Apa hubungannya antara Cahyo Alkantana dan Irshad Manji?
Cahyo Alkantana adalah pegiat alam bebas yang belakangan ini kerap diperbincangkan. Ia mengelola sebuah usaha ecotourism di Gua Jomblang, gua yang dikenal sebagai satu dari sangat sedikit gua yang memiliki ray of light alias sinar dari surga. Selain itu, pria petualang ini juga akrab dengan dunia bawah laut. Beberapa kali ia membuat tayangan dokumenter tentang alam bawah laut yang lantas dibeli oleh beberapa stasiun televisi luar negeri seperti National Geographic ataupun Animal Planet. Sekarang ia punya acara tv sendiri: Teroka, yang diputar di salah satu televisi swasta.
Sedang Irshad Manji adalah seorang penulis yang namanya baru saya kenal beberapa hari lalu. Namanya mendadak dikenal ketika diskusi bukunya, Allah, Liberty and Love, Suatu Keberanian Mendamaikan Iman dan Kebebasan, dicekal; dilarang; bahkan dibubarkan secara paksa oleh ormas yang mengatasnamakan Islam. Irshad dianggap "melecehkan" Islam karena satu dan beberapa hal; termasuk karena preferensi seksualnya.
Lalu apa hubungan di antara mereka berdua? Cahyo dan Irshad mungkin tak saling kenal. Pekerjaan mereka pun jauh berbeda. Tapi ternyata mereka saling berkaitan. Setidaknya untuk saya.
Kemarin siang saya di sms oleh pegawai akademik dari kampus saya. Intinya adalah, Cahyo Alkantana akan memberikan kuliah umum di jurusan saya. Aih, saya senang bukan kepalang. Jarang-jarang bisa mendapat ilmu dan bertukar pikiran dari orang keren macam Cahyo. Rencananya, kuliah itu akan digelar hari ini, pukul 1 siang di gedung Pasca Sarjana ruang 408.
Tapi alangkah kagetnya saya ketika bangun selepas siang. Di beberapa media sosial, juga situs berita, ramai bersiuran kabar mengenai pelarangan diskusi Irshad Manji di UGM. Saya lantas membaca berita-berita terkait.
Ternyata seharusnya ada diskusi pemikiran Irshad di gedung Pascasarjana, pada pukul 9 pagi. Tapi karena alasan "keamanan", pihak UGM secara semena-mena membatalkan diskusi ini.
"Kami tidak melarang diselenggarakan. Tapi itu tidak diizinkan kalau di UGM," ujar Direktur Pascasarjana UGM, Prof Dr Hartono, dari berita yang saya cuplik dari detik.com (http://news.detik.com/read/2012/05/09/113922/1912829/10/ugm-tak-larang-irshad-manji-gelar-diskusi-asal-tidak-di-ugm)
Seketika saya malu kuliah di UGM.
Saya malu karena institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk menjadi tempat bertukar pikiran, mendadak menjadi fasis. Saya ingat percakapan dengan Gde Dwitya di kantin beberapa waktu lalu, bahwa institusi pendidikan itu WAJIB lepas dari setidaknya dua hal: politik praktis dan dogma. Dalam kasus ini, UGM telah gagal menjadi institusi pendidikan yang baik. Dan sejak kapan diskusi itu harus dibubarkan dan dilarang hanya karena temanya kontroversial? Saya pikir negara ini sudah melewati fase kegelapan macam itu. Ternyata belum. Menyedihkan.
Sesaat setelah membaca berita pelarangan diskusi itu, saya memutuskan untuk tidak ikut kuliah Cahyo Alkantana itu. Bukan karena apa. Saya sadar bahwa saya tak bisa berbuat banyak terhadap pelarangan diskusi itu. Saya hanya bisa protes melalui cara saya sendiri: merelakan diri untuk tidak ikut kuliah yang begitu ingin saya ikuti.
Ah UGM, kau #*@!^$ sekali!
Cahyo Alkantana adalah pegiat alam bebas yang belakangan ini kerap diperbincangkan. Ia mengelola sebuah usaha ecotourism di Gua Jomblang, gua yang dikenal sebagai satu dari sangat sedikit gua yang memiliki ray of light alias sinar dari surga. Selain itu, pria petualang ini juga akrab dengan dunia bawah laut. Beberapa kali ia membuat tayangan dokumenter tentang alam bawah laut yang lantas dibeli oleh beberapa stasiun televisi luar negeri seperti National Geographic ataupun Animal Planet. Sekarang ia punya acara tv sendiri: Teroka, yang diputar di salah satu televisi swasta.
Sedang Irshad Manji adalah seorang penulis yang namanya baru saya kenal beberapa hari lalu. Namanya mendadak dikenal ketika diskusi bukunya, Allah, Liberty and Love, Suatu Keberanian Mendamaikan Iman dan Kebebasan, dicekal; dilarang; bahkan dibubarkan secara paksa oleh ormas yang mengatasnamakan Islam. Irshad dianggap "melecehkan" Islam karena satu dan beberapa hal; termasuk karena preferensi seksualnya.
Lalu apa hubungan di antara mereka berdua? Cahyo dan Irshad mungkin tak saling kenal. Pekerjaan mereka pun jauh berbeda. Tapi ternyata mereka saling berkaitan. Setidaknya untuk saya.
Kemarin siang saya di sms oleh pegawai akademik dari kampus saya. Intinya adalah, Cahyo Alkantana akan memberikan kuliah umum di jurusan saya. Aih, saya senang bukan kepalang. Jarang-jarang bisa mendapat ilmu dan bertukar pikiran dari orang keren macam Cahyo. Rencananya, kuliah itu akan digelar hari ini, pukul 1 siang di gedung Pasca Sarjana ruang 408.
Tapi alangkah kagetnya saya ketika bangun selepas siang. Di beberapa media sosial, juga situs berita, ramai bersiuran kabar mengenai pelarangan diskusi Irshad Manji di UGM. Saya lantas membaca berita-berita terkait.
Ternyata seharusnya ada diskusi pemikiran Irshad di gedung Pascasarjana, pada pukul 9 pagi. Tapi karena alasan "keamanan", pihak UGM secara semena-mena membatalkan diskusi ini.
"Kami tidak melarang diselenggarakan. Tapi itu tidak diizinkan kalau di UGM," ujar Direktur Pascasarjana UGM, Prof Dr Hartono, dari berita yang saya cuplik dari detik.com (http://news.detik.com/read/2012/05/09/113922/1912829/10/ugm-tak-larang-irshad-manji-gelar-diskusi-asal-tidak-di-ugm)
Seketika saya malu kuliah di UGM.
Saya malu karena institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk menjadi tempat bertukar pikiran, mendadak menjadi fasis. Saya ingat percakapan dengan Gde Dwitya di kantin beberapa waktu lalu, bahwa institusi pendidikan itu WAJIB lepas dari setidaknya dua hal: politik praktis dan dogma. Dalam kasus ini, UGM telah gagal menjadi institusi pendidikan yang baik. Dan sejak kapan diskusi itu harus dibubarkan dan dilarang hanya karena temanya kontroversial? Saya pikir negara ini sudah melewati fase kegelapan macam itu. Ternyata belum. Menyedihkan.
Sesaat setelah membaca berita pelarangan diskusi itu, saya memutuskan untuk tidak ikut kuliah Cahyo Alkantana itu. Bukan karena apa. Saya sadar bahwa saya tak bisa berbuat banyak terhadap pelarangan diskusi itu. Saya hanya bisa protes melalui cara saya sendiri: merelakan diri untuk tidak ikut kuliah yang begitu ingin saya ikuti.
Ah UGM, kau #*@!^$ sekali!
ah ugm,dalemnya mdenyedihkan... #sebagian
BalasHapus