Jumat, 03 September 2010

Ke Jogja Ku Kan Kembali (Part 1)


Tanggal 29/8, saya merencanakan untuk pergi ke Yogya. Tanggal 30/8, Ekspresi, UKM Pers Universitas Negeri Yogyakarta akan mengadakan launching majalah mereka yang terbaru dengan tema besar Bias Pandang Parkir

Pagi itu saya berangkat dari Surabaya. Sejak tanggal 27/8 saya sudah berada di kota Dolly ini. Dari kota ini saya berangkat menuju Yogya dengan menggunakan Logawa, kereta api kelas ekonomi kebanggaan kaum proletar, hehehe. Saya sendiri ditemani Arman Dhani, salah satu dari sedikit populasi badak bercula kriting yang super langka.

Sampai di Yogya sore hari, saya dan Dhani dijemput oleh 2 orang perempuan Ekspresi, Prima dan Nisrina. Beberapa menit kemudian saya sudah sampai di sekretariat Ekspresi yang terletak di Student Center UNY. Setelah basa-basi sejenak dengan seluruh penghuninya, saya dan badak bercula kribo pergi ke kontrakan Yandri, salah seorang alumni Ekspresi.

Di kontrakan yang seperti kapal terkena badai ini lah, saya dan Dhani akan meneguhkan hati untuk menginap disini. Semoga kami kuat.

Malam harinya, Cahyo, alumni Ekspresi yang berbibir lebar dan berbacot besar, datang ke kontrakan. Turut bersamannya adalah si Panjul, pria yang sekarang doyan meniru ucapan "Rupamu cuk!" yang sering saya lontarkan.

Kami menghabiskan malam dengan nongkrong di depan Monumen Perjuangan di Malioboro. Sekedar berfoto ala boysband dan menggoda para perempuan yang menghentikan motor karena lampu merah. Setelah puas menggoda para perempuan (dan tak ada satupun dari mereka yang tertarik pada kami) maka kami langsung meluncur ke angkringan Kopi Jos Lek Man yang sudah tersohor dimana-mana.


Saya seperti biasa, memesan Es Tape. Es Tape ini adalah campuran dari tape ketan, gula, air, dan juga es batu. Rasanya pun sederhana namun lezat. Perpaduan antara asam dari tape ketan dan manisnya gula serta segarnya air es.



Kopi Jos sendiri adalah minuman yang paling populer disini. Kopi Jos ini adalah kopi panas yang dicemplungi arang yang masih menyala. Ketika arang membara dicemplungkan, terdengar bunyi "jossss" yang mendesis. Karena itulah kopi ini disebut dengan kopi jos. Selain kopi jos, cicipi juga Es Susu Kopi yang menyegarkan itu. Kenapa saya menyebut Es Susu Kopi, bukan Es Kopi Susu? Karena Es Susu Kopi ini lebih dominan unsur susu ketimbang kopinya.


Kalau mampir disini, jangan lupa rasakan juga berbagai penganan kecil seperti nasi kucing, sate kulit, sate kikil, sate usus, sate telur puyuh, ceker dan kepala ayam, sate rempelo hati, hingga jaddah (penganan yang terbuat dari ketan). Kalau ingin penganan itu dihangatkan lagi, silahkan bilang saja pada penjualnya. Ia akan membakar lagi penganan yang anda pilih.

Di trotoar sebelah utara Stasiun Tugu ini ada beberapa angkringan yang menjual makanan dan minuman yang sama. Rasa dan harganya juga sama. Harganya dijamin tak akan mencekik anda.

Segelas kopi jos cuma Rp. 2000. Begitu pula Es Tape. Makanannya berkisar antara Rp. 500 - Rp. 2000 saja.

Setelah puas nongkrong di Lek Man, kami pun pulang dengan riang gembira. Ketika hampir sampai di kontrakan, ada 2 ekor kucing kecil yang entah datang dari mana, mengikuti motor kami dengan berlari kecil. Karena kami semua adalah pecinta binatang, maka 2 ekor kucing itu kami bawa. Kucing yang berwarna coklat kami namai Robi. Sedang satunya masih dalam perdebatan, antara Anto, Lisa, Emma Goldman, hingga saya yang memilih memberinya nama Joan.

Belum 1 hari kucing itu ada di kontrakan, mereka sudah dijadikan objek eksploitasi.

Rusli, pria asli Situbondo yang berbadan tambun, selalu tidur dengan sarung dan tanpa memakai baju. Ia juga sering mengigau. Gara-gara itulah, kami sepakat mengerjai Rusli.

Panjul dengan gila menyibak sarung yang dipakai Rusli, lalu memasukkan Robi ke dalamnya, lantas sarung ditutup lagi, sehingga Robi tak bisa keluar. Robi yang kebingungan karena tak ada jalan keluar, lantas melihat "teri" yang menggantung. Jadilah naluri Robi bermain. Kucing kelaparan ini lantas menggigit "teri" yang ternyata milik Rusli. Jadilah Rusli terlonjak kaget dan memaki-maki.

"Jancuk! opo iki cuk! kok nyokot manukku?! (Jancuk! apa ini cuk! kok menggigit burungku?!" teriak Rusli yang belum sepenuhnya sadar dari tidurnya. Ternyata Rusli tak memakai celana dalam malam itu, hahaha. Kami semua dengan sadisnya tertawa begitu bahagia, hahahaha.

Robi oh Robi, betapa mengenaskannya nasibmu dipungut oleh manusia-manusia keji macam kami.

***

Sore harinya, saya mendapat sms kejutan dari Arys, adik angkatan saya di Tegalboto yang sekarang apes karena menjabat sebagai Pemimpin Redaksi kami. Ia datang tiba-tiba di Jogja, meminta saya untuk menjemputnya di stasiun Lempuyangan. Saya sempat mengira ia akan memberikan kejutan kepada seorang teman perempuannya di Ekspresi. Ternyata saya salah. Ia datang karena membuat janji dengan Puthut EA, sang penulis favoritnya yang berdomisili di Yogya.

acara launching majalah Ekspresi dimulai tepat jam 19.30 malam. Acara yang diadakan di Kedai Kopi Nusantara ini begitu meriah. Yang hadir pun beragam. Ada beberapa teman dari berbagai UKM Pers dari luar kota datang. Lalu ada beberapa tamu dari UKM lain. Saya sendiri bertemu banyak teman lama dari luar kota. Saya juga berkenalan dengan beberapa teman baru. Acara ini juga menghadirkan banyak hiburan, dari musik akustik, teater, hingga pantomim. Sayang acara ini terganggu dengan turunnya hujan --yang entah kenapa langsung membuat saya jadi melankolis, hahaha.

Acara berakhir dengan bahagia sekitar jam 11 malam. Setelah beres-beres, saya dan beberapa orang teman pergi ke burjo di dekat Universitas Sanata Dharma. Kami menghabiskan malam dengan bercanda seperti manusia barbar dan tidak mengenal peradaban, hahaha. Setelah sahur, kami pun kembali ke kontrakan dengan hati tentram.

Sesampainya di kontrakan, kami tak bisa terlelap. Maka kami membacot mengenai apa saja. Mulai dari musik, film, seks, teks, perempuan, Rusli yang sering mengigau, dan apapun yang terlontar dari mulut kami yang seperti tak akan pernah berbusa kalau membacot.

Satu persatu dari kami berguguran dan pergi menghadap mimpi. Tinggal saya yang masih terjaga hingga jam 8. Ketika ingin tidur, Rusli yang baru bangun tiba-tiba mendatangi saya dan mengajak ngobrol. Ya sudah, kami ngobrol. Beberapa menit kemudian, Rusli berangkat kerja, saya pun berusaha tidur.

Sukses, saya tertidur. Saya terbangun ketika ada sesuatu yang panas menerpa muka saya. Sial, apa saya sudah mati dan dibakar di neraka? Ternyata itu adalah sinar matahari yang melewati jendela dan menyinari muka saya. Ah, pasti sudah siang pikir saya.

Ternyata baru pukul 9.17 pagi. Jancuk! Saya memaki keras. Saya hanya berhasil tidur 47 menit saja.

Karena tak bisa tidur, saya mengambil handphone Dhani, lantas menuju menu phonebook, memencet huruf L, kemudian I, S, I, maka muncul sebuah nama. Saya mencatat nomer itu, dan saya mengiriminya sms.

Antar aku jalan-jalan.

Kurang lebih itu sms yang saya kirim pada nomer yang aku ambil dari handphone Dhani ketika ia tertidur.

Beberapa menit kemudian muncul balasan.

Oke, hayuk jalan-jalan.

Maka saya mandi, mengemasi kamera, dompet, STNK, mengambil helm, lantas berangkat menuju tempat teman baru saya...

Bersambung...


Jember, 3 September 2010
Sembari mendengarkan Adzan subuh

7 komentar:

  1. aku bukan baca inbox, tapi liat phonebook... soalnya kalau minta langsung ke Dhani pasti gak bakal dikasih, hehehe :D

    BalasHapus
  2. hahahahahahahahaha....
    pagi2 kabur dari kontrakan demi mengejar seorang mbak2 tho?????

    BalasHapus
  3. bukan mbak2, tapi tante2, hihihihi :D

    BalasHapus
  4. busyet, mas nuran pindah dari surabaya ke jogja. selanjutnya kota mana lagi? =P

    BalasHapus
  5. Asu! sangat asu! guk guk! untung aku udah ada yang punya. kalo gak padang kurusetra pindah! :D

    ihiiir!

    BalasHapus