Untuk Rani
Kau pernah bilang
Rinduku serupa abu
Ia mudah hilang, gampang tempias
Tergenang air
Atau terseret arus
Menuju sungai, laut
Atau berakhir di comberan hitam
di gang buntu yang riuh dengan bocah dekil beringus
Namun barangkali rindu memang sudah tak semenarik dulu
Ia terlalu banyak diobral
Dalam lagu cinta eceran,
dalam puisi romansa kapiran,
hingga stanza dangdut kacangan
Rindu memang sudah jadi barang kodian
Rindu tak lagi menarik
Usang, kuno, dan tak layak dibicarakan
Padahal rindu menarik ketika ia tak berisik
Terlahir dari kesunyian yang menyayat
Ditakik dari jarak yang semakin jauh
Digurat seiring melambatnya waktu
Dirapal bersama deru roda kereta
Rindu seperti ini
Rindu yang ditulis hanya pada sobekan kertas
Kau pernah bilang
Rinduku serupa abu
Ia mudah hilang, gampang tempias
Tergenang air
Atau terseret arus
Menuju sungai, laut
Atau berakhir di comberan hitam
di gang buntu yang riuh dengan bocah dekil beringus
Namun barangkali rindu memang sudah tak semenarik dulu
Ia terlalu banyak diobral
Dalam lagu cinta eceran,
dalam puisi romansa kapiran,
hingga stanza dangdut kacangan
Rindu memang sudah jadi barang kodian
Rindu tak lagi menarik
Usang, kuno, dan tak layak dibicarakan
Padahal rindu menarik ketika ia tak berisik
Terlahir dari kesunyian yang menyayat
Ditakik dari jarak yang semakin jauh
Digurat seiring melambatnya waktu
Dirapal bersama deru roda kereta
Rindu seperti ini
Rindu yang ditulis hanya pada sobekan kertas
Ditulis di kereta Jaka Tingkir
Pasar Senen-Gubeng
18 November 2014, selepas dini hari