shoulder

Perempuanku...

Aku seringkali berbicara dan menulis tentang sepasang sahabat karib: masa lalu dan kenangan. Tentang masa kecilku. Tentang ayahku. Tentang teman-temanku. Dan peristiwa-peristiwa lampau yang masih tersimpan rapi dalam pojok ingatan.

Namun itu bukan berarti aku akan selamanya hidup dalam masa lalu dan kenangan. Bagiku, dua hal itu cukuplah dikenang sembari ditertawakan. Aku tentu suka kenangan. Siapa manusia yang tak akan terikat oleh kenangan. 

"Kenangan," kata Haruki Murakami, "menghangatkanmu dari dalam. Namun mereka juga bisa mencabik-cabikmu."

Aku tak kenal dengan Murakami, tentu. Bagiku, ia mungkin tak sadar akan konsep 'tuan bagi hatimu sendiri'. Atau bisa saja ia sadar, namun ia terus menjual konsep kenangan yang akan merobek-robekmu. Sebab sekarang sedang zamannya manusia yang gemar mengenang kenangan pahit.

Namun, menurutku, kita bisa memilah mana kenangan yang patut diambil dan ditaruh dalam sudut-sudut hati. Dan kita jelas juga bisa memilih mana kenangan yang harusnya dimasukkan dalam kotak, kita kunci, lalu dibuang ke Palung Mariana. Biar ia hilang dalam celah-celah tergelap di sana. Kita sama-sama tahu, kenangan yang pedih lah yang harus kita masukkan dalam kotak itu.

Sebab, bagiku, apa guna kenangan jika ia hanya menakik luka.

Perempuanku yang manis...

Mari bersikap seperti anak-anak lagi.  Betapa menyenangkannya kalau jadi anak-anak. Mereka adalah mahluk yang tidak tendensius. Mereka gemar bermimpi dan berfantasi. Mereka hanya ingin bermain dan bahagia. Tak ada emosi, apalagi angkara. Mereka bertengkar sebentar, lalu berbaikan lagi. Kembali bermain dan berbahagia. Mari kita juga seperti mereka. Ya ya ya, aku tahu ini bagai utopia belaka.

Tapi biar saja, toh kita masih anak-anak bukan?

The exodus is here
The happy ones are near
Let's get together
Before we get much older. []

Post scriptum: yang dicetak miring adalah nukilan lirik lagu "Baba O' Riley" dari The Who.

Senin, 21 Oktober 2013

Kabar-kabar Menjelang Akhir Bulan

Halo handai taulan, apa kabar semua? Semoga selalu dilimpahi kebahagiaan dan kesehatan selalu.

Ini ceritanya saya sedang selo. Proposal tesis sudah selesai ditulis. Nunggu dibantai dan direvisi habis-habisan saja, baru saya bisa beranjak mengerjakan tesis ini. Oh ya, tesis saya akan membahas festival musik sebagai potensi wisata di Indonesia. Ini adalah buah ketertarikan saya terhadap music tourism. Bagi yang belum tahu banyak mengenai music tourism, bisa membaca buku Music Tourism: On the Road Again karya Chris Gibson dan John Connel. Bagi yang belum punya, monggo kirimi saya email kalian. Nanti saya kirim pdf-nya. Buku ini sangat menarik dan komprehensif dalam membahas mengenai pariwisata berbasis musik

Tema yang dibahas mulai soal festival musik, musik dari sudut pandang ekonomi, hingga budaya. Meskipun buku ini banyak menulis data, tapi sama sekali tak membosankan. Malah menyenangkan untuk dibaca. Karena jadi salah satu buku penting untuk tesis, saya selalu membawa buku ini kemana-mana. Mulai dari makan, nongkrong, hingga ke toilet, sekiranya saya menunggu, buku ini selalu saya baca. Buku ini seperti jadi pacar saya sejak beberapa bulan belakangan. Maklum, si pacar jauh dan tidak bisa menemani setiap saat. Haiyah, malah curhat. 

Ngomong-omong soal Rani, bulan kemarin saya dan Rani menaikkan status hubungan. Akhirnya kedua keluarga kami bertemu di Jakarta. Senang sekali rasanya saat acara itu diadakan. Dua keluarga saling bersilaturahmi dan berbicara mengenai hubungan yang lebih serius. Bonus yang paling menyenangkan: tentu makan rendang buatan mama Rani yang sangat mak nyuss itu. Hahaha.

Ada yang tahu kenapa perut Rani keliatan kempes? :p

Tapi sebelum itu, kami berdua sama-sama pusing dan cukup tertekan dalam menyiapkan acara pertemuan ini. Maklum, keluarga kami berjauhan. Bahkan beda pulau. Keluarga Rani dari Sumatera, dan keluarga saya dari jazirah Jawa. Belum lagi mencocokkan waktu karena keluarga inti kami adalah kelas pekerja yang waktunya tidak lentur. Sebagai bocoran, kalau sedang tak tahan terhadap tekanan, Rani sering menangis. Hihihi. Saya sih cuma garuk-garuk kepala dan sesekali menjambak rambut. Bisa jadi itu penyebab rambut saya menipis belakangan ini.

Jangan sampai saya menjadi botak sebelum waktunya! 

Syukurlah akhirnya acara ini berakhir dengan sukses, walau ada beberapa pembicaraan tambahan selepas acara resmi. Selain itu, saya dan Rani sama-sama sadar kalau ini baru permulaan dari segalanya. Saya dan Rani kadang-kadang suka tersenyum kecut waktu memikirkan bagaimana tertekannya saat menyiapkan pernikahan. Wong tunangan saja sudah sedemikian menyita waktu dan pikiran, apalagi pernikahan. Tapi kami tetap saja semangat menyiapkan segalanya. Segala persiapan ini juga menyadarkan kalau jalan masih panjang dan berkabut di depan. Semoga kami masih bisa bertahan berjalan bersama sampai kapanpun. Amin.

Oh ya, awal bulan Oktober ini saya dihibur dua konser yang sangat keren.

Konser pertama berlangsung di acara "Macanista for Sangkakala" (2/10). Ini adalah acara penggalangan dana untuk album HeavyMetalithicum yang akan dirilis akhir bulan Oktober ini. Ada banyak agenda di acara ini: sablonase kaos, penjualan merchandise, pasar klithikan (Blankon menjual beberapa koleksi boots, hingga bemper mobil, hihihi), hingga potong rambut gondhes ala Sangkakala. Saya berpartisipasi di semuanya. Termasuk memangkas rambut. Kebetulan yang memotong adalah Atjeh, sang pemain bass Sangkakala.

Saya adalah korban pertamanya. Waktu saya duduk di kursi, banyak tatapan kasihan pada saya. Mungkin pikir mereka, mau saja saya dipotong sama Atjeh. Hihihi. Tapi hasilnya cukup bagus walau guntingnya tidak tajam. Saya disoraki oleh beberapa kawan waktu mengetahui genteng kepala saya baru. 

Di acara ini, datang juga mas Jati. Beliau adalah kawan baru saya dari Bogor yang berkenalan melalui blog ini. Kami akkhirnya kopi darat di Jakarta beberapa bulan silam. Penggemar musik heavy metal ini dengan sangat baik membawakan saya kue talas yang sedang tren di Bogor. Waktu acara Macanista for Sangkakala, kebetulan pegawai BUMN ini sedang ada agenda workshop di Yogyakarta selama beberapa hari. Karena saya tahu dia suka musik heavy metal, saya mengajakya. Tebakan saya benar, Mas Jati sangat terhibur dengan penampilan Sangkakala.

Mas Jati dan saya yang baru potong rambut

"Wuih, musiknya keren. Iron Maiden banget!" katanya sembari tersenyum puas. Mas Jati juga turut membeli kaos Sangkakala. Siapa tahu dia bisa mendirikan Macanista untuk area Bogor dan sekitarnya. Hihihi.

Konser kedua awal bulan Oktober adalah konser Skid Row di stadion Kridosono (8/10). Saya menonton band asal New Jersey ini untuk kedua kalinya. Kali ini saya menonton tanpa tiga orang sahabat saya: Alfien, Budi, dan Taufik. Kami sudah terpencar. Alfien yang sudah jadi PNS di Probolinggo tak bisa datang ke konser terkait kewajiban kerjanya. Budi juga tak bisa menonton karena terlalu mepet dengan jam kerjanya. Sedang Taufik di Brebes waktu itu harus memperkuat tim sepak bola daerahnya di sebuah kompetisi. Jadinya tak ada lagi cerita kami beramai-ramai menonton Skid Row seperti tahun 2008 silam.

Tapi kali ini saya mendapat kawan menonton yang tak kalah mengasyikkan. Siapa lagi kalau bukan Andrey Gromico, alias Miko. Hahaha.

Pria asal Malang itu datang ke Yogyakarta dengan membawa gelar baru: sarjana. Untuk merayakannya, ia rela datang dari Jember untuk menonton Skid Row. Ia naik bis dari Jember dan sampai Yogyakarta pagi hari.

Mengetahui ada orang asing datang berkunjung, Ozzy (anjing kesayangan penghuni kontrakan) langsung ingin bermain dengan Miko. Maka ia mengejar Miko untuk bermain. Gelagatnya jelas, ekornya digoyang-goyangkan. Celakanya, Miko yang takut anjing mengira Ozzy akan menggigitnya. Ozzy yang melihat Miko lari, menganggap ia mengajaknya bermain. Maka dikejarlah si Miko. Sedangkan Miko yang mengetahui Ozzy mengejarnya, berlari makin kencang hingga ke jalan besar.

Saya hanya bisa tertawa kencang (waktu itu saya belum tahu kalau Miko takut anjing) hingga akhirnya saya mendengar klakson mobil membelah udara. Saya kaget. Saya mengira Mico ditabrak mobil atau Ozzy dilindas mobil. Saya sontak berlari. Ternyata Miko jatuh karena terpleset pasir dan nyaris dicium bemper depan mobil. Untung rem mobilnya pakem. Ozzy? Ia hanya terkekeh iseng sembari menjulurkan lidah, menunggu Mico mengajaknya bermain kembali. Hihihi.

Berkat adegan bodoh itu, Miko cedera. Kaki dan tangannya lecet lumayan parah dan berdarah cukup banyak. Untung  itu tak menghalanginya bernyanyi dan meloncat-loncat saat menonton Skid Row. Kami berdua seperti jadi remaja kembali, bernyanyi dengan bahagia di lagu-lagu-menolak-tua macam "Slave to the Grind", "In the Darkness Room", dan "Monkey Business". Miko bahkan memamerkan suara melengkingnya, lengkap dengan gestur tangan diangkat ke udara. Hahaha. Dan seperti bisa ditebak, kami paling keras bernyanyi di lagu "I Remember You", "18&Life", dan "Youth Gone Wild".  Yeah!



Setelah kabar-kabar baik diatas, kabar buruk belakangan datang menyusul. 

Ini terkait proyek buku biografi Slank yang sedang saya dan kawan-kawan kerjakan. Kemungkinan besar, sebut saja 90%, buku ini akan gagal dibuat. Mas Puthut yang menyampaikan pada saya. Ini terkait kontrak yang sebetulnya saya sedikit malas membahasnya. Padahal saya dan Panjul sudah selesai mewawancarai banyak narasumber --sekitar 30-40 orang. Mas Puthut juga sudah menyiapkan waktu luang untuk menulis buku ini.

Kecewa? Jelas. Panjul jelas kecewa karena ia sudah berkeliling, dari Jawa Barat hingga Jawa Timur untuk mewawancarai narasumber. Mas Puthut juga pasti sangat kecewa, karena ini adalah proyek A baginya. Bagi yang belum tahu, dalam jagat penulis lepas, proyek A adalah proyek yang sangat penting, sarat idealisme dan kesenangan personal penulis. Bagi penulis lepas, mendapat proyek A ini tak dibayar pun tak apa. Saya juga kecewa karena turut pula menghabiskan waktu lumayan lama untuk mewawancarai narasumber.

Namun di balik itu semua, saya sadar kalau saya banyak bersenang-senang dalam proyek ini. Saya bertemu orang-orang hebat yang dulu hanya bisa saya baca namanya di majalah, koran, atau liner notes. Mendengar cerita-cerita mereka membuat saya belajar banyak. Apapun itu, pengalaman bekerja di proyek biografi Slank ini tetap berharga. Ya semoga kelak buku ini bisa diterbitkan. Sementara itu, saya kepikiran untuk mengunggah beberapa tulisan hasil wawancara saya itu di blog. Tapi nanti dulu, saya minta izin dulu ke mas Puthut. Semoga dibolehkan.

Sial, saya sudah meracau panjang sekali. Rasanya menyenangkan bisa leluasa menulis lagi di blog. Jadi, sampai jumpa di tulisan lain! :)

Minggu, 13 Oktober 2013

Selamat Menikah, Ade!

Selain kematian dan kelahiran, salah satu peristiwa yang nyalar membuat saya sentimentil adalah pernikahan. Apalagi kalau yang menikah adalah orang-orang terdekat saya. Momen itu tak pernah gagal membuat bulu kuduk saya merinding haru.

Dulu waktu kawan saya Nova menikah, saya juga sempat sedikit berkaca-kaca melihatnya yang berdiri di depan kwade sembari tersenyum lebar. Kenal dia sejak tahun 2003 dan melewati lacak masa susah senang sama-sama, membuat saya gagal untuk tak melankolis melihat dia akhirnya menikah. 

Dan tadi malam, saya kembali tersedak haru. Kawan baik saya semenjak SMA, Ade Defrizal, menikah. Perjuangannya untuk menuju pernikahan memang sangat berat. Andai hal itu tak dialami oleh Ade, mungkin yang mengalami akan roboh di tengah jalan. Namun Ade akan selalu jadi Ade, pria yang tetap tegar dan suka cengengas-cengeges dalam kondisi seberat apapun.

Meski kami dekat, momen personal diantara kami hanya bisa dihitung dengan jari. Saya dulu memang sempat beberapa kali kesal dengan pria kurus kering ini. Penyebabnya ada beberapa, tak perlu lah disebutkan di sini. Namun bukankah memang itu arti kawan? Berkawan, bertengkar gara-gara hal sepele atau serius, lalu berbaikan lagi dan mengenyahkan ganjalan-ganjalan tak penting. Dan saya merasa beruntung bisa berbagi cerita di saat-saat terberatnya beberapa waktu lalu menjelang pernikahannya.

Saat Ade ke Jogja sendirian, 17 November 2012

Waktu Ade mengalami masa-masa terberatnya sekitar dua-tiga bulan silam, saya sempat ngobrol banyak dengannya. Bisa dibilang itu wawancara, dan saya pun sempat bilang ke Ade kalau hasil obrolan itu akan saya jadikan tulisannya. 

Reaksinya singkat, "pokok ojo ngisin-ngisino aku cuk." Hihihi. 

Padahal saya tak ada maksud buat bikin malu dia. Keinginan membuat tulisan itu muncul karena kekaguman saya pada kekuatan Ade kala itu. Hasil wawancara itu sudah saya jadikan tulisan. Sayang ada beberapa pertanyaan yang belum sempat saya tanyakan. Mungkin nanti akan saya tanyakan lagi ke Ade.

Tadi malam Ade akhirnya resmi menikah dengan Azizah, perempuan idamannya yang ia perjuangkan cukup lama. Azizah, meski saya belum sempat bertemu dengannya, membuat saya yakin kalau ia adalah pendamping yang tepat bagi Ade. Apalagi saat Ade dengan bersemangat dan berbinar-binar menceritakan mengenainya, saya semakin yakin kalau Azizah adalah perempuan baik yang juga akan jadi pendamping hidup yang baik bagi Ade.

Sebenarnya waktu dikabari Ade akan menikah tanggal 12 bulan ini, saya sudah merencanakan datang bersama Fahmi. Tapi Ade melarang, karena ini cuma akad nikah saja. Resepsinya sendiri masih ditunda hingga waktu yang belum saya tahu. Akhirnya saya dan Fahmi pun tak jadi datang. 

Pagi ini Jogja sedang dingin. Dingin ini sepertinya terjadi nyaris di seluruh Indonesia, termasuk Mojokerto, kota di Jawa Timur tempat Ade dan Azizah mengikat ijab. Pasti Ade dengan senyum berbinar tak merasakan dingin sialan ini. Maklum sudah ada yang memeluk. Halal pula. Hihihi.

Sedari tadi malam saya terus-terusan memutar lagu dari Begundal Lowokwaru, band hardcore asal Malang. Meski tampang dan musik mereka sangar (saya pernah melihat mereka langsung di Jember saat mereka tampil bareng Superman is Dead), tapi mereka juga gagal untuk tak melankolis saat salah satu kawan mereka menikah. Akhirnya band asal Malang ini menuliskan sebuah lagu yang manis, "Selamat Menikah Teman". Liriknya pun manis, tapi tidak terkesan menye-menye. Sama sekali tidak. Justru sangat maskulin dan membesarkan hati.

Lelahkah kau teman berlari bersama kami,
Kuyakin itu takkan pernah terjadi
Pagi ini kau kan jelang fajar baru, bersanding dengan belahan jiwa yang mengertimu
Hanya hari yang berganti tetap dengan senyummu, ketika menggandeng mempelaimu.
Bersinarlah kami yakin kau tak akan pernah berubah.

Aaaaaaahhh,
Selamat menikah teman,
Sapalah sang mentari diufuk baru.
Aaaaaaaaaahhhhh,
Kepal keras tangan, kini kau telah punya pendamping, selamat menikah teman

Dan esok, kau pasti tetap tuangkan rindumu pada kami dengan rasa bangga di jiwamu.
Pastikan tetap temani hari-hari kita, dengan istri disampingmu, dan dengan bayi dipelukmu
Sebuah tanggung jawab, tlah temukan arti bagimu
Teruskan nafas hidupmu, walaupun kau harus berbagi.

Mungkin saya belum bisa memberikan apa-apa buat Ade dan Azizah. Hanya tulisan pendek  tak berguna ini. Namun apa yang tertulis akan abadi, ketimbang satu pak viagra atau sekotak tissue magic yang mungkin bisa habis dalam waktu dua tiga hari saja. Maklum pengantin baru.

Ade dan Azizah, semoga tulisan sumir ini menjadi tapal ingatan daim, bahwa aku turut berbahagia untuk kalian berdua.

Peluk hangat dari Yogyakarta
04.47 wib

post-scriptum: De, kalau ada fotomu resepsi, mbok anak-anak di-tag. Biar kami tahu, kamu pas foto itu mesem sambil mangap apa mesem malu-malu :p