Jumat, 28 Oktober 2011

Lasagna Under the Rain

Lasagna Dibawah Hujan

Dari dulu saya bercita-cita punya kafe kecil. Sederhana saja, tak perlu besar. Asal hommy dan hangat. Tapi saya tak punya bayangan kafe seperti apa. Tapi setelah membaca komik Bambino, menyaksikan filmnya, juga menikmati suasana yang hangat di salah satu pizzeria di Jogja, bayangan samar itu barulah jelas. Saya akan membuka pizzeria.

Salah satu jalan pertama yang harus saya tempuh adalah belajar memasak makanan Italia. Kebetulan juga sudah sejak lama saya dan Rina punya keinginan untuk buat lasagna. Tapi selalu gagal karena satu dan beberapa hal. Tapi akhirnya sore tadi keinginan itu terwujudkan.

Sekitar jam 3 sore kami pergi ke salah satu pusat perbelanjaan. Kami mulai belanja bahan masakan. Sebelumnya kami patungan untuk uang belanja. Berdasar resep yang saya punya, maka kami pun mulai berbelanja.

Daftar belanjaannya adalah: lasagna kering, susu tawar, oregano, basil, lada, pala, kaldu, daging cincang, bawang bombay, keju mozarella, keju cheddar, dan saus tomat. Rina sebetulnya merengek ingin beli minyak zaitun, tapi saya enggan karena harganya mahal. Toh minyak zaitun bisa diganti dengan minyak goreng biasa. Dan rasanya tak akan berbeda.

Ketika kami mau keluar dari pusat perbelanjaan, barulah kami sadar kalau diluar sedang hujan. Alamak. Dilema. Mau nunggu hujan reda, takut lama. Ya sudah, akhirnya kami memutuskan untuk menerobos hujan saja. Kebetulan kami berdua sama-sama rindu bermain hujan. Juga mengingat nostalgia kencan pertama ketika saya masih pdkt dan mengajaknya bermain hujan di bulan Ramadhan, hehehe.

Setelah sampai rumah Rina dan ganti baju, maka kami pun mulai bersiap memasak.

Langkah pertama adalah merebus 12 lembar lasagna kering selama kurang lebih 10 menit. Sayang, ketika meniriskannya saya tak memisah satu persatu kulit lasagna. Jadi ketika sudah agak dingin, lasagna itu jadi lengket. Padahal sudah saya kasih minyak ketika merebus. Jadi ketika memisah lasagna, ada beberapa bagian yang robek. Gak papa lah, itung-itung pengalaman pertama.

Setelah itu saya mulai membuat saus putih yang terdiri dari susu tawar, tepung terigu, parutan keju cheddar, oregano, dan daun basil. Sedang Rina mencincang daging. 

Setelah saus putih selesai, saya pun memulai memasak saus daging. Saus ini terdiri dari campuran bawang putih, bawang bombay, tomat, daging sapi cincang, air kaldu, saus tomat, oregano, basil, pala, lada, garam dan gula secukupnya. Setelah saus selesai, saya mulai menata lasagna dalam pinggan tahan panas. Saya susun tiga lembar lasagna terlebih dahulu, lalu menuanginya dengan saus daging, lalu saya tutup lagi dengan tiga lembar kulit lasagna, saya tuang saus daging, begitu seterusnya hingga kulit lasagna habis. Lalu diatas kulit lasagna terakhir itu saya menuangkan saus putih, lalu menaburinya dengan keju mozarella, keju cheddar, serta taburan oregano dan basil. Done! Tinggal dipanggang selama 30 menit.

Tiiinggg!

Alarm microwave berbunyi. Lasagna pun telah matang. Ketika saya membuka microwave, tersembur wangi gurih dari lasagna yang matang. Dan aduh, coba tengok itu, warnanya cantik sekali. Berwarna keemasan, dengan aksen putih dari saus putih, dan hijau gelap dari taburan oregano serta basil. Menerbitkan air liur.

Lalu saya pun kebagian memotong serta mendistribusikan lasagna itu. Semua kebagian. Dari orang tua Rina, kakaknya, Mita sang kawan, dua orang keponakan kecilnya, tiga orang PRT, dan tentu saya serta Rina. 

Karena ada banyak sisa saus daging dan saus putih serta beberapa lembar lasagna, maka saya memasak satu pinggan lasagna lagi untuk mamak dan Orin untuk saya bawa pulang ke rumah.

Memasak memang menyenangkan. Ya prosesnya, ya hasilnya. Apalagi ketika makanan itu dimakan bersama oleh orang-orang terkasih, dan mereka senang dengan hasil masakannya. Lelah dan peluh jadi tak terasa. Dan keinginan saya membuka pizzeria jadi semakin bergejolak. Semoga bisa jadi dalam waktu 4-5 tahun lagi :)

1 komentar:

  1. setuju! aku dulunya sama sekali gak doyan masak. buatku semua hal didunia ini sudah punya ahlinya. aku tidak ahli memasak, jadi serahkan saja pada eyang putri atau simbak. tapi semenjak nyoba masak pertama kali tanpa bantuan orang lain dan dihabiskan dengan lahap oleh sang pacar.. aku jadi ketagihan masak :D dan bertekad anak-anakku nanti harus bangga punya ibu seorang juru masak :p

    BalasHapus