Rabu, 02 Mei 2012

Tentang Perempuan dan Bis Kota

To men, women are just city buses. There's another one every five minutes  
(Payton Smith)

Malam baru saja bermula. Saya baru saja akan menyeduh kopi. Sembari menanti air dalam dispenser mendidih, saya memasak makan malam: seporsi nasi goreng telur. Ketika semua sudah selesai dan siap disantap, telpon genggam saya berbunyi. Sebuah pesan pendek masuk.

Nomer asing. Dia memanggil nama saya. "Ini siapa?" tanya saya. 

Lalu dia menyebutkan nama seorang perempuan. Teman dekat di masa lalu.

Isinya biasa. Sekedar menyapa dan bertanya kabar. Lalu entah siapa yang memulai --seingatku dia--, obrolan menjadi sedikit erotis. Mengarah ke mesum yang tersamarkan oleh pertanda. Tapi itu tak lama. Obrolan kembali kami arahkan ke rel yang benar.

"Aku sekarang tinggal di Jogja" ujarku menjawab pertanyaannya mengenai dimana saya tinggal sekarang.

Perempuan itu juga berasal dari kota yang sama. Dan masih tinggal di kota yang sama, hingga sekarang. Ia menjerit setengah kaget. Tak menyangka kalau saya sudah hidup dalam kota yang sama dengannya nyaris setahun.

Lalu kami kembali berbasa-basi. Ia bercerita mengenai kuliah barunya. Rupanya ia kuliah di dua jurusan dan di dua tempat yang berbeda. Ah, pemikir pejuang? Atau pejuang pemikir?

"Sebentar, kuliahmu yang pertama dulu dimana?" tanyaku kagok. Saya sama sekali lupa banyak hal tentangnya.

"Duh! Bahkan ingatan soal aku aja gak ada yang nyangkut seranting pun di ingatan kamu" keluhnya.

Saya hanya bilang maaf, sembari mengeluarkan beberapa cerita tentang betapa pelupanya saya yang bahkan seringkali melupakan umurku sendiri. Tahun lalu saya berusia 24 tahun. Tapi ketika merayakan hari lahir, saya  berpikir kalau usiaku 23 tahun. Dan aku baru sadar beberapa hari setelahnya. Parah.

Dia mahfum.

Saya lalu teringat petikan kalimat dari Payton Smith. Kalimat yang pertama kali saya baca di sebuah status facebook milik seorang teman.

Bagi beberapa pria, perempuan memang cepat datang dan pergi. Walau tak secepat bis kota, tentu. Dengan kedatangan dan kepergian banyak perempuan, seringkali tak banyak remah ingatan yang tersisa tentang perempuan-perempuan itu.

Sekelebat setelah sms keluhan perempuan itu masuk, saya merasa bahwa saya seperti pria yang digambarkan oleh tuan Payton: seorang pria yang sedang berdiri di sebuah halte. Menyaksikan bis datang dan pergi.

Aduh...

5 komentar:

  1. jeru yo lek. piye lek bukak pembuatan sumur?

    BalasHapus
  2. Payton Smith sebaiknya hidup di Jember. Agar dia sedikit terilhami. Bahwa perempuan pun terkadang seperti angkot. Sering menikung tiba-tiba, terkadang sedikit sok berkuasa, dan jauh dekat sama saja. Hihi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan kalau dia tinggal di Jakarta, pasti dia akan insyaf, tak akan lagi sok-sokan membuat perumpamaan tentang perempuan. Disana ada bajaj, bemo, angkot, ojek, joki 3 in 1, dan segala macam hal yang akan mengaburkan sinonim perempuan :D

      Hapus
    2. JAUH DEKAT SAMA SAJA!! hahaha yayaya..

      Hapus