Kamis, 21 Oktober 2010

Kembali ke Rumah Bersama Saudara

Beberapa waktu lalu, ayah saya sakit. Biasa, hipertensinya kumat. Penyakit anak muda ituuuu mah. Penyebabnya pun standar: makan sate gule. Padahal bagi para penderita darah tinggi, sate gule itu ibarat pembunuh berdarah dingin. Tak tahu kapan bisa membunuh, dan tak pandang bulu siapa yang dibunuh. Tapi tak apalah, ayah saya itu rocker, memang harus bandel :p

Karena ayah saya sakit itulah, mamak saya kebingungan. Maklum, dari 4 orang anaknya, 3 orang sudah keluar dari rumah, alias sudah hidup diluar rumah. Hanya Orin, anak ketiganya yang tinggal dirumah. Dengan hanya satu tenaga bantuan, jelas mamak merasa kewalahan menangani "pasien" yang bandel nun keras kepala seperti ayah saya.

Kakak saya, si Kiki, masih sibuk menyelesaikan skripsinya di Unesa. Dia juga sibuk dengan profesi kebanggaannya: atlit anggar. Karena latihan dan turnamen pula, ia jarang pulang kampung (disamping dia sudah punya pacar di Surabaya :p)

Saya sendiri sudah keluar dari rumah sejak tahun 2006. Saya hidup nomaden, dari satu atap ke atap lain. Waktu ayah saya sakit, saya sedang ada di Yogya, sedang ibadah hair metal. Ketika diberitahu bahwa ayah saya sakit, saya tanpa pikir panjang langsung pulang dengan kereta paling awal.

Sedang si bungsu Shasa, sudah sejak lulus SD dilepas untuk sekolah ke Lumajang. Belajar mandiri sekalian menemani nenek yang sudah semakin sepuh. Sekarang Shasa sudah kelas 2 SMA. Dia juga jarang pulang.

Pas ada kabar bahwa si Ayah sakit, maka kami semua berbondong pulang ke rumah. Menjenguk ayah tentu saja. Sekalian menyempatkan sejenak merasakan aroma rumah yang sudah lama kami tinggalkan.

Pas kami sampai rumah, ayah sudah baik-baik saja. Sudah bisa ketawa-ketiwi. Kalo pagi sudah bisa teriak-teriak membangunkan aku dan Kiki yang susah bangun pagi untuk sholat subuh. Malah suatu hari, ayah sempet "kabur" dari rumah, minta dianter anak kos buat makan soto ayam di daerah Patrang. Buset ni orang...

Rumah juga menawarkan beberapa kenyamanan yang susah diperoleh di luar rumah. Saya bisa makan apapun tanpa harus bayar. Dan saya tak perlu khawatir kelaparan jika sedang tak punya uang.

Lalu merasakan nasi goreng putih dengan banyak bawang buatan mamak di pagi hari, sembari berteman lauk tempe hangat, uhhh, rasanya nikmat. Minumnya teh nasgitel (panas, legit, nan kentel).

Tapi yang paling menyenangkan dari itu semua adalah berkumpul kembali dengan saudara. Kebetulan sore ketika Shasa datang, ia bercerita bahwa ia baru saja dapat uang dari tante Indah.

Ia jelas bercerita pada orang yang salah, karena beberapa jam kemudian, uang jajan itu langsung ludes karena dirampok oleh 3 orang kakaknya yang kejam dan tak berprikemanusiaan. Ia disuruh mentraktir kebab, hahaha :D


Ah, pulang kerumah memang menyenangkan. *Asal jangan keterusan tinggal di zona nyaman :)*

Yang paling kiri pake baju pink itu adik saya si Orin. Lalu pria dengan rambut aneh itu kakak saya si Kiki. Dia memeluk Micha, anak tetangga sebelah yang dulu selalu nangis kalo lihat saya --iya, hanya melihat saja sudah nangis, sial. Lalu cewek yang meluk pria gondrong itu bukan Tika Panggabean, tapi si bungsu Shasa yang dulu sering saya panggil Ndut. Sekarang dia sudah tidak gendut lagi, sudah ikut ekskul Tae Kwon Do. Makanya sekarang saya sudah tak berani mengusili dia lagi :p Lalu cowok gondrong dengan baju abu-abu itu bukan John Mayer. Bucek? Juga bukan. Jhonny Depp? Tambah salah. Itu adalah saya.



Rumah, 21 Oktober 2019
Sembari menanti subuh
Sembari ditemani oleh David Lee Roth

2 komentar:

  1. Pulang kerumah mmg menyenangkan.....apalag bs kumpul dgn anggota keluarga lengkap.
    Lht fotonya saja sy jg merasakan kenyamanan berkumpul bersama.
    dan yg penting semoga "ayah"mu ug rocker yg bandel....lebih sehat kembali.

    BalasHapus