Ada salah satu warung nasi goreng langganan saya semenjak SMA. Saya suka nasi goreng ini semenjak ayah saya membawakan 1 bungkus di tengah malam. Rasanya pedas, dan lauknya berupa suwiran ayam kampung. Waktu saya tanya dimana beli nasi goreng ini, ayah saya menjawab,
"Itu nasi goreng liar, ada di Patrang."
Beberapa tahun kemudian, siapa sangka, warung pinggir jalan di depan pasar Patrang ini berkembang pesat. Kalau kamu lewat di depan pasar Patrang, ada gerobak dorong yang ramai dikerubuti orang, maka itu adalah nasi goreng liar ala Cak Di.
Cak Di adalah nama penjual nasi goreng liar ini. Pria berkacamata ini sepertinya tidak pantas untuk berjualan nasi goreng. Dengan wajah lugu dan kacamata tebal yang bertengger di atas hidung, dia lebih pantas untuk jadi seorang akuntan, atau minimal dosen di Magister Akuntansi.
Dengan wajah polos Cak Di, saya pikir kelakuannya juga polos. Ternyata saya salah sangka.
Pernah suatu ketika, Cak Di lama tidak berjualan. Hampir 3 bulan. Saya penasaran, apa orang ini sudah bangkrut? Ternyata selepas 3 bulan, dia berjualan lagi. Mampirlah saya.
"Cak Di, kok lama gak jualan?" tanya saya. Istrinya yang saat itu membantu berjualan hanya bisa cemberut mendengar pertanyaan saya.
"Hehehe. Habis pergi rada lama" jawabnya cengengesan.
"Kemana Cak?"
"Masuk penjara" katanya sambil tertawa ngakak. Istrinya hanya bisa manyun.
Ternyata Cak Di dipenjara 3 bulan karena tertangkap maen togel, hahahaha.
Saya gak tahu kenapa ayah saya menyebut nasi goreng Cak Di ini sebagai nasi goreng liar. Bisa jadi karena penampilan Cak Di yang tidak pantas sebagai penjual nasi goreng, atau mungkin karena cara menggoreng Cak Di yang rada serampangan.
Bumbunya nasi goreng ini terbilang berani, tidak sekedar bawang putih dan saos raja rasa ala nasi goreng jalanan lain. Ulekan cabe yang sudah dicampur dengan bumbu bawang putih digongso terlebih dulu. Setelah bau harum tercium, barulah nasi dimasukkan. Porsinya banyak. Yang bikin ayah saya geleng-geleng kepala adalah, dengan harga 4000, lauk nasi goreng ini adalah ayam kampung yang harganya lebih mahal ketimbang ayam broiler. Berapa ya margin labanya?
Tapi itu dulu. Sekarang seiring harga sembako yang makin naik dan jumlah permintaan yang meningkat, harga pun ikut melonjak (kok saya berasa jadi anak Ekonomi ya?).
Nasi goreng dengan lauk ayam sekarang jadi 6000 rupiah, itu pun ayamnya sekarang ayam potong biasa. Lalu untuk nasi goreng rempelo ati harganya 9000 rupiah. Sebenarnya ada menu Soto Ayam seharga 7000 rupiah. Tapi menu ini kalah populer dengan nasi gorengnya.
Favorit saya tentu saja adalah nasi goreng rempelo ati. Dengan rasa yang pedas dan potongan rempelo ati yang banyak, saya benar-benar menyukai menu ini. Rina sepertinya juga menyukainya setelah kapan hari saya ajak makan menu ini.
Seiring dengan makin terkenalnya Cak Di, ia pun memiliki pegawai. Kalau dulu ia bekerja hanya ditemani dengan istrinya (yang sekaligus mengasuh anak perempuan kecilnya), sekarang ia dibantu oleh 3 orang pegawai.
Nasi goreng Cak Di ini hampir tidak pernah sepi pembeli. Puncaknya mungkin ada pada jam makan malam, antara jam 7-9. Puluhan orang berjejer menunggu pesanan selesai. Jadi saran saya, belilah diatas jam 10 malam saja, untuk menghindari antrian yang panjang.
juga menjadi nasi goreng kesukaanQ sejak kau membawanya ke TB bbrp buLan LaLu dan Qta memakanx beramai-ramai..
BalasHapusDah Q promosikan ke temen2 jg Lho..
hahahaha