Beberapa waktu lalu, saya mengunduh sebuah video bertajuk VH1 Unplugged Live (2008): The Black Crowes. Di video yang dibuat tahun 2008 itu, saya nyaris tak mengedipkan mata karena takjub.
Chris Robinson, sang vokalis, tampak tak berbeda sejak 1989, awal karir musik mereka. Ia masih kurus, memelihara rambut panjang, dan cara bernyanyinya pun masih sama, appropriate vocal swagger. Sedang Rich Robinson, sang adik yang memegang gitar, juga masih sama dibanding dulu: kalem dan tenang. Hanya berbeda secara fisik semenjak album pertama mereka Shake Your Money Maker dirilis pada tahun 1990. Rich lebih gemuk dan memelihara sedikit brewok.
Robinson bersaudara adalah salah satu dari sepasang kakak adik yang paling destruktif dalam sejarah musik rock. Mungkin pertengkaran epik mereka hanya bisa disaingi oleh Young bersaudara dari AC/DC. Lupakan Oasis, karena selepas mereka bertengkar parah, mereka tak menyapa satu sama lain dan tak bisa menghasilkan musik bagus lagi.
Sedang Robinson bersaudara kembali akur, dan menghasilkan album-album blues rock nan keren untuk the Black Crowes. Seiring bertambahnya umur, mereka kembali, dan mereka semakin tenang dalam menyikapi masalah mereka. Walau tetap saja, mereka masih sering bertengkar.
Band ini dibentuk di Georgia oleh Chris dan Rich, dua orang kakak adik penyuka musik blues-rock 70-an macam Buddy Guy, Otis Redding dan Humble Pie, dan juga... the Rolling Stones.
"Aku ingat ketika kita masih kanak-kanak dan pertama kali mendengar Exile on Main Street. Lagu pertama yang menohokku adalah 'Tumblin' Dice', kamu bisa mendengar kemegahannya, musiknya, dan juga perayaannya. Ada sound dan perasaan, juga keseluruhan perasaan yang seperti membawaku menuju tempat yang keren, dan itu hanya bisa dilakukan oleh album yang keren." kenang Chris.
Selain oleh musik rock 70-an, mereka juga terinspirasi dari gerakan flower generation yang penuh ide tentang kebebasan dan pemberontakan. Itu adalah salah satu alasan mereka membentuk band: tak ingin kerja kantoran dan menjalani rutinitas yang sama.
"Saat itu kita masih muda. Kita berdua ingin sekali membentuk band," kenang Chris. "Kita tidak ingin terjebak dalam rutinitas kerja yang membosankan dan hidup di Georgia selamanya," imbuhnya.
Band ini lantas rutin bermain dari bar ke bar. Bir demi bir tertenggak dan sukses pun datang menyusul. Mereka membuat demo pada tahun 1989 yang menarik perhatian label besar, Def American. George Drakoulias jadi produser album perdana para gagak hitam itu: Shake Your Money Maker.
Album perdana yang dirilis tahun 1990 itu sukses besar. Ada banyak lagu keren dalam album itu, seperti lagu daur ulang "Hard to Handle" milik Otis Redding, "Jealous Again", "Twice as Hard", dan lagu tersyahdu: "She Talks to Angels" yang ditulis oleh Rich ketika masih berumur 17 tahun. Album itu berhasil membuat Black Crowes mendapat penghargaan Best New American Band' in 1990 versi majalah Rolling Stone.
Yet, every rose has its thorn. Setiap kesuksesan pasti membawa dampak lain. Banyak pertengkaran. Anggota keluar masuk. Robinson bersaudara makin liar dan tak terkontrol. Mereka banyak menghabiskan waktu untuk memuaskan keinginan "saling membunuh satu sama lain."
"Yeaah, kebanyakan bentrok kita memang berujung pada bentrok fisik. Kita memang seringkali berusaha melukai satu sama lain" ujar Chris, sang rock troubador berusia 43 tahun ini.
Pertengkaran itu memicu bubarnya The Black Crowes pada tahun 2002 hingga 2005. Setelah itu mereka kembali akur dan berusaha menumbuhkan bulu-bulu gagak yang berguguran. Keakuran itu lantas berwujud pada album megah Warpaint yang dirilis tahun 2008. Walau begitu, tetap saja mereka masih sering berselisih, meski tak seintens dulu.
"Kegilaan dan hasrat itu masih tetap sama --kita benar-benar tidak suka satu sama lain, tapi kita juga saling mencintai" kata Chris dalam sebuah wawancara dengan NYPost. "Kita masih sering bertengkar, tapi itu yang dilakukan oleh saudara kan?" lanjutnya.
"Sekarang kita hidup berjauhan satu sama lain, which is excellent, for our working relationship." kata Chris dalam video VH1 Unplugged. "Aku hidup di LA dan Rich tinggal di Connecticut. Kita semakin jarang bertengkar. Kita punya banyak hal lain untuk dipikirkan, seperti membayar rumah atau merawat anak." tambahnya.
Di video VH1 Unplugged itu, Black Crowes menunjukkan kenapa mereka adalah salah satu band terbaik di Amerika... hingga saat ini, melanjutkan tahta yang pernah diberikan Rolling Stone pada tahun 1990. Mereka bermain begitu padu. Ada semacam komunikasi tak terlihat yang membuat mereka tahu, kapan Chris akan bernyanyi bait ini, kapan Rich akan memainkan tablature ini. Dan anggota lainnya akan mengikuti ritme dua bersaudara ini.
Konser kecil nan intim ini dimulai oleh lagu "Sting Me", lagu yang dipersembahkan Chris untuk para hipokrit. "Mereka terus berbicara dan berbohong dengan ocehan mereka, dan kami berbicara dengan lagu kami." ujarnya sarkas.
Lalu dilanjut oleh "Goodbye Daughter of Revolution", track pertama dari album ketujuh mereka, Warpaint.
"Kita merekam sekitar 15 untuk album Warpaint, dan ada 11 lagu yang masuk album. "Goodbye Daughter of Revolution" itu seperti pernyataan kalau kebebasan ada di jalan. Kalau kamu mau mengerti konsep tentang kebebasan, let's get into them." ujar Chris.
Di album Warpaint, Luther Dickinson masuk menggantikan gitaris Paul Stacey. Hingga saat ini Luther masih setia di Black Crowes. Gitaris yang --oleh Chris pernah disebut-- berpenampilan mirip pendeta ini tampak kompak dengan Rich, saling mengisi satu sama lain. Rich membangun dinding rhythm yang tebal, dan Luther melapisinya agar semakin kokoh.
"Luther memang anggota baru, tapi kami berbicara dengan bahasa yang sama dan kita cocok. Itulah musik. Itu bentuk bahasa yang lain, bentuk lain dari cara orang mengekspresikan dirinya." terang Chris saat Rich asyik berdiskusi dengan Luther.
"Di bagian ini, jreng jreng jreng, enaknya aku atau kamu yang main?" tanya Rich sembari memainkan intro sebuah lagu. Luther paham, "Oh, yang bagian itu, aku ngisi bagian ini saja, jreng jreng jreng" ujar Luther sembari memainkan solo gitar pendek. Lalu mengalunlah "Soul Singing", lagu yang bernuansa ketimuran, lengkap dengan suara sitar dan tetabuhan tabla.
Video VH1 itu berisi 6 lagu, rata-rata dari album Warpaint yang kala itu baru saja dirilis. Setlistnya, selain tiga lagu diatas, ada pula "Locust Street", "Walk Believer Walk" dan ditutup oleh "Wiser Time."
Black Crowes tidak berhenti sampai disitu. Tahun 2010, mereka merilis antologi berjudul "Croweology" yang berisi lagu-lagu selama 20 tahun karir mereka. Lagu-lagu dalam album ini dimainkan dalam versi akustik. Selepas merilis album ini, mereka mengadakan tur panjang untuk promosi.
"Setelah tur ini, kami akan mengambil istirahat panjang," ujar Chris.
"Yap, itu cara agar kami agar tak ingin saling membunuh satu sama lain setelah tur selesai."[]
post-scriptum: Klik di sini untuk melihat video Unplugged Live (2008): The Black Crowes.
Kalau pertikaian dalam tubuh Gun N Roses gimana mas? :)
BalasHapusSambil ngunduh video juga. :))
nge rock nih... sudah lama ga ikutin aliran musik ini nih...
BalasHapus