Tahun 1991 Nirvana merilis album Nevermind . Hal itu seperti bunyi lonceng kematian yang menyapu bersih semua band beraliran hair metal. Semua? Tidak juga. Karena pada tahun 1991, salah satu majalah musik terkenal di Amerika masih membaptis Enuff Znuff, band hair metal asal Blue Island, Chicago, sebagai band terbaik tahun 1991.
16 tahun semenjak hair metal dinyatakan hilang dari peredaran, muncullah Rocklahoma Festival, sebuah festival tahunan bagi para hair rocker. Di tahun pertamanya, festival ini memunculkan band-band yang mendominasi poster di tembok kamar para lelaki di era 80-an. Mulai Quiet Riot, Steelheart, Cinderella, Winger, Dokken, Faster Pussycat, hingga L.A Guns. Diperkirakan ada 100.000 penonton di festival musik yang berlangsung selama 3 hari ini.
Sungguh suatu angka yang sama sekali tidak buruk untuk musik yang dianggap tewas mengenaskan sejak 1991.
Ternyata memang hair metal masih belum mati. Kalau anda mengetikkan “Hair Metal” di facebook, maka akan muncul berbagai page yang membahas hair metal. Rata-rata page itu mempunyai sekitar 6000-19000 fans. Hal itu seperti menunjukkan bahwa hair metal masih saja hidup, meskipun tak seramai dulu.
Bahkan kalau mau iseng, coba bandingkan jumlah fans Motley Crue dengan fans Smashing Pumpkins. Fans page Motley Crue memiliki 557,921 fans lebih banyak ketimbang fans band-nya Billy Corgan yang akan bermain di Java Rocking Land itu. Smashing Pumpkins tercatat hanya memiliki 494,057 fans.
Bagaimana dengan di Indonesia? Negara yang membuat saya bangga karena masuk dalam film dokumentar Global Metal sekaligus membuat saya bergidik ketika melihat acara-acara musik pagi hari.
Mari percayakan semua pada rock, karena rock tak pernah mati.
Setidaknya itu propaganda yang diusung oleh GRIBS, band yang namanya merupakan akronim dari Gondrong Kribo Bersaudara. Rezanov sang vokalis, Dion Arnaldo sang pemain gitar, Arif Snik pemain bass, dan Rashta di departemen drum adalah 4 orang saudara sepupu.
Memulai ber-jam session sejak tahun 2005, butuh waktu 4 tahun untuk merilis album perdana bertajuk Gondrong Kribo Bersaudara dibawah label Suara Gunung Kelud Record dan di distribusikan oleh Demajors.
Album yang berisi 13 lagu ini kental dengan nuansa hard rock yang penuh dengan drum yang berdentum-dentum, suara vokal yang jernih dan melengking tinggi, hingga taburan solo gitar yang niscaya akan mengingatkan anda yang mungkin lupa betapa menyenangkannya bermain air guitar di depan cermin. Album ini bahkan dinobatkan masuk ke dalam daftar 20 album terbaik 2009 oleh Rolling Stone Indonesia.
Apa album ini pertanda munculnya gerakan hair metal revival?
“Masih terlalu dini kalau dibilang hair metal akan bangkit lagi” kata Rezanov yang saya temui di sebuah mini market di bilangan Bulungan. Malam itu Reza –nama panggilannya—tampil layaknya rocker yang akan manggung. Begitu lengkap dengan jeans ketat berwarna coklat dan jaket jeans costumed, masih ditambahi beberapa aksesoris gelang dan kalung yang meriah.
“Sekarang yang penting adalah mengkondisikan masyarakat agar aware dengan keberadaan GRIBS” lanjut Reza sembari menolak bir yang saya sodorkan. Ternyata Reza bukanlah pengkonsumsi alkohol.
Hey, mana gila-gilaannya? Sex, drugs, booze, and rock n roll?
“Hahaha, sekarang yang jauh lebih penting adalah memasyarakatkan kembali musik rock. Bukan sekedar party. Masih banyak hal yang jauh lebih penting ketimbang itu semua” ujarnya serius.
Keseriusan itu dibuktikan dengan keputusan Reza untuk keluar dari pekerjaannya di sebuah biro advertising. Ia memutuskan untuk total hidup dari musik. Keseriusan itu pula yang membuatnya menyadari arti penting media, termasuk TV yang sekarang overdosis dalam menayangkan musik sappy pop. GRIBS bukanlah band rock yang anti tampil di televisi dan melakukan lip-synch.
GRIBS dengan sadar menggunakan televisi sebagai media propaganda dan menyebarkan bahwa musik rock –terutama musik rock 80-an—itu masih ada.
“Kami ingin memasyarakatkan hair metal lewat media yang lebih besar, televisi” kata pria berambut gondrong sebahu ini.
Sejauh ini usaha itu berhasil. Setidaknya menurut mereka dan statistik fans di facebook.
Semakin banyak masyarakat yang tahu tentang keberadaan GRIBS. Di facebook, GRIBS memiliki sekitar 5490 Pejuang GRIBS (Sebutan untuk fans GRIBS) dan 781 follower di twitter. Selain itu fans GRIBS semakin bertambah semenjak Reza berhasil memerankan Yance dalam drama musikal Diana yang disutradarai oleh Garin Nugroho.
Lirik di album perdana mereka tidak sekedar bercerita mengenai doing nothing but a good time, shake me baby, grab my ball, sleep all day, ataupun drink all night. GRIBS berusaha menghancurkan stigma bahwa band hair metal itu cenderung hedonis, apolitis dan asosial.
GRIBS banyak bercerita mengenai kehidupan manusia urban di kota besar (Pejuang, Serangga Kecil, Gadis Serigala), pemberontakan (Lawan), hingga sentilan terhadap sinetron Indonesia yang kualitasnya semakin lama mendekati taraf mengerikan dan membodohi (Sinetron Indonesia). Meski beberapa kalimat terdengar klise --seperti “Atas nama rock kami melawan”, atau “Rock n roll jiwaku”-- tapi tak bisa dipungkiri bahwa kalimat anthemic itu sepertinya tak akan lekang.
Bisa jadi pertanyaan yang selalu muncul di benak para kritikus musik adalah, kenapa musik hair metal yang kebanyakan bercerita mengenai pesta, seks bebas, dan juga narkoba bisa populer?
Jawabannya mungkin, hair metal bisa menghadirkan perpaduan yang seimbang antara audio dan visual. Perpaduan antara tebal dan gagahnya sound ala hard rock, kebengalan dan pemberontakan ala punk rock, dengan shocking costume yang genit ala glam rock. Hal itu dibenarkan oleh Reza.
“Dalam setiap panggung, kami selalu berpenampilan total. Pakai celana spandex, kostum yang heboh, agar keren. Kalau manggung sekedar pakai celana jeans dan kaus, ya bisa-bisa lebih keren penontonnya. Kalo gitu ya turun aja dari panggung, biar penontonnya yang manggung” keluh Reza melihat fenomena banyaknya band yang bagus secara audio, namun lemah dalam konsep visual.
“Jadi harus seimbang antara audio dan konsep visual” imbuhnya.
Pakaian yang ia pakai malam itu jelas membuat saya tak bisa tidak mempercayainya.
Konsep perpaduan audio dan visual yang seimbang itu juga dipraktekkan dengan baik oleh Sangkakala, sebuah band Yogyakarta yang menyebut aliran musik mereka dengan sebutan No Wave of Bantul Heavy Metal.
“Basic-nya sih aku emang senang dandan” kata Baron Kapulet Araruna alias Blangkon yang menjabat sebagai vokalis sekaligus propagandis bagi Sangkakala ketika ditanya kenapa ia suka memakai celana bermotif macan dan berbagai kostum khas glam lainnya.
“Dulu kita bikin acara –konser-- satu paket, yang main dandan, yang nonton juga harus dandan. Kalau penonton tidak dandan, mereka harus bayar, hahaha” lanjut Blangkon yang diiyakan oleh Rudy Atjeh sang pemain bass.
Blangkon dan Rudy adalah dua orang lulusan fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia yang membentuk Sangkakala pada tahun 2005. Tatsoy alias Tatang yang menjabat sebagai drummer juga alumni dari fakultas yang sama. Hanya Iqbal alias Eight Ball, gitaris, yang berasal dari jurusan Musik.
“Di Indonesia, orang jarang memperhatikan kostum untuk dijadikan sebuah penawaran sebuah band. Orang lebih mengutamakan audio. Makanya kenapa akhirnya kita berdandan, karena kita juga mengutamakan visual. Karena kita orang visual, orang seni rupa. Jadi kita bisa mencocokkan muka, pakaian, sama aksi di atas panggung. Jadi kita punya nilai tawar. Band itu adalah sebuah bentuk seni rupa. Kita menamakannya audio rock fashion show.” jelas Blangkon secara gamblang.
“Audio itu prosentasenya sedikit ketimbang propaganda yang kami tawarkan” sambung vokalis yang tak pernah lupa mengucapkan Assalamualaikum setiap Sangkakala manggung ini.
Berbeda dengan GRIBS yang berusaha mempopulerkan Hair Metal melalui media yang paling populer –televisi-- Sangkakala memiliki pendekatan dan cara propaganda yang berbeda.
Sangkalala sempat menjadi pengisi acara pesta budaya tahunan di Yogyakarta, Biennale. Di pagelaran Biennale yang ke X tahun 2009 lalu, Sangkakala menyebarkan propaganda musik metal melalui klinik musik, hair styling, memodifikasi kostum, pemberian merchandise kepada fans (poster, flyer, banner) dan berakhir dengan konser tunggal mereka. Propaganda itu mereka namakan Macanista Art Project.
Ada apa dengan Macan (Harimau)? Kenapa pola kulit mereka banyak dipakai sebagai motif kostum para band glam dan hair metal?
“Karena motif kulit macan itu motif animal print yang paling bagus. Terkesan jantan lagipula. Selain macan, motif animal print yang bagus itu ya ular sama zebra. Tapi motif macan lebih gagah” kata Blangkon serius. “Walau di Indonesia, motif macan identik dengan penyanyi dangdut” sambung Tatang sembari tertawa.
Trio Macan sepertinya adalah bukti shahih bahwa motif macan itu identik dengan penyanyi dangdut.
Bagi para hair rocker, rambut gondrong yang tertata dan terawat itu ibarat kewajiban. Itu yang membedakan mereka dengan para glam rocker yang menitik beratkan konsep visual pada baju dan make-up.
Tapi kalau boleh jujur, Sangkakala adalah tipe hair rocker yang durhaka. Mereka tak mengindahkan rambut gondrong ala hair metal tersebut –kecuali Iqbal. Blangkon dan Rudy dengan bangga dan jumawa bergaya rambut mullet. Sedangkan Tatang berambut pendek biasa, tanpa gaya macam-macam.
“Kemarin habis wisuda, jadi potong rambut, hehehe” kata Tatang sembari cengengesan. Tampaknya dia adalah personel paling pendiam dan tak suka berdandan diantara 3 teman band-nya.
Bagi mereka, gaya yang melekat pada hair rocker di Amerika tak perlu dipraktikkan di Indonesia.
“Kita dandan di kostum mungkin iya, tapi kalau rambut ya gak terlalu” kata Blangkon. Menurut mereka, gaya rambut ala hair metal tak cocok dengan bentuk tengkorak orang Indonesia pada umumnya dan tengkorak para personel Sangkakala pada khususnya.
“Reza GRIBS cocok dengan gaya rambut gondrong ala hair metal, dia ganteng. Kita sih menyesuaikan dengan bentuk tengkorak saja” kata Blangkon sembari tertawa.
“Kalau di Sangkakala, cuma Iqbal yang cocok dengan rambut ala hair metal. Soalnya dia yang paling ganteng diantara kami” lanjut pria berkulit coklat ini.
Lantas kenapa harus mullet?
“Rambut mullet seperti ini walau bukan asli Indonesia, tapi sudah mengakar disini. Istilahnya gondrong mburi, gondrong dangdut. Rata-rata orang terminal seperti ini semua rambutnya” lanjut Rudy.
“Aku pernah gondrong, pernah pake gaya macam-macam. Tapi gak ada yang cocok dengan mukaku, hahaha” sambung Blangkon yang malam itu tampak feminis dengan celana cut bray hitam bercorak bunga, namun tampak sangat maskulin dengan rambut mullet dan kumis hitamnya.
Selain konsep kostum, Sangkakala selalu dikenang dengan pertunjukan kembang apinya di setiap panggung yang mereka jelajahi.
“Kenapa kita dulu pake kembang api, ya biar kita kayak band yang keren-keren itu. Itu tujuan awalnya. Dulu pas belum ada dry ice, kita bikin efek asap pake mercon asap. Ya biar sesak nafas, ya biarin, yang penting keren, hahaha” kata Blangkon.
Dengan konsep glam, kembang api, dan musik yang raw, tak heran Sangkakala menjadi salah satu band rock yang ramai dipergunjingkan saat ini. Setelah merilis EP self titled via Yesnowave, Sangkakala sekarang sedang masuk studio rekaman. Mereka berusaha memulai rekaman studio.
EP pertama mereka adalah bootleg ketika mereka membawakan 6 lagu di Amphiteater Taman Budaya Yogyakarta, 5 Januari 2010 silam.
Saat ini Sangkakala sudah memiliki sekitar 3984 Macanista –sebutan untuk fans Sangkakala— di facebook. Dan angka itu sepertinya akan terus bertambah jika album perdana mereka dirilis.
GRIBS dan Sangkakala sepertinya adalah contoh sempurna bagi sebuah fakta kecil: hair metal sesungguhnya tak pernah mati. Mereka berhasil melakukan lagi penggabungan seimbang antara audio, konsep visual dan juga stage act, sama seperti yang dilakukan oleh Motley Crue, Cinderella, Poison, bahkan Guns N Roses puluhan tahun lalu.
Meski terlalu dini untuk dibilang hair metal akan berjaya kembali, dua band ini sepertinya akan lantang berkata: Years gone by, I’d say we’re still kicking ass! []
memang_sudah_saatnya_hair_metal_hidup_kembali...disaat_semakin_seragamnya_corak_musik_metal_sekarang...YOU_COULD_BE_MINE!!!
BalasHapusarrrghhhh yeachhh ...tinggal bikin acara nya nih !!!!
BalasHapusgang bang glam rock !!
Nanti kalau mau bikin acara, hubungi aku ya mas, siapa tahu aku bisa bantu-bantu. Glam rock forever, yeaaah! :D
Hapus