Karena itu di album pertamanya, GRIBS tak sedikitpun bercerita mengenai pesta, seks, ataupun drugs. Lagu-lagu mereka kebanyakan bercerita mengenai orang-orang yang hidup di jalanan.
Meskipun Reza berasal dari keluarga menengah ke atas, ia lebih sering menggelandang di Bulungan. Karena itu ia punya banyak teman di daerah yang didominasi oleh orang Jawa Timur itu. Dari tukang parkir, penjual nasi gule, hingga para penjual kopi.
Mulai lagu "Pejuang", "Gadis Serigala", "Serangga Kecil", "Serigala-Serigala", hingga "Lawan", semuanya bercerita mengenai perjuangan dan kehidupan keras kaum proletar. GRIBS telah menjungkir balikkan stigma bahwa band hair metal itu melulu apolitis dan asosial.
Jika ditambah dengan Arya dan Kiki yang rajin beribadah, maka jelas sudah fakta bahwa bisa jadi hair metal telah ber-evolusi… di Indonesia.
We Got Looks That Kill
It is only shallow people who do not judge by appearances
(Oscar Wilde)
Bisa jadi, salah satu alasan mengapa glam rock dan hair metal bisa populer adalah karena mereka bisa menghadirkan perpaduan yang seimbang antara konsep visual, audio, dan juga stage act.
Perpaduan itu juga yang diusung oleh Sangkakala, sebuah band glam rock dari Yogyakarta.
“Basic-nya sih aku emang senang dandan” kata Baron Kapulet Araruna alias Blangkon yang menjabat sebagai vokalis sekaligus propagandis bagi Sangkakala ketika ditanya kenapa ia suka memakai celana bermotif macan.
Motif macan –bahasa Jawa untuk harimau—adalah motif yang paling populer dalam ranah glam rock. Hampir bisa dipastikan, di setiap kostum panggung para glam rocker, ada motif macan yang menyelinap. Entah motif macan tutul atau macan loreng.
Macan adalah motif animal print yang paling bagus. Selain itu, motif zebra dan juga ular merupakan motif animal print yang paling sering digunakan dalam dunia fashion. “Tapi macan yang paling sering dipakai, karena terasa lebih jantan” terang Blangkon. Maka dari itu tak heran jika motif macan banyak terdapat di kostum para hair rocker. Tapi Sangkakala tak ingin sendiri dalam menerapkan kesenangan mereka dalam berdandan.
“Dulu kita bikin acara satu paket, yang main dandan, yang nonton juga harus dandan. Kalau penonton tidak dandan, mereka harus bayar, hahaha” lanjut Blangkon yang diiyakan oleh Rudy Atjeh sang pemain bass.
Blangkon dan Rudy adalah dua orang lulusan fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia yang membentuk Sangkakala pada tahun 2005. Tatsoy alias Tatang yang menjabat sebagai drummer juga alumni dari fakultas yang sama. Hanya Iqbal alias Eight Ball, gitaris, yang berasal dari jurusan Musik.
“Di Indonesia, orang jarang memperhatikan kostum untuk dijadikan penawaran sebuah band. Orang lebih mengutamakan audio. Makanya kenapa akhirnya kita berdandan, karena kita juga mengutamakan visual. Karena kita orang visual, orang seni rupa.” jelas Blangkon secara gamblang.
“Audio itu prosentasenya sedikit ketimbang propaganda yang kami tawarkan” sambung vokalis yang berasal dari Ponorogo ini.
Sangkakala sadar bahwa propaganda itu diperlukan untuk menyebarkan kembali kekerenan ala glam rock dan kebadungan ala hair metal. Mereka melakukan propaganda melalui even kebudayaan tahunan di Yogyakarta, Biennale.
Propaganda itu dinamakan Macanista Project.
Di sana Sangkakala mengadakan program Skool of Rawk yang merupakan klinik musik untuk memainkan lagu Sangkakala. Ada juga Glam Raw Uniform yang merupakan workshop merancang kostum untuk berdandan ala glam. Yang asyik adalah program bernama Hairdresser From Hell, sebuah workshop potong rambut ala Sangkakala (dimana satu-satunya syarat adalah “Membawa kepala berambut”). Program terakhir adalah program Atribut Macanista yang merupakan workshop membuat atribut Sangkakala, mulai dari bendera, emblem, dan banner, dengan teknik stensil dan sablon.
Reza juga dengan tegas mengamini pentingnya konsep visual bagi sebuah band, terutama band hair metal.
“Dalam setiap panggung, kami selalu berpenampilan total. Pakai celana spandex, kostum yang heboh, agar keren. Kalau manggung sekedar pakai celana jeans dan kaus, ya bisa-bisa lebih keren penontonnya. Kalo gitu ya turun aja dari panggung, biar penontonnya yang manggung” keluh Reza melihat fenomena banyaknya band yang bagus secara audio, namun lemah dalam konsep visual.
Sedang untuk stage act, Sangkakala sudah dikenal dengan pertunjukkan kembang apinya. Sejak dulu Sangkakala selalu berusaha mencari cara agar tidak menampilkan pertunjukan yang standar.
“Kenapa kita dulu pake kembang api, ya biar kita kayak band yang keren-keren itu. Itu tujuan awalnya. Dulu pas belum ada dry ice, kita bikin efek asap pake mercon asap. Ya biar sesak nafas, ya biarin, yang penting keren, hahaha” kata Blangkon.
Selain dandanan dan stage act, poin terpenting bagi sebuah band hair metal adalah rambut. Itulah yang membedakan hair rocker dengan glam rocker. Glam rocker menekankan konsep visual mereka pada make-up dan kostum. Sedang hair rocker, selain make up dan kostum, rambut merupakan satu konsep utuh bagi musik mereka.
“Tanaman aja dirawat, apalagi rambut yang dijadikan identitas” kata Reza. Pria berambut gondrong sebahu ini rutin melakukan creambath. Rekan-rekannya di band pun melakukan hal yang sama.
Arya mengamini hal yang sama. Menurutnya rambut gondrong itu adalah identitas bagi para hair rocker. Karena itu Arya memilih menggondrongkan rambutnya, termasuk ketika masih berada di tanah suci. Meski untuk itu, Arya harus rela disemprot oleh seorang berkebangsaan Arab.
“Rambut gondrong seperti ini bukanlah ciri orang islam!” kata Arya menirukan amarah pria Arab yang mungkin heran melihat pria dengan rambut gondrong, bercelana jeans, memakai kacamata hitam, tapi memakai kafiyeh dan pergi ke masjid. Tapi Arya tetap cuek. Ia menganggap selain sebagai orang Islam, rocker dan rambut gondrong itu adalah identitasnya.
Sangkakala sendiri bisa dibilang tipe hair rocker yang durhaka. Mereka merasa tak perlu berambut gondrong untuk jadi seorang hair rocker. Mereka menganggap bahwa tata rambut itu harus disesuaikan dengan bentuk wajah dan struktur tengkorak.
“Kita dandan di kostum mungkin iya, tapi kalau rambut ya gak terlalu. Reza (Gribs) cocok dandan rambut gondrong, soalnya dia ganteng, hahaha” kata Blangkon yang sampai sekarang setia bergaya rambut mullet. Sangkakala dan GRIBS sendiri pernah sepanggung di gigs yang diadakan di Wapress.
Menurutnya, gaya rambut ala hair metal tak cocok dengan bentuk tengkorak orang Indonesia pada umumnya dan tengkorak para personel Sangkakala pada khususnya.
“Kalau di Sangkakala, cuma Iqbal yang cocok dengan rambut ala hair metal. Soalnya dia yang paling ganteng diantara kami” lanjut pria berkulit coklat ini.
Lantas kenapa harus mullet?
“Rambut mullet seperti ini walau bukan asli Indonesia, tapi sudah mengakar disini. Istilahnya gondrong mburi, gondrong dangdut. Rata-rata orang terminal seperti ini semua rambutnya” sambung Rudy.
“Aku pernah gondrong, pernah pake gaya macam-macam. Tapi gak ada yang cocok dengan mukaku, hahaha” sambung Blangkon yang sepertinya memang cocok dengan gaya rambut mullet ini.
Tatsoy sang drummer Sangkakala serta Kiki drummer El-C/DC memilih untuk bergaya rambut pendek. Mereka tidak terlalu menanggapi serius tentang rambut gondrong adalah identitas bagi para hair rocker.
“Aku potong pendek ini karena kapan hari aku habis wisuda, hehehe” kata Tatsoy yang mengaku bahwa ia lebih menyukai musik hardcore ketimbang hair metal. Sedang Kiki yang berwajah rupawan ini memilih berambut pendek karena ia ingin lolos casting sebuah iklan televisi.
“Iya nih mas, aku sekarang lagi pengen jadi model” kata Kiki singkat.
Back to the Ring to Get another Swing
Tahun 2007, kota Oklahoma menjadi saksi bisu bahwa hair metal masih ada dan berjaya. Hal itu ditunjukkan via Rocklahoma Festival, sebuah festival musik kebangsaan rocker 80-an selama 3 hari berturut-turut. Di festival ini muncul berbagai band yang dulu menjadi pahlawan bagi generasi 80-an.
Mulai Quiet Riot, Steelheart, Cinderella, Winger, Dokken, Faster Pussycat, hingga L.A Guns. Diperkirakan ada seratus ribu penonton di festival musik ini.
Angka yang sama sekali tidak buruk untuk genre yang sudah dinyatakan hampir punah semenjak Nirvana mengeluarkan Nevermind pada tahun 1991 dan menyebarkan demam grunge.
Tidak hanya di Amerika Serikat, hair metal ternyata masih menyimpan fans yang cukup banyak di Indonesia. Pada bulan Maret 2008, Skid Row datang ke Indonesia dan mengadakan konser di 5 kota. Konser yang dipromotori oleh Log Zhelebour ini sukses besar. Puluhan ribu orang datang berbondong-bondong menyaksikan band yang vokalisnya bukan lagi Sebastian Bach ini. Dari tipikal manusia era 80-an hingga para anak muda dengan poni lempar.
Apakah ini pertanda bahwa hair metal masih ada dan akan bangkit lagi? Hair metal revival?
“Untuk (band) hair metal sendiri masih sedikit jumlahnya di Indonesia” kata Reza. Dan lebih sedikit lagi band yang sudah mengeluarkan album. Yang jumlahnya lumayan banyak adalah band-band cover, seperti Mama Rocker dan Velvetdogstown.
Sepanjang pengetahuan saya, hanya ada tiga band glam rock/hair metal yang sudah mengeluarkan album: Seurieus, GRIBS dan Sangkakala. Seurieus sendiri sempat menimbulkan anggapan bahwa musik glam rock adalah musik lawakan. Setelah ditinggal keluar Candil sang vokalis beroktaf tinggi, tak pernah ada gebrakan lagi dari band yang berasal dari Bandung ini. Kabar terakhir adalah mereka sudah mengeluarkan satu single dengan vokalis baru mereka. Tapi untuk album baru sepertinya masih belum ada kejelasan. Cukup disayangkan sebenarnya.
GRIBS sekarang masih berjuang keras untuk kembali memasyarakatkan musik hair metal. Mereka masih menentukan single kedua yang akan dilempar ke pasar. Masih belum ada rencana untuk mengeluarkan album kedua. Tapi saya yakin gerombolan rocker gondrong dan kribo ini masih mempunyai umur yang panjang. Sekarang tinggal menanti konsistensi mereka saja.
“Sekarang yang penting bagaimana band rock itu bisa bersatu” kata Reza serius.
Sangkakala sendiri mengeluarkan album pertama mereka via netlabel pertama di Indonesia, Yesnowave. Album bootleg ini berisi enam lagu, dengan tema yang sama sekali jauh dari pesta dan senang-senang. Sound di album ini juga lebih raw, berbeda dengan sound musik band hair metal pada umumnya.
Saat ini Sangkakala memutuskan untuk masuk studio, merekam album studio mereka yang pertama. Album kali ini rencananya akan berisi sembilan lagu, dan semoga bisa rilis akhir tahun 2010.
Arya juga sedang masuk studio rekaman bersama band serius-nya, Abad. Ia merekam lagu-lagu band itu di studio milik Eet Sjahranie. Ia berharap album dari band yang kental dipengaruhi oleh Motley Crue ini bisa segera keluar, “Semoga akhir tahun sudah selesai” kata Arya.
Ketika memulai perjalanan hair metal (saya tak suka menyebutnya sebagai ziarah, terlalu berkesan menengok sesuatu yang sudah mati, sedangkan hair metal belumlah mati. Years gone by, they’re still kicking ass) hingga menuliskan tulisan ini, saya masih berpikir bagaimana nasib hair metal ke depannya. Tapi saya tersadar bahwa memikirkan hari esok secara berlebihan adalah hal yang tabu dalam hair metal.
Get yourself together, drink till you drop, forget about tomorrow and have another shot! (Selesai)
Meskipun Reza berasal dari keluarga menengah ke atas, ia lebih sering menggelandang di Bulungan. Karena itu ia punya banyak teman di daerah yang didominasi oleh orang Jawa Timur itu. Dari tukang parkir, penjual nasi gule, hingga para penjual kopi.
Mulai lagu "Pejuang", "Gadis Serigala", "Serangga Kecil", "Serigala-Serigala", hingga "Lawan", semuanya bercerita mengenai perjuangan dan kehidupan keras kaum proletar. GRIBS telah menjungkir balikkan stigma bahwa band hair metal itu melulu apolitis dan asosial.
Jika ditambah dengan Arya dan Kiki yang rajin beribadah, maka jelas sudah fakta bahwa bisa jadi hair metal telah ber-evolusi… di Indonesia.
We Got Looks That Kill
It is only shallow people who do not judge by appearances
(Oscar Wilde)
Bisa jadi, salah satu alasan mengapa glam rock dan hair metal bisa populer adalah karena mereka bisa menghadirkan perpaduan yang seimbang antara konsep visual, audio, dan juga stage act.
Perpaduan itu juga yang diusung oleh Sangkakala, sebuah band glam rock dari Yogyakarta.
“Basic-nya sih aku emang senang dandan” kata Baron Kapulet Araruna alias Blangkon yang menjabat sebagai vokalis sekaligus propagandis bagi Sangkakala ketika ditanya kenapa ia suka memakai celana bermotif macan.
Motif macan –bahasa Jawa untuk harimau—adalah motif yang paling populer dalam ranah glam rock. Hampir bisa dipastikan, di setiap kostum panggung para glam rocker, ada motif macan yang menyelinap. Entah motif macan tutul atau macan loreng.
Macan adalah motif animal print yang paling bagus. Selain itu, motif zebra dan juga ular merupakan motif animal print yang paling sering digunakan dalam dunia fashion. “Tapi macan yang paling sering dipakai, karena terasa lebih jantan” terang Blangkon. Maka dari itu tak heran jika motif macan banyak terdapat di kostum para hair rocker. Tapi Sangkakala tak ingin sendiri dalam menerapkan kesenangan mereka dalam berdandan.
“Dulu kita bikin acara satu paket, yang main dandan, yang nonton juga harus dandan. Kalau penonton tidak dandan, mereka harus bayar, hahaha” lanjut Blangkon yang diiyakan oleh Rudy Atjeh sang pemain bass.
Blangkon dan Rudy adalah dua orang lulusan fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia yang membentuk Sangkakala pada tahun 2005. Tatsoy alias Tatang yang menjabat sebagai drummer juga alumni dari fakultas yang sama. Hanya Iqbal alias Eight Ball, gitaris, yang berasal dari jurusan Musik.
“Di Indonesia, orang jarang memperhatikan kostum untuk dijadikan penawaran sebuah band. Orang lebih mengutamakan audio. Makanya kenapa akhirnya kita berdandan, karena kita juga mengutamakan visual. Karena kita orang visual, orang seni rupa.” jelas Blangkon secara gamblang.
“Audio itu prosentasenya sedikit ketimbang propaganda yang kami tawarkan” sambung vokalis yang berasal dari Ponorogo ini.
Sangkakala sadar bahwa propaganda itu diperlukan untuk menyebarkan kembali kekerenan ala glam rock dan kebadungan ala hair metal. Mereka melakukan propaganda melalui even kebudayaan tahunan di Yogyakarta, Biennale.
Propaganda itu dinamakan Macanista Project.
Di sana Sangkakala mengadakan program Skool of Rawk yang merupakan klinik musik untuk memainkan lagu Sangkakala. Ada juga Glam Raw Uniform yang merupakan workshop merancang kostum untuk berdandan ala glam. Yang asyik adalah program bernama Hairdresser From Hell, sebuah workshop potong rambut ala Sangkakala (dimana satu-satunya syarat adalah “Membawa kepala berambut”). Program terakhir adalah program Atribut Macanista yang merupakan workshop membuat atribut Sangkakala, mulai dari bendera, emblem, dan banner, dengan teknik stensil dan sablon.
Reza juga dengan tegas mengamini pentingnya konsep visual bagi sebuah band, terutama band hair metal.
“Dalam setiap panggung, kami selalu berpenampilan total. Pakai celana spandex, kostum yang heboh, agar keren. Kalau manggung sekedar pakai celana jeans dan kaus, ya bisa-bisa lebih keren penontonnya. Kalo gitu ya turun aja dari panggung, biar penontonnya yang manggung” keluh Reza melihat fenomena banyaknya band yang bagus secara audio, namun lemah dalam konsep visual.
Sedang untuk stage act, Sangkakala sudah dikenal dengan pertunjukkan kembang apinya. Sejak dulu Sangkakala selalu berusaha mencari cara agar tidak menampilkan pertunjukan yang standar.
“Kenapa kita dulu pake kembang api, ya biar kita kayak band yang keren-keren itu. Itu tujuan awalnya. Dulu pas belum ada dry ice, kita bikin efek asap pake mercon asap. Ya biar sesak nafas, ya biarin, yang penting keren, hahaha” kata Blangkon.
Selain dandanan dan stage act, poin terpenting bagi sebuah band hair metal adalah rambut. Itulah yang membedakan hair rocker dengan glam rocker. Glam rocker menekankan konsep visual mereka pada make-up dan kostum. Sedang hair rocker, selain make up dan kostum, rambut merupakan satu konsep utuh bagi musik mereka.
“Tanaman aja dirawat, apalagi rambut yang dijadikan identitas” kata Reza. Pria berambut gondrong sebahu ini rutin melakukan creambath. Rekan-rekannya di band pun melakukan hal yang sama.
Arya mengamini hal yang sama. Menurutnya rambut gondrong itu adalah identitas bagi para hair rocker. Karena itu Arya memilih menggondrongkan rambutnya, termasuk ketika masih berada di tanah suci. Meski untuk itu, Arya harus rela disemprot oleh seorang berkebangsaan Arab.
“Rambut gondrong seperti ini bukanlah ciri orang islam!” kata Arya menirukan amarah pria Arab yang mungkin heran melihat pria dengan rambut gondrong, bercelana jeans, memakai kacamata hitam, tapi memakai kafiyeh dan pergi ke masjid. Tapi Arya tetap cuek. Ia menganggap selain sebagai orang Islam, rocker dan rambut gondrong itu adalah identitasnya.
Sangkakala sendiri bisa dibilang tipe hair rocker yang durhaka. Mereka merasa tak perlu berambut gondrong untuk jadi seorang hair rocker. Mereka menganggap bahwa tata rambut itu harus disesuaikan dengan bentuk wajah dan struktur tengkorak.
“Kita dandan di kostum mungkin iya, tapi kalau rambut ya gak terlalu. Reza (Gribs) cocok dandan rambut gondrong, soalnya dia ganteng, hahaha” kata Blangkon yang sampai sekarang setia bergaya rambut mullet. Sangkakala dan GRIBS sendiri pernah sepanggung di gigs yang diadakan di Wapress.
Menurutnya, gaya rambut ala hair metal tak cocok dengan bentuk tengkorak orang Indonesia pada umumnya dan tengkorak para personel Sangkakala pada khususnya.
“Kalau di Sangkakala, cuma Iqbal yang cocok dengan rambut ala hair metal. Soalnya dia yang paling ganteng diantara kami” lanjut pria berkulit coklat ini.
Lantas kenapa harus mullet?
“Rambut mullet seperti ini walau bukan asli Indonesia, tapi sudah mengakar disini. Istilahnya gondrong mburi, gondrong dangdut. Rata-rata orang terminal seperti ini semua rambutnya” sambung Rudy.
“Aku pernah gondrong, pernah pake gaya macam-macam. Tapi gak ada yang cocok dengan mukaku, hahaha” sambung Blangkon yang sepertinya memang cocok dengan gaya rambut mullet ini.
Tatsoy sang drummer Sangkakala serta Kiki drummer El-C/DC memilih untuk bergaya rambut pendek. Mereka tidak terlalu menanggapi serius tentang rambut gondrong adalah identitas bagi para hair rocker.
“Aku potong pendek ini karena kapan hari aku habis wisuda, hehehe” kata Tatsoy yang mengaku bahwa ia lebih menyukai musik hardcore ketimbang hair metal. Sedang Kiki yang berwajah rupawan ini memilih berambut pendek karena ia ingin lolos casting sebuah iklan televisi.
“Iya nih mas, aku sekarang lagi pengen jadi model” kata Kiki singkat.
Back to the Ring to Get another Swing
Tahun 2007, kota Oklahoma menjadi saksi bisu bahwa hair metal masih ada dan berjaya. Hal itu ditunjukkan via Rocklahoma Festival, sebuah festival musik kebangsaan rocker 80-an selama 3 hari berturut-turut. Di festival ini muncul berbagai band yang dulu menjadi pahlawan bagi generasi 80-an.
Mulai Quiet Riot, Steelheart, Cinderella, Winger, Dokken, Faster Pussycat, hingga L.A Guns. Diperkirakan ada seratus ribu penonton di festival musik ini.
Angka yang sama sekali tidak buruk untuk genre yang sudah dinyatakan hampir punah semenjak Nirvana mengeluarkan Nevermind pada tahun 1991 dan menyebarkan demam grunge.
Tidak hanya di Amerika Serikat, hair metal ternyata masih menyimpan fans yang cukup banyak di Indonesia. Pada bulan Maret 2008, Skid Row datang ke Indonesia dan mengadakan konser di 5 kota. Konser yang dipromotori oleh Log Zhelebour ini sukses besar. Puluhan ribu orang datang berbondong-bondong menyaksikan band yang vokalisnya bukan lagi Sebastian Bach ini. Dari tipikal manusia era 80-an hingga para anak muda dengan poni lempar.
Apakah ini pertanda bahwa hair metal masih ada dan akan bangkit lagi? Hair metal revival?
“Untuk (band) hair metal sendiri masih sedikit jumlahnya di Indonesia” kata Reza. Dan lebih sedikit lagi band yang sudah mengeluarkan album. Yang jumlahnya lumayan banyak adalah band-band cover, seperti Mama Rocker dan Velvetdogstown.
Sepanjang pengetahuan saya, hanya ada tiga band glam rock/hair metal yang sudah mengeluarkan album: Seurieus, GRIBS dan Sangkakala. Seurieus sendiri sempat menimbulkan anggapan bahwa musik glam rock adalah musik lawakan. Setelah ditinggal keluar Candil sang vokalis beroktaf tinggi, tak pernah ada gebrakan lagi dari band yang berasal dari Bandung ini. Kabar terakhir adalah mereka sudah mengeluarkan satu single dengan vokalis baru mereka. Tapi untuk album baru sepertinya masih belum ada kejelasan. Cukup disayangkan sebenarnya.
GRIBS sekarang masih berjuang keras untuk kembali memasyarakatkan musik hair metal. Mereka masih menentukan single kedua yang akan dilempar ke pasar. Masih belum ada rencana untuk mengeluarkan album kedua. Tapi saya yakin gerombolan rocker gondrong dan kribo ini masih mempunyai umur yang panjang. Sekarang tinggal menanti konsistensi mereka saja.
“Sekarang yang penting bagaimana band rock itu bisa bersatu” kata Reza serius.
Sangkakala sendiri mengeluarkan album pertama mereka via netlabel pertama di Indonesia, Yesnowave. Album bootleg ini berisi enam lagu, dengan tema yang sama sekali jauh dari pesta dan senang-senang. Sound di album ini juga lebih raw, berbeda dengan sound musik band hair metal pada umumnya.
Saat ini Sangkakala memutuskan untuk masuk studio, merekam album studio mereka yang pertama. Album kali ini rencananya akan berisi sembilan lagu, dan semoga bisa rilis akhir tahun 2010.
Arya juga sedang masuk studio rekaman bersama band serius-nya, Abad. Ia merekam lagu-lagu band itu di studio milik Eet Sjahranie. Ia berharap album dari band yang kental dipengaruhi oleh Motley Crue ini bisa segera keluar, “Semoga akhir tahun sudah selesai” kata Arya.
Ketika memulai perjalanan hair metal (saya tak suka menyebutnya sebagai ziarah, terlalu berkesan menengok sesuatu yang sudah mati, sedangkan hair metal belumlah mati. Years gone by, they’re still kicking ass) hingga menuliskan tulisan ini, saya masih berpikir bagaimana nasib hair metal ke depannya. Tapi saya tersadar bahwa memikirkan hari esok secara berlebihan adalah hal yang tabu dalam hair metal.
Get yourself together, drink till you drop, forget about tomorrow and have another shot! (Selesai)
sepertinya saya jatuh cinta dengan teman-teman kamu itu nuran.. *loh
BalasHapushahaha xD
just dropped by to say hi,
nice write anyway, as always :)