Selasa, 14 Agustus 2012

R.I.P Dema Juliansyah




Saya tak pernah benar-benar akrab dengan Dema Juliansyah. 

Ia memang adik kelas saya sedari SMA. Tapi saya hanya beberapa kali ngobrol kecil dengan pria ini. Dari sekilas kesan itu, saya tak pernah ragu kalau Ia adalah orang yang ramah, murah senyum. Sederhana pula. Saya seringkali menjumpainya melompat turun dari bis DAMRI reot bareng Riskian, kawan baik saya sedari SMP. Rumahnya dan Riskian rupanya berdekatan. Dari Petal --sapaan akrab Riskian-- pula saya mengenal Dema.

Ia memang vokalis handal semasa SMA. Saya beberapa kali melihatnya manggung. Saya memang tak tahu lagu-lagu modern rock yang sering dibawakannya. Tapi yang saya tahu, ia bertalenta. Ia mahir membius penonton. Suaranya energetik. Dan ia seperti tak kenal lelah mengitari panggung sembari berlompat dan berteriak.

Ia seperti terlahir untuk jadi seorang vokalis band.

Saya bertemu lagi dengan Dema ketika kuliah. Ia masuk di jurusan yang sama dengan saya. Beberapa kali kami ngobrol di parkiran atau di Kantin Sastra. Ia masih saja ramah walaupun saat itu namanya mulai menjulang di skena musik Jember. Seingat saya, kala itu ia sering manggung bersama Cassete Box. 

Tapi namanya baru benar-benar melambung ketika ia menjadi frontman band pop punk Night To Remember. Di band itu, Dema benar-benar menemukan rumahnya. Saya yang tak pernah menyukai musik pop punk, jadi terkesima akan gayanya. Melihat ia melompat, berteriak, dan membakar penonton. 

Ia memang terlahir untuk jadi seorang vokalis band.

Night To Remember menemukan jalan menuju ketenaran yang lebih besar ketika E:Motion, label milik Piyu, mengontrak mereka. Akhirnya setelah sekian lama, ada band lokal lagi yang keluar Jember dan menjadi band nasional. 

Sejak saat itu, saya sering melihat Dema di layar kaca. Di acara musik pagi dan beberapa panggung lainnya. Video klip bandnya berseliweran di masa tayang utama. Ia masih sama seperti dulu ketika masih sering manggung di Jember. Bercelana jeans pendek, kaos hand-made painting, flannel, dan sepatu kets. Masih sederhana. A real humble guy. Masih ahli membakar penonton. Suaranya masih lantang. Energinya masih meluap-luap.

Sejak Dema ke Jakarta, saya tak pernah lagi bertemu dengannya. Kabarnya pun tidak pernah mampir ke kuping. Karena itu, betapa kagetnya saya ketika selepas bangun,  ada kicauan dari sebuah akun di dunia maya yang mengabarkan kalau Dema meninggal dunia.

Saya tidak percaya. Saya cek akun band-nya. Masih belum ada kabar. Tapi tak sampai menit, kabar buruk itu serasa menemukan pembenarannya: Dema Juliansyah meninggal. Saya lemas. Ia masih terlalu muda untuk pergi. Selalu ada pedih tak terperi ketika melihat orang yang saya kenal berputih tulang. Pedih itu berlipat ketika ia meninggal muda.

Tapi kematian memang kurang ajar. Ia tak pernah pilih kasih perihal siapa yang ia bawa pergi. 

Saya tak tahu ia sakit apa. Ketika saya cek linimasa-nya, ia hanya menyebutkan kata "sakit", "rumah sakit", "operasi di perut". Tapi saya masih tak bisa menemukan ia sakit apa.

Apapun itu, Dema seakan menjadi bukti dari jargon "Only good die young". Hanya orang-orang baik yang mati muda. Seperti yang diangankan Soe Hok Gie ataupun Jim Morrison. Dema meninggal dengan meninggalkan karya. Setidaknya namanya akan terus dikenang walau ia sudah menjadi tanah. Dari tanah kembali ke tanah.

For death is no more than a turning of us over from time to eternity.

Saya memang tak pernah menemukan titik temu selera musik dengan Dema. Tapi itu tak menghalangi ia menyapa saya akrab, "Sarapan mas?", ketika ia baru lompat dari bis DAMRI dan saya sedang asyik makan pecel di warung berdinding bambu depan sekolah. Lantas ia menyulut rokok, lalu memesan minum. Kadang kopi. Sering pula teh. Lalu kami ngobrol sejenak tentang ini itu. Setelahnya baru ia ngobrol dengan teman-temannya dan saya larut dalam obrolan bareng kawan-kawan saya.

Kelak Dem, kita akan nongkrong bareng lagi. Nanti. Sekarang kamu istirahat yang tenang ya. I'll see you later :)

5 komentar:

  1. so sweet .. aku jg rsx nda nygka mas dema brpulangg :'(

    BalasHapus
  2. Walaupun saya tidak mengenalnya secara langsung, namun Dema telah menjadi seseorang yang berpengaruh dalam hidup saya melalui karya-karyanya bersama Night To Remember. Saya juga yakin, bahwa Dema merupakan pribadi yang rendah hati.

    Selamat jalan, Dema. Terima kasih atas semua karya-karya hebat yang telah kamu berikan pada alur musik Indonesia, :')

    BalasHapus
  3. ini vokalisnya NTR jember mas broo ya... saya baru baca di blognya..... turut berduka cita juga ya....

    BalasHapus
  4. Yg baru tau siapa dia setelah dia pergi pun jadi ikut sedih
    Selamat jalan Dema...

    BalasHapus
  5. berasa kehilangan bgt,
    rest in peace brother, we'll gonna miss you

    BalasHapus