Rabu, 01 Oktober 2014

Sudah Lama Saya Tak Semarah Ini

Saya masih ingat momen yang menyakitkan itu. Padahal sudah sembilan tahun berselang. 

Seorang kawan lupa membawa foto kopi materi kuliah. Sang dosen marah melihatnya. Lalu meluncurlah kata-kata yang tak terduga itu. "Kalau miskin gak usah kuliah. Gak sanggup foto kopi." Ia lalu terus mencerocos dengan kata-kata hinaan lain. Saya sudah tak sempat mengingatnya. Hanya bisa melihat kawan saya.

Kawan saya untungnya orang yang santai. Ia cuma cengengesan saja. Saya, entah kenapa masih mengingatnya hingga sekarang. Kenangan pahit itu berusaha saya kubur. Tapi sialnya, kelam ingatan itu kembali terbongkar hari ini. Dosen yang sama kembali memaki seorang mahasiswa dengan tema yang sama: kemiskinan.

Saya mendadak marah. Mata saya panas. Dan tanpa saya sadar, mata itu sudah berkaca-kaca. Ingin nangis. Bangsat sekali. Benar apa kata orang bijak: janggut lebat, dahi hitam, tak menjamin ke-Islaman seseorang. Ia memburu surga. Tapi alpa satu hal: manusia itu harus menjalani dengan baik hablu minallah dan hablu minannas. Hubungan dengan tuhan dan hubungan dengan manusia. Kalau ia merasa hubungan dengan tuhan baik, tapi apa guna kalau tak ada hubungan baik dengan sesama manusia?

Apakah semua doa yang ia panjatkan akan diterima tuhan? Padahal dengan enteng saja ia berserapah dan menghina manusia lain?

Saya berdoa semoga mahasiswa yang dimaki itu tak melontarkan sumpah serapah. Niscaya doanya akan terkabul. Dan kau pak, akan merana seumur hidup kalau doa anak itu dijabah.

Sudah lama saya tak merasa semarah ini. []

2 komentar:

  1. cuma tidak habis pikir. ketika sastra yang dianggap paling humanis malah seperti itu. terus bagaimana dengan kampus yang lain??

    BalasHapus
  2. Mas Nuran, kuliah S2 di FIB UGM ya, Mas?

    BalasHapus