Selasa, 18 Oktober 2011

Sri Minggat ke Gejayan

Penyanyi Didi Kempot dari dulu selalu mencari Sri yang minggat entah kemana. Karena itu seniman gaul ini sampai membuat lagu berjudul "Sri Minggat" yang selarik liriknya berbunyi seperti ini: Sri/ kapan kowe bali//kowe lungo ora pamit aku/jarene neng pasar tuku trasi/nganti saiki kowe ora bali//, yang artinya kurang lebih: Sri, kapan kau pulang? Kamu pergi tanpa pamit padaku, katamu ke pasar beli terasi, sampai sekarang tidak balik.

Tragis.

Yang Didi tidak tahu adalah Sri minggat demi mencari nafkah. Ia membuka warung di perempatan lampu merah ring road Gejayan, pas di seberang Toga Mas. Warung yang menjual soto, pecek lele, dan nasi goreng ini laris manis. Soalnya murah dan sangat enak.


Saya tahu keberadaan warung ini dari si Yandri. Ia bilang kalau pecek lele di warung ini sangat enak, dengan sambal yang begitu nikmat. Pria kribo bermuka mengenaskan ini juga mengatakan kalau semua makanan di warung itu sama enaknya. Karena penasaran, beberapa hari lalu saya mencoba makan di warung itu.

Saya memesan soto ayam, pas untuk malam yang dingin. Dan Yandri tidak berdusta. Ketika soto ayam hadir dalam mangkok ajinomoto,wangi soto yang gurih langsung menguar berbarengan dengan asap yang mengepul. Kuahnya kental dan gurih, tidak seperti soto ayam ala Jawa Tengah yang kuahnya bening. Usut punya usut, ternyata sang penjual adalah orang Madura. Pantas saja. Suwiran ayamnya banyak, dan bihun serta bawang goreng memperkaya rasa dan tekstur soto itu. Selain enak, harganya memang murah. Seporsi soto ayam, nasi putih, dan es teh, hanya dibanderol 7500. Meriah!

Pengalaman merasakan kenikmatan tiada tara itu ingin saya ulangi lagi malam ini. Selepas gagal mendapatkan sebiji pun makanan di acara 200 Angkringan Gratis, perut kami memberontak. Maka kami pun memutuskan untuk makan di warung soto Pak Sri ini.

Karena sudah pernah mencoba soto ayam, maka kali ini saya ingin mencoba sop kikilnya. Panjul yang minder karena harus bareng dengan orang ganteng, jadi tak berani memilih yang macam-macam. Ia memilih makanan yang sama dengan saya. Padahal sudah saya suruh dia untuk berani memilih, tetapi dia tetap minder sembari bersembunyi di balik punggung saya. Ya sudahlah.

Akhirnya sop kikil pun datang tak lama kemudian. Sop kikil ini kuahnya pekat dan berwarna keruh. Rasanya pun gurih. Setiap menyeruput, yang terasa hanyalah kegurihan yang menelusup sampai arteri (opo waeee?). Potongan kikilnya royal. Ia begitu empuk dan kenyal sekaligus. Tak tampak bulu-bulu halus yang biasanya muncul malu-malu pada kikil. Ditambahi jeruk nipis dan sambal, alamak, kenikmatan itu berlipat tiga.


Tak perlu waktu lama bagi kami untuk menandaskan seporsi soto, nasi putih, dan segelas es teh. Tanpa dinyana Panjul nyeletuk, "Ini kalau makanannya masih ada, gue mau nambah lagi. Sayang nasinya habis". Iya, nasi di warung itu sudah tandas, jadi Panjul enggan untuk nambah. Selain nasi yang sudah habis, Panjul mengaku minder karena melihat bentuk badan saya yang atletis. Jadi Panjul ingin menahan nafsu makannya agar memiliki badan yang atletis seperti saya. Aduh Panjul, jangan terlalu menyanjung gitu ah. Gak baik didengar orang.

Oh ya, buat Didi Kempot, silahkan cari Sri di perempatan ring road Gejayan. Siapa tahu ia adalah Sri yang anda cari. Semoga beruntung.

1 komentar:

  1. uyan...coba cek di Google translate, didi kempot in english apa..coba deh... :D

    BalasHapus