Sabtu, 09 Oktober 2010

Hair Metal How Are You Today (Part 1)

Perkenalan awal saya dengan hair metal terjadi pada tahun 2000, awal saya masuk SMP. Saat itu paman saya menghibahkan 1 buah dus berisi tumpukan kaset classic rock. Yang saya ingat adalah beberapa kaset Iron Maiden, Judas Priest, hingga God Bless.

Secara khusus, paman saya menyuruh saya mendengarkan sebuah kaset bersampul biru bertuliskan 40 Seasons: The Best of Skid Row. Saat itu ia sedang bersiap untuk pergi merantau ke Jambi. Jadi kaset itu ibaratnya sebuah hadiah perpisahan.

Saya tak menyangka, kaset berisi 15 lagu itu menjadi salah satu hadiah terindah dalam hidup saya.

Selain kaset itu, paman saya memberikan sebuah poster dengan pigura kaca bergambar sebuah pria berambut blonde gondrong, bertelanjang dada, di tangan kanannya ada sebuah tato bertuliskan Youth Gone Wild.

Mata pria itu tajam, saya sering melihatnya pada beberapa orang yang hidup di jalanan. Kebetulan sekolah menengah pertama saya berada di daerah hitam, jadi saya banyak menemui orang dengan tatapan mata tajam. Tipikal pria yang keras karena ditempa kehidupan jalanan. Kelak pria di poster itu akan menjadi salah satu vokalis idola saya.

Pria dalam poster itu adalah Sebastian Bach, vokalis Skid Row.

Bach, rocker garang yang "cantik"

Bersama Skid Row, Sebastian Bach yang mantan wedding singer ini menjadi salah satu vokalis rock yang paling cemerlang nan garang. Album perdana s/t mereka berhasil menelurkan hits seperti "18 and Life", "I Remember You", dan anthem bagi para pemberontak era 1980-an, "Youth Gone Wild".

Setelah album pertama itu, Skid Row berhasil membuat sejarah. Album Slave to the Grind berhasil menjadi album metal pertama dalam sejarah yang berhasil memuncaki posisi puncak Billboard Amerika. Sejarah itu terjadi pada tahun 1991.

Setelah perkenalan saya dengan Skid Row, maka saya dengan resmi telah menobatkan diri saya sendiri menjadi salah satu fans hair metal. Album pertama yang saya beli dengan uang sendiri adalah album The Best of Motley Crue. Untuk kaset bersampul coklat itu, saya harus rela menabung jatah jajan selama hampir tiga minggu, karena orang tua saya hanya memberikan uang saku pas-pasan.

Saat itu dalam pikiran saya, membeli kaset the best adalah salah satu cara terbaik untuk mengenal sebuah band yang tak pernah kita kenal sebelumnya.

Bagi saya yang waktu itu sedang dalam masa pencarian jati diri dan sedang suka memberontak terhadap tatanan, para hair rocker adalah sebuah contoh sempurna untuk gambaran seorang pemberontak.

Rambut gondrong, celana jeans belel dengan robekan disana-sini, memakai banyak gelang, pengguna setia jaket kulit, bertato, dan meneriakkan anthem-anthem pemberontakan yang terasa maskulin. Buat saya, itu masih relevan sampai sekarang.

Para hair rocker itu sesungguhnya adalah propagandis ulung. Mereka berhasil membuat saya menjadi remaja yang tak pernah terlalu pusing memikirkan hari esok. Slogan-slogan bombastis nir tendensi menggurui kecuali bersenang-senang belaka seperti “Sleep all day, drink all night”, “Shake me baby, all night long”, “ doin’ nothing but a good time” hingga petuah bijak yang biasanya ditulis di poster gigs mereka macam “get yourself together, drink till you drop, forget about tomorrow and have another shot.”

Bisa jadi, musik yang hadir pada masa pencarian jati diri akan menjadi soundtrack seumur hidup. Ada anak yang pada masa itu menemukan Nirvana, maka band-nya Kurt Cobain itu akan menjadi band favoritnya sepanjang masa. Ada juga anak yang mengenal Sonic Youth pada masa sekolah menengahnya, dan sampai ia dewasa dia merasa bahwa tak ada band lain yang sekeren Sonic Youth.

Saya mengalami hal yang sama. Sejak mengenal hair metal pada masa awal saya berseragam putih biru, maka genre itu menjadi bagian hidup saya. Sampai saat ini.


We Were the Same Kind of Animal

Dini hari, 23 Desember 1987. Pria berambut gondrong dan bercelana kulit itu sudah dianggap tewas karena overdosis heroin. Tapi di ambulans yang membawa pria penuh tato itu, sang paramedik tak mau menyerah dan menyuntikkan dua injeksi adrenaline pada jantung mayat itu.

“Sang paramedik itu melihatku sembari berkata ‘Tak ada yang mati dalam ambulansku!’” kata pria itu sembari mengenang masa menjelang kematiannya itu. Usaha sang paramedik berhasil, pria itu “kembali” hidup.

Sesampainya di rumah sakit, pria dengan tato gurita berwarna pink di lengan kirinya itu melepas alat bantu pernafasannya, dan pergi melarikan diri ke tempat parkir dengan sempoyongan. Di sana, ia bertemu dengan dua orang gadis yang menangis gara-gara idola mereka dinyatakan meninggal dunia.

Dua orang gadis itu terkejut melihat siapa yang menghampiri mereka, dengan hanya mengenakan celana kulit dan bertelanjang dada. Ya, sang pria itu adalah idola mereka yang telah dinyatakan tewas.

Nama pria itu adalah Frank Carlton Serafino Ferrana, Jr. Orang lebih mengenalnya dengan nama Nikki Sixx.

Nikki Sixx yang legendaris itu

Nikki Sixx adalah pendiri dan bassis band hair metal legendaris, Motley Crue. Bersama Vince Neill, Tommy Lee, dan Mick Mars, ia menjadi salah satu pionir hair metal di kawasan Sunset Strip. Motley Crue merilis album perdana mereka, Too Fast for Love pada tahun 1981. Tapi nama mereka baru mengudara luas setelah merilis album Shout at the Devil pada tahun 1983.

Nikki menulis hampir sebagian besar lagu Motley Crue, termasuk di album Shout at the Devil yang sering dianggap sebagai pencapaian terbaik Motley Crue. Ia menulis lagu "Shout at the Devil" yang menimbulkan kontroversi karena dianggap sebagai lagu yang memuja setan. Ia juga menuliskan "Look That Kill" yang menceritakan tentang wanita liar, dan tentu saja: seks.

Adapun pengalamannya hampir mati overdosis di bulan Desember itu ditulisnya dalam lagu berjudul "Kickstart My Heart", sebuah lagu hard rock bertempo cepat yang cocok di dengarkan sembari mengebut di jalan raya.

Nikki Sixx adalah contoh sempurna dari seorang hair rocker. Rambut gondrong mekar, berandalan, begajulan, sengak, menyebalkan, suka pesta, mencintai drugs, sekaligus berkerja sebagai praktisi seks bebas penuh waktu.

Tapi tenanglah, ia bukan satu-satunya contoh sempurna.

Joe Leste, sang vokalis Bang Tango –sebuah band hair metal medioker asal California—akan selalu dikenang dengan slogannya yang legendaris. Di setiap after party-nya, para personel band itu selalu berpesta dengan para groupies. Seringkali para groupies itu teler, lantas ketika bangun kepala mereka pening, lupa apa yang terjadi dan tak tahu sedang berada dimana. Pernah seorang wartawan bertanya mengenai apa yang terjadi, Joe hanya menjawab singkat,

“They got bang tangoed!” ujar vokalis yang sempat menjadi vokalis band cover AC/DC setelah musik hair metal tak laku lagi.

Istilah yang terdengar asing. Tapi lantas semua sadar bahwa itu adalah istilah untuk pesta gila-gilaan (yang berarti melibatkan drugs dan booze), bercinta dengan para groupies. Lantas ketika para gadis girang itu teler, mereka diturunkan di kota terdekat.

Sayangnya (atau malah hebatnya?), Nikki ataupun Joe hanyalah segelintir spesies liar dan tak terkontrol di dunia hair metal.

Sebastian Bach pun punya cerita seru. Saat itu ia sedang manggung di Springfield, Massachusetts bersama Skid Row di akhir tahun 1989. Skid Row sedang membuka tour Aerosmith. Saat ia sedang berorasi (atau lebih tepatnya: bersumpah serapah), tiba-tiba sebuah botol bir melayang dan menghantam kepalanya.

“Who the fuck did that?!” tanyanya sembari memegang kepala. Musik dimainkan, "Piece of Me" dari album pertama mereka.

Tiba-tiba ada seorang penonton yang mengacungkan jari tengah pada Bach.

“Is that you motherfucker?” tanya Bach pada penonton yang sepertinya mabuk itu.

“Jika kamu memang merasa jagoan, aku tantang kamu naik ke atas panggung!” katanya sembari membalas acungan jari tengah itu.

Sang penonton itu tetap saja mengacungkan jari tengah sembari berjoget. Ia masih belum tahu apa yang akan terjadi.

Tiba-tiba saja Bach melompat dan menerjang penonton sok jagoan itu dari panggung yang tingginya sekitar empat meter dan bibir panggungnya berjarak 3 meter dari kerumunan penonton. Bach mulai menghantam pria itu dengan tangannya yang kekar. Chaos pun terjadi. Gilanya, empat personel Skid Row lain tetap memainkan musiknya. Untuk lihat videonya, klik disini.

Seusai insiden yang masuk ke dalam film road documentary Skid Row yang judul Oh Say Can You Scream itu, Bach pun diborgol dan dibawa ke kantor polisi. Tapi itu bukanlah hal paling gila dalam kehidupan hair metal.

Salah satu band paling ugal-ugalan dalam sejarah rock tentu saja adalah Guns N Roses. Di formasi album perdana mereka, lima orang ini adalah hewan liar dalam wujud manusia.

Band ini bahkan sempat diberi julukan band paling berbahaya di dunia. Gabungan dari vokalis penderita manic depressive, bassist yang liver-nya pernah meledak gara-gara rutin minum satu botol Jack Daniels tiap hari selama beberapa tahun, gitaris yang lidahnya pernah menghitam dan membusuk gara-gara heroin, hingga drummer yang pernah menderita stroke karena efek drugs selama beberapa tahun (Bersambung)

2 komentar:

  1. WOAAWW!! ulasan yang manteb gan! ane jga love so much ama yg namanya rocknroll,klasik rock dan hair metal.

    BalasHapus
  2. Mantab videonya mas,, udah sedot linknya..!!

    BalasHapus