Rabu, 12 Juni 2013

Anak Betawiii

Courtesy of  soulovart.blogspot.com

Salah satu sinetron legendaris yang nyaris tak pernah membosankan walau diputar berulang kali adalah Si Doel Anak Sekolahan (SDAS). Terhitung sejak awal ditayangkan RCTI pada warsa 1994, sinetron ini masih asyik untuk ditonton dan masih relevan hingga sekarang. Terbukti pada bulan April 2013, SDAS kembali ditayangkan kembali oleh RCTI dan sepertinya mendapat rating yang lumayan bagus. Hal ini bisa dilihat dari jatah slot yang lumayan panjang (dari jam 12.30 hingga pukul 15.00).

Menonton SDAS juga selalu menyenangkan karena ternyata Jakarta bisa juga tidak berjarak dengan penduduk luar Jakarta. Dewasa ini, sebagian besar sinetron jelas membuat jarak yang sangat lebar dengan kebanyakan pemirsa sinetron yang didominasi oleh kelas menengah ke bawah. Isinya berkisar tentang rumah gedongan, perusahaan besar, mobil mewah, kisah cinta ala Cinderella story, intrik rebutan warisan, racun meracun, dan segala macam hal yang sama sekali tidak dekat dengan kebanyakan penonton sinetron.

SDAS memangkas jarak itu semua. Contoh paling dekat sekaligus personal adalah, panggilan lu-gue yang sangat membumi sekaligus sama sekali tidak terdengar songong atau sombong di telinga saya. Kalau saya mendengar lu-gue di SDAS, itu adalah kosakata Suku Betawi, sama seperti kulo-sampean dalam Bahasa Jawa. Beda kalau saya mendengar kata lo-gue di sinetron sekarang yang --sekali lagi, ini sangat personal-- angkuh sekaligus menyebalkan.

Selain mengenai ketiadaan jarak itu, hal menarik lain yang bisa disimak di SDAS adalah komposisi peran yang mantap punya. Nyaris semuanya --bahkan untuk karakter kecil seperti Mamang penjual barang kredit-- menyumbangkan akting yang maksimal dan punya karakter peran tersendiri yang sangat kuat. Tak ada peran yang sekedar tempelan. 

Silsilah Keluarga Besar Doel

Tapi jelas, karakter paling pol ada pada lingkaran keluarga Kasdoelah --nama lengkap Si Doel. Dari Engkong Ali, kakek Si Doel yang diperankan oleh Haji Tile, hingga Babe yang diperankan dengan sangat jenius oleh Benyamin Sueb. Semua unik dan punya karakter kuat. 

Tapi apakah semua sudah tahu tentang lingkaran keluarga Si Doel? Sejak pertama tahu Doel pada tahun 1994 hingga awal Mei 2013, saya tak tahu dengan lengkap siapa saja anggota keluarga Doel. Tahunya ya yang ada di TV: Kong Ali, Babe, Mak Nyak, Doel, Atun, Mandra. 

Namun semua berubah saat saya mendapat rejeki runtuh: menemukan buku Si Doel and Beyond: Discourse on Indonesian Television in the 1990s karya Klarijn Loven di sebuah toko buku bekas di bilangan Blok M pada 24 Mei 2013. Buku ini adalah tesis Klarijn saat menempuh studi di Universitas Leiden, Belanda. Karena itu, penulisannya pun sama seperti penulisan ilmiah lain: ada catatan kaki dan sumber data. Namun entah kenapa, buku ini terasa enak sekali dibaca. 

Pada halaman 50 buku ini, dilampirkan silsilah keluarga besar Doel. Dari bagan itu, barulah saya tahu silsilah lengkap keluarga Doel. 

Silsilah keluarga besar ini dimulai dari Muhammad Toyib, akrab dipanggil Kong Ali. Kong Ali adalah orang Betawi tulen. Kampungnya di Condet. Namun tanahnya banyak dan tersebar dimana-mana. Dalam SDAS, peran ini dimainkan dengan sangat baik oleh Haji Tile. Kong Ali digambarkan sebagai kakek yang jenaka, sayang cucu (ia bahkan membelikan Atun perlengkapan salon dan membelikan motor buat Si Doel dari hasil jual tanah), sekaligus genit pada banyak perempuan. Tak terhitung berapa banyak perempuan yang sudah digombalinya.

Salah satu gombalannya yang legendaris muncul saat Kong Ali ditanya oleh Rara, tetangga baru Doel yang hobi bersepeda. 

"Emang Kong Ali kuat ngangkat sepeda saya?"

"Jangan kate sepeda neng, perawan juga sanggup gue angkat." 

Legend!

Meski begitu, Kong Ali adalah penganut monogami yang teguh. Istrinya hanya satu. Tak disebutkan siapa nama istri Kong Ali. Setelah istri pertamanya meninggal, Kong Ali sempat menduda lama sebelum akhirnya menikah lagi dengan perempuan bernama Rodiyah. Pernikahan ini juga sempat membuat geger keluarga Doel. Pasalnya, Kong Ali sudah sangat sepuh. Tak terhitung, Sabeni sang menantu pun protes.

"Umur tinggal sejengkal, badan sudah bau tane. Masih aja pengen kawin!"

Dari istri pertamanya, Kong Ali mempunyai empat orang anak. Anak pertamanya adalah Nurlaela, akrab dipanggil Lela. Anak kedua dan ketiga tak sempat ambil peran, pasalnya diceritakan kalau mereka meninggal karena tenggelam di sungai Ciliwung. Nah, anak bungsu Kong Ali adalah Mandra. Awalnya Mandra tinggal bersama sang babe, Kong Ali. Namun akhirnya ia pindah ke rumah Mpok Lela. Kepindahan Mandra ke rumah Mpok Lela ini yang membuat cerita SDAS semakin berwarna dengan tingkahnya.

Lela menikah dengan Sabeni. Dalam silsilah yang digambarkan oleh Klarijn, dijelaskan kalau pasangan Sabeni dan Lela punya empat orang anak: Kasdoelah (namun ditulis sebagai Kasdullah), Nurhayati, Madjid, dan Zaitun alias Atun. Namun ada kebingungan. Karena dalam episode-episode awal, Nyak Lela sempat bercerita kalau, "... abang si Doel meninggal waktu kecil, sakit cacar. Adik si Doel perempuan meninggal umur seminggu, kena sakit panas."

Kalau demikian, berarti silsilah ini harusnya dirombak: Madjid adalah anak pertama, Doel anak kedua, Nurhayati anak ketiga, dan Atun anak bungsu.

Karakter ini akhirnya bertambah banyak dengan adanya Karyo (Diperankan oleh Basuki, pedagang batik yang mengontrak rumah di samping rumah Doel), Sarah (diperankan oleh Cornelia Agatha, perempuan 'modern' yang jatuh cinta dengan Doel), Zaenab (diperankan oleh Maudy Koesnaedy, perempuan teman kecil Doel, jatuh cinta pada Doel), dan 'masih banyak lagi.

Post scriptum: bagi kalian yang mau fotokopi buku  Si Doel and Beyond: Discourse on Indonesian Television in the 1990s, monggo hubungi saya, nanti saya pinjamkan.

12 komentar:

  1. okelah, jadi tahu ternyata nama doel adalah: Kasdoelah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, senang rasanya kalau tulisan ini bermanfaat :D

      Hapus
  2. Baru tau namanya kasdoelah dan 4 bersaudara. Jadi berasa lebih akrab gitu sekarang, minimal uda kenal keluarganya lah. Terima kasih sudah mengakrabkan kami, mas! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe. Terima kasih sudah mampir mbak, senang kalau tulisan ini bisa bermanfaat *padahal tulisan selo* :))

      Hapus
  3. Mas Nuran, saya tertarik untuk fotokopi
    bukunya, gimana caranya ya? Saya di Jogja :)
    Makasih sebelumnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti aku fotokopikan dulu aja mbak. Kebetulan si Jaki (sampean temennya Jaki kan?) juga mau fotokopi buku ini. Nanti sampean ganti ongkos fotokopinya aja. Hehehe. Nanti kalau sudah, saya kabari ya. Makasih sudah mampir :)

      Hapus
  4. Bagi generasi 90-an yang membaca tulisan ini, bakal bernostalgia dengan cantik tentang tontonan Si Doel. Tapi buat generasi belasan, baca tulisan ini akan bikin jatuh cinta sama cerita dan penokohan dalam SDAS. Keren Mas Nuran! :) Buku karya Klarijn Loven itu dijual umum ndak ya? pengen juga cari. Kalau ndak nemu, aku mohon bantuan ya? hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mbak Intan :) Kalo soal buku, wah itu saya gak tahu dijual untuk umum atau gak. Mungkin mbak bisa maen ke KITLV Jakarta buat nanya-nanya. Hehehe.

      Hapus
  5. Halo mas Nuran, salam kenal
    sepertinya saya tertarik untuk fotokopi kitab tersebut je, setelah direkomendasikan oleh @masjaki :D
    Kebetulan saya sedang meneliti Novel Si Doel Anak Jakarta, Film Si Doel Anak Betawi dan Serial Si DOel anak sekolahan,
    mungkin bisa ketemu sambil ngopi-ngopi, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mas Anova. Boleh, yuk kita ketemu. Kapan enaknya ketemu? Saya di Yogyakarta. Mas juga ada di Yogya kan?

      Hapus
  6. Monggo mas, saya asal ndak dadakan aja siap kapan saja, hehehe

    BalasHapus
  7. mantaaap dah gara-gara si doel abang gw jadi mau kuliah di teknik UP...

    BalasHapus