Kamis, 18 November 2010

Cak Kandar Behind the Steering Wheel

Kemaren malam saya baru datang dari Yogya dan memutuskan untuk tidur di sekret Tegalboto. Malam itu di sekret ada saya, Dhani, Arys, Didik, dan Cak Kandar. Sekitar jam setengah 1 dini hari, kami memutuskan untuk pergi makan di daerah Gladak Kembar, sekitar 2 km dari sekret.

"Saya ikut, saya takut. Sudah malam" tiba-tiba Cak Kandar memohon. Dia rupanya takut tidur sendiri malam itu, hehehe. Ya sudah, Ikutlah pria lucu itu bersama kami.

Semua menjadi tambah lucu ketika Didik melontarkan ide konyol. Cak Kandar disuruh nyetir motor sendiri. Rupanya Cak Kandar mendengar tantangan nyeleneh itu, dan sialnya dia menyanggupi, hahaha.

"Saya pernah naik sepeda motor kok. Anak (UKM) Reog saksinya" kata Cak Kandar berusaha meyakinkan kami.

Ya ya ya, akhirnya kami mengijinkan Cak Kandar untuk naik motor. Awalnya saya menyerahkan motor saya untuk dinaiki. Pertimbangannya adalah motor saya adalah motor yang paling jelek, jadi kalaupun nabrak, ya gak rugi-rugi amat. Eh ndilalah, Cak Kandar kesulitan naik motor saya, yang memang diperlukan keahlian khusus untuk mengidupkan dan mengendarainya, hehehe.

Akhirnya Cak Kandar mengendarai motor si Didik. Didik menjadi co-driver di belakang. Wajahnya tampak pias, was-was akan kematian yang seakan menguntit di belakang, hahaha.

Klak, bruummm, Cak Kandar menginjak persneling satu dan menarik gas motor. Motor melaju perlahan dan tersendat-sendat. Saya, Dhani, dan juga Arys tertawa sampai perut terasa sakit.

Tampang mereka bangga sekali karena bisa berfoto dengan Cak Kandar

Kombinasi antara muka Cak Kandar yang tegang, dan Didik yang pucat pasi ketakutan adalah satu hal yang menyenangkan untuk dilihat di pagi buta dan dalam kondisi kelaparan.

Akhirnya motor melaju perlahan dan selalu tersendat-sendat. Ketika mencapai gigi tiga, Cak Kandar langsung jumawa dan menyombongkan diri.

"Saya hebat ya, bisa sampe persneling tiga, hehehe" katanya sambil terkekeh. Saya kontan tertawa keras mendengarnya.

Seringai menjelang patah tulang



Saya sendiri sedikit keder karena harus beraksi layaknya pemain sirkus dari China. Tangan kanan memegang stir motor yang berjalan, dan tangan kiri harus menjepretkan kamera.

Tapi meski sudah dekat sekali dengan kematian --atau setidaknya dekat dengan memar dan patah tulang-- perjalanan kami berakhir dengan bahagia. Selamat sampai di sekret dengan perut kenyang, meski harus memaki karena 40 ribu melayang buat makan malam itu, sialan.

Tadi siang saya bercengkrama dengan Cak Kandar, ada Didik juga.

"Cak, kamu belajar naik motor itu kapan?" tanya saya.

"Anu, kelas 6 SD. Terakhir nyetir juga kelas segitu" jawabnya polos.

"Hahaha, asyuu, jancuk. Untung aku selamat kemarin" teriak Didik sedikit histeris.

Cak Kandar, you just made my day, hahaha :D

2 komentar:

  1. untung aku g jadi janda sebelum nikah

    BalasHapus
  2. hahaha anjrit,,, Nostalgia dalam ancaman kematian!!!

    BalasHapus