Kamis, 02 Desember 2010

Happy Psychedelic Birthday, John!




Suatu sore di sebuah ruang tamu rumah pinggir pantai di Venice. 4 orang pria dan 2 orang perempuan berada disana. Para pria itu memainkan musik yang terdengar aneh. Tak ada pemain bass dalam band mereka. Musiknya terdengar liar, dengan suara vokalis yang berat.

Sang drummer matanya tampak nyalang, dengan rambut yang berombak, dia memukul drum dengan penuh penjiwaan. Tiba-tiba dia berhenti memainkan drumnya.

"Ada apa?" tanya pemain synth yang memakai kacamata itu.

"Kedengarannya jelek" keluh sang pemain drum itu.

"Tak apa, tetap mainkan musik seperti itu. Kita mainkan bossanova" lanjut sang pemain synth.

Melihat suasana yang tidak enak itu, dua perempuan yang ada di ruangan itu segera keluar, diikuti dengan tatapan dan helaan nafas para pemain band.

"Aku punya ide, dari nada a minor dan f " kata sang pemain gitar memecah keheningan dan lantas mengeluarkan sobekan kertas dari sakunya. Dia memainkan gitar sembari bersenandung pelan.

"You know that it would be untrue..." gumamnya sembari terus memainkan gitar Gibson SG berwarna merah itu.

"Hei, itu bagus" kata pemain synth.

"Aku kasih judul Light My Fire" sahut pemain gitar yang tak pernah memakai pick gitar ketika bermain.

"Seperti musiknya Byrds, tapi aku suka, mungkin perlu sedikit sentuhan latin" kata sang drummer tampak senang.

"Ada lanjutan liriknya?" tanya sang vokalis sembari menatap si gitaris. Yang ditatap menggeleng pelan.

"The time to hesitate is through. No time to wallow in the mire..." nyanyi sang vokalis berimprovisasi.

"Oke, kasih aku waktu buat memikirkan intro lagunya" kata sang pemain synth lagi. Dia sepertinya otak dari band ini. Lantas dia kembali menekuni jejeran tuts synthesizer-nya.

"John, hitung sampai empat" pemain synth itu memberikan perintah pada si drummer.

John yang dimaksud adalah John Densmore. Mereka berempat adalah The Doors.

***

Lahir di Maine pada tanggal 1 Desember 1944, John menghabiskan masa kecilnya di California Selatan.

John belajar musik sedari kecil. Awalnya ia memainkan piano ketika berumur 8 tahun. Setelah bisa memainkan piano, ia mencoba untuk memainkan alat musik lain. Pilihannya jatuh pada clarinet. Tapi seorang dokter gigi melarang John untuk memaikan alat musik tiup, karena itu akan mempengaruhi pertumbuhan giginya yang sedang diberi kawat gigi.

Dunia musik seharusnya berterimakasih pada sang dokter gigi tersebut. Karena sejak itu, John meneguhkan niat untuk belajar drum.

John remaja menggemari jazz. Dia menggemari permainan drum Elvin Jones, yang terkenal sebagai pemain drum John Coltrane. Hal itu menjelaskan kenapa permainan John sangat powerful, menyentak, sekaligus mengejutkan, penuh improvisasi, seperti sang idolanya.

Lantas dia bertemu dengan Robby Krieger, seorang gitaris bergaya flamengo yang juga ahli bermain bottle-neck slide guitar. Keduanya mulai menulis lagu bareng dan membuat band dengan nama Psychedelic Rangers. Saat itu lah John bertemu dengan pemain keyboard yang berasal dari Chicago, Ray Manzarek. John dan Ray saat itu bermain dalam sebuah band bernama Rick and the Ravens. Anggota band itu terdiri dari John, Ray dan para saudaranya, serta seorang pemalu berwajah rupawan bernama Jim Morrison, yang dikenal Ray dari sekolah film UCLA.

Suatu ketika, saat saudara Ray meninggalkan band, John mengajak Robby untuk mengisi posisi gitaris. Empat orang formasi The Doors terbentuk sudah. Sayangnya, mereka masih belum menemukan pemain bass.

"Saat itu kami tidak bisa mendapatkan pemain bass. Kita sudah mencoba satu atau dua kali, tapi kita malah terdengar seperti Rolling Stones. Band blues kulit putih. Ah, perduli setan dengan pemain bass. Kita ingin jadi berbeda" kenang John dalam suatu wawancara.

Maka selanjutnya terjadilah apa yang disebut dengan sejarah. The Doors terbentuk, dan mereka tercetak dengan tinta emas dalam sebuah buku besar bernama Rock N Roll.

Aksen permainan John membuat The Doors lebih berwarna. Permainan jazz dan bossanova yang diperagakannya membuat nuansa musik Doors menjadi lebih kaya, tidak melulu blues dan psikedelik.

"Saat kita memainkan Break on Through, aku memasukkan beat dari Girl from Ipanema. Hasilnya adalah beat bossanova dengan rasa rock n roll. Terdengar sangat rileks, tapi aksennya rapat. Sensual sekaligus membebaskan" kata John mengenai lagu yang dimainkan di awal terbentuknya The Doors. Sebuah lagu yang awalnya dia bilang tidak bagus.

Kekuatan John terletak pada kedinamisan permainan drumnya. Dia bukanlah tipikal pemain drum yang bermain dengan kecepatan dan double pedal yang menghentak. Baginya itu semua tidak penting. Dia adalah tipikal pemain drum yang tidak kagok dengan improvisasi.

Seperti yang kita tahu, improvisasi itu sangat diperlukan untuk bisa bermain dengan Jim Morrison yang liar dan tak dapat ditebak.

John juga meneguhkan peran drummer sebagai bagian penting dalam musik, sangat penting malah.

"The drum was the first fucking instrument. The reason people move and dance is that they're trying tho get back to that hearbeat." katanya tegas.

Dalam film The Doors yang disutradarai Oliver Stone, diperlihatkan bagaimana dinamisnya John. Ketika bermain di Whisky A Go Go dan membawakan The End, tiba-tiba saja Jim merepet, meracau. John tampak bingung, berusaha menoleh ke Ray, tapi ia sedang asyik bercinta dengan syntesizernya sembari memejam mata dan menggelengkan kepala. Akhirnya John bermain mengikuti arus, mengikuti gejolak Jim yang menggeliat kesana kemari.

"Yang paling penting itu adalah dinamik. Hal itu berasal dari penggabungan antara fortissimo (beat yang sangat keras) dan pianissimo (beat yang sangat pelan), dan semua yang ada diantara dua beat itu. Itulah musik. Seperti di The End, ketukan drum bisa sangat pelan, lantas bam-bam! Aku menghantam tom-toms" kenang John ketika memainkan drum di lagu The End, sebuah lagu kematian bernuansa purba nun fantastis yang berdurasi hampir 12 menit. Di lagu ini, tampak sekali permainan drum John yang mengalir mengikuti arus yang dibawa oleh Jim dan menghantam semua tembok tebal bernama metode bermain drum yang baik dan benar.

Sayang, persona magis Jim Morrison rupanya terlalu kuat dan mengubur semua kejeniusan 3 pemain Doors yang lain. Ketika Jim meninggal, maka Doors pun ibarat kapal yang ditinggal nahkodanya. Oleng, dan lantas karam pada tahun 1973.

Bubarnya Doors tidak menghalangi John untuk tetap bermain musik. Pada tahun 1973, setelah bubarnya Doors, John membentuk band beraliran reggae bernama The Butts Band bersama Robby Krieger. Mereka bermain reggae sebelum genre musik itu membawa dampak kultural pun sosial di Amerika.

"Saat itu kita sedang berada di Jamaika sebelum Reggae datang kesini (Amerika)" kata John.

"Para jenius reggae seperti Marley dan Jimmy Cliff membawa reggae ke Amerika setelah kita, barulah setelah itu mereka menciptakan dampak besar. Kita bahkan sudah memainkan musik reggae di Amerika sebelum Clapton memainkan ulang "I Shot the Sherrif" dan The Police (juga bermain reggae)" kenangnya.


Sayang, setelah dua album, band "pantat" ini bubar pada tahun 1975.

Tahun 1978, tujuh tahun setelah kematian Jim dan lima tahun setelah bubarnya The Doors, tiga anggota Doors yang tersisa bereuni untuk album An American Prayer, album yang berisikan pembacaan puisi oleh Jim. Aslinya pembacaan puisi itu direkam pada tahun 1969 dan 1970. Musik di album ini diisi oleh Ray, John, dan juga Robby.

Setelah itu selamat tinggal pada Rock N Roll, karena setelah itu John beralih pada dunia dansa dan teater. Dia bergabung dengan Bess Snyder and Co, lalu berkeliling Amerika Serikat selama dua tahun.

Dunia barunya ini ternyata menyenangkan. Pada tahun 1985, dia memenangkan penghargaan LA Weekly Theater Award saat bermain di Methusalem yang disutradarai oleh Tim Robbins.

"Hal itu sungguh menyenangkan. Ada aura teater jalanan. Aku merasa kembali ke era 60-an" ujarnya bersemangat.

Setelah perpindahan dunia yang dramatis itu, John kembali ke dunia yang membesarkan namanya, rock n roll. Dia mengerjakan biografi berjudul Riders on the Storm: My Life With Jim Morrison and The Doors, yang lantas diterbitkan pada tahun 1990. Buku itu mendapatkan apresiasi yang bagus dari berbagai media, termasuk The New York Times Book Review dan USA Today.

John dan Robby lalu menjadi penasihat tekhnis untuk film The Doors. Mereka berdua terkesan dengan akting Val Kilmer yang memainkan Jim. Tapi mereka tidak suka filmnya secara keseluruhan.

Tahun 2006, John kembali ke akar musik jazz yang ia tekuni semenjak muda. Ia dan band barunya, Tribaljazz, merilis album pertama mereka.

Tahun 2010, tanggal 1 Desember, John Densmore berusia 66. Usia yang sudah cukup tua untuk menggebuk drum. Tapi sepertinya ia tak pernah lelah. Kerut di mukanya bertambah banyak, begitu pula ubannya. Tapi John tetap saja man of the heartbeat.

Beberapa waktu lalu, saya menonton film dokumenter mengenai The Doors yang berjudul When You're Strange yang disutradarai oleh Tom Di Cillio. Saya menyukai gaya John ketika keluar dari pintu bandara untuk menuju pesawat.

Seorang bertanya padanya. Name, age, dan occupation.

"John Densmore, 23, percussion" katanya tersenyum. Sebuah angka yang disebutnya 43 tahun lalu. Siapa yang menyangka ia masih bisa menghantam tom-tom dengan keras hingga sekarang.

Selamat ulang tahun John Densmore!


Sembari mendengarkan semua album The Doors
Saya resmi mabuk The Doors (lagi) sore ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar