Kamis, 07 Maret 2013

Jeda


Kadangkala, dalam dunia yang terlalu riuh, betapa nyamannya jika kita mendengar suara burung emprit yang bertengger di atas dahan. Mereka yang berceracau tentang indah pagi. Atau mengantar ibu ke pasar. Atau melihat bayi tertawa. Atau bercanda dengan kawan. Hal-hal kecil yang penting namun sering terabaikan dan diabaikan.


Sejak beberapa waktu lalu, kiranya mungkin pertengahan bulan Februari, saya memutuskan untuk berhenti menulis sejenak. Rehat. Entah kenapa, saya merasa letih menulis. Padahal saya tak pernah menulis yang berat. Tak pernah mengutip Baudillard maupun Nietzsche. Hanya menulis tentang hal-hal sepele di sekitar saya. 

Keletihan itu bisa jadi dikarenakan, entah ini benar atau tidak, jejaring sosial yang membuat saya jadi jenuh. Dulu tak pernah saya duga kalau jejaring sosial bisa teramat ingar. Keriuhan itu kadang kala, kalau tak mau dibilang sering, memekakkan telinga dan memanaskan hati. Duh teramat gaduh, saling sahut sana, saling sambar sini. 

Sebagai manusia, insting pertahanan alami saya memerintahkan sesuatu: segera keluar dari keriuhan itu! Memang tak sampai menghapus akun jejaring sosial. Sesekali saya buka jejaring sosial untuk mendapat informasi terbaru. Tentang konser Aeromith pada bulan Mei nanti, misalnya. Namun belakangan memang saya malas sekali membuka jejaring itu.

Lalu tiba-tiba saya ingin membaca lebih banyak. Mengisi waktu luang dengan membaca lebih giat. Saya rindu sekali masa-masa itu. Dimana saya bisa merebahkan kepala di bantal, menengadahkan buku ke arah cahaya, lalu mulai tenggelam dalam aksara. Sambil sesekali membalik badan. Ke kanan. Sesekali ke kiri. Waktu cepat sekali berlalu kalau membaca seperti itu.

Mungkin ini pula sebabnya saya tak pernah tertarik membeli smart phone. Selain karena alasan finansial, saya terlampau takut kalau waktu luang saya digunakan untuk berselancar di internet. Beberapa saat silam, kakak saya memberi sebuah handphone. Bukan ponsel pintar, namun bisa untuk berselancar di internet dengan cukup lancar. Dan saat itu pula saya mulai kecanduan berselancar di internet dengan ponsel itu. Sedikit sedikit membuka facebook. Atau twitter. Atau situs berita tidak penting. 

Saya sadar itu tidak baik. Rasanya... saya seperti tersandera dengan senang hati.

Ketika menunggu misalnya, entah itu menunggu pesanan makan, atau menunggu kereta yang akan bertolak dari stasiun menuju tujuan saya, atau menunggu dosen yang akan membimbing.  Saya lebih memilih untuk berselancar dengan ponsel pemberian  itu. Dulu, dulu sekali, saya selalu membaca untuk membunuh waktu. Sekarang saya jadi menyedihkan sekali. Makanya sejak sekitar 1 bulan lalu, saya memutuskan untuk perlahan kembali rutin membaca kala menunggu. Lagipula, sebagian besar waktu saya dihabiskan untuk menunggu. Kalau waktu itu digunakan untuk membaca, kiranya ada lumayan banyak buku yang bisa tuntas dibaca.

Kekurangan membaca itu juga yang membuat tulisan saya, ini sepengamatan saya sendiri, menjadi sangat monoton. Membosankan. Karena itu, saya memutuskan untuk rehat sejenak menulis. Ingin mencari kosakata baru. Ingin menemukan plot segar. Juga menikmati kembali rasa  gemetar karena terpukau pada sebuah tulisan --belakangan ini saya menambatkan cinta pada tulisan-tulisan Yusi Avianto Pareanom, Budi Warsito, dan A.S Laksana. Namun saya tetap menulis untuk pekerjaan --ini keharusan dan tanggung jawab, harus diselesaikan--, dan membantu beberapa orang kawan dalam sejumlah proyek penulisan. Selain dari itu, saya ingin mengambil sedikit jeda terhadap menulis. Dan juga jejaring sosial.

Namun di pagi yang masih ingusan ini, entah kenapa saya tiba-tiba ingin menulis. Ide acak. Ya seperti tulisan ini misalnya...


Yogyakarta, 3.47 WIB

10 komentar:

  1. Hooh banget. Sepikiran. Aku bocahmu pokmen mas..

    BalasHapus
  2. Hey.. terima kasih sudah mengingatkan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mbak. Saya juga sedang menampar diri sendiri nih :)

      Hapus
  3. Ikut mengamini, gadget memang merampas waktu membaca buku *singkirin hp dan gnti dengan timbunan buku (Dion)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoi, sekali-kali minggirin hp dulu :) Makasih udah berkunjung :)

      Hapus
  4. aku juga mas. off twitter, off blog, smartphone rusak, tur judul skripsi tetep gagal terus. hahahaha #nunutsurhat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahafuuu, iki malah surhat :)) Semoga lancar yo skripsimu :)

      Hapus
  5. Setuju. Tapi sebenarnya ini cm masalah klasik orang yg gak bs ngatur waktu. Dan anak-anak persma yang lulusnya lama karena kebanyakan berkutat sama organisasi, hobi, atau apapun adalah masternya seni-tak-bisa-mengatur-waktu. Jadi sarannya konkret: beli dan tekuri buku manajemen sekarang juga :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asem, aku lulusnya cepet tauk. 5 tahun. Walau ada tambahannya... 11 bulan :3 Emang bisa jadi ini perihal klasik itu, tapi bisa juga ini perihal seperti yang aku sebutkan diatas :3

      Hapus