Ada satu hal yang aku dapatkan dari mengembara. Yakni belajar percaya kepada orang lain. Ketika kau sendirian di dunia yang sama sekali asing bagimu, percaya pada orang lain adalah pilihan yang masuk akal. Dan rasa percaya itu selalu menentramkan. Entah sampai kapan. Bisa jadi kita percaya pada orang yang salah, lalu berakhir dengan ditipu. Tapi tak jarang, kita percaya pada orang yang tepat. Yang lalu akan membuatmu tak pernah lelah berhenti mempercayai orang lain.
Kau mengalami masalah dengan rasa percaya. Itu wajar. Kau selalu mencelaku yang, menurutmu, terlalu gampang percaya pada orang lain. Dan aku selalu membalas, percaya dengan orang lain itu memang gampang.
Aku selalu menganggap dunia ini merupakan tempat yang gelap. Dan menaruh kepercayaan pada orang lain laksana suluh yang selalu menyadarkan sesuatu: kita tak sendirian.
Kau tentu tahu bahwa aku pernah menaruh rasa percaya kepada orang yang salah. Tapi entah kenapa, aku tak pernah enggan untuk mempercayai bahwa kelak aku akan menitipkan rasa percayaku pada orang yang tepat.
Kau selalu mengeluh bahwa nyaris tiap hari kau dirajam rindu kepada orang yang sama. Tapi kepalamu terlalu keras untuk percaya, ada orang yang benar-benar tulus mencintai. Mereka yang menerima kita apa adanya. Kita yang sebenarnya serupa binatang jalang yang selalu meradang dan menerjang.
Kita adalah petualang nomaden. Yang selalu merumbu entah kemana, berjalan seperti tiada tujuan. Dan selalu akan ada hujan yang membuat kita perlu untuk berhenti berjalan dan berteduh. Saat itu, selalu ada bakarat yang serupa panasea. Mereka seperti pohon mengkaras yang selalu tabah menerima caci maki hujan yang seringkali membuat kita rapuh.
Dan percaya kepadanya serupa percaya bahwa hujan hanya akan sebentar saja. Bahwa ini adalah hujan halau mentua. Dan saat itulah kita sudah mulai tentram dan enggan untuk berjalan tanpa tujuan lagi...
Kau mengalami masalah dengan rasa percaya. Itu wajar. Kau selalu mencelaku yang, menurutmu, terlalu gampang percaya pada orang lain. Dan aku selalu membalas, percaya dengan orang lain itu memang gampang.
Aku selalu menganggap dunia ini merupakan tempat yang gelap. Dan menaruh kepercayaan pada orang lain laksana suluh yang selalu menyadarkan sesuatu: kita tak sendirian.
Kau tentu tahu bahwa aku pernah menaruh rasa percaya kepada orang yang salah. Tapi entah kenapa, aku tak pernah enggan untuk mempercayai bahwa kelak aku akan menitipkan rasa percayaku pada orang yang tepat.
Kau selalu mengeluh bahwa nyaris tiap hari kau dirajam rindu kepada orang yang sama. Tapi kepalamu terlalu keras untuk percaya, ada orang yang benar-benar tulus mencintai. Mereka yang menerima kita apa adanya. Kita yang sebenarnya serupa binatang jalang yang selalu meradang dan menerjang.
Kita adalah petualang nomaden. Yang selalu merumbu entah kemana, berjalan seperti tiada tujuan. Dan selalu akan ada hujan yang membuat kita perlu untuk berhenti berjalan dan berteduh. Saat itu, selalu ada bakarat yang serupa panasea. Mereka seperti pohon mengkaras yang selalu tabah menerima caci maki hujan yang seringkali membuat kita rapuh.
Dan percaya kepadanya serupa percaya bahwa hujan hanya akan sebentar saja. Bahwa ini adalah hujan halau mentua. Dan saat itulah kita sudah mulai tentram dan enggan untuk berjalan tanpa tujuan lagi...
Iki koncomu inisiale ADB dudu tho? Eh!
BalasHapusHahaha, bukan bung. Kali ini yang lagi galau pria berinisial ESK :D
Hapusaku nggak tau yang dimaksud mas nuran disini siapa, tapi yang jelas, posting ini cantik sekali susunan kata-katanya.. nggak mendayu-dayu, nggak klise, tapi cantiiik... hehehe :)
BalasHapusHehehe, makasih ya Kin. Masih belajar nih :)
HapusKau lelaki indah dalam kata kata :))
BalasHapushehehe :)
HapusAngkat topi untuk Nuran. :)
BalasHapuswah, di komen wartawan feature di Merdeka Online. My honor sir :)
Hapuscantik. tutur kata yang mengalir. isi yang bijak dan saya tenggelam.
BalasHapuswah, ini ada pelampung *lempar pelampung*
Hapus