Kamis, 12 Juni 2014

Radja

Saat 5 orang lelaki itu naik panggung, penonton bersorak. Saya pun demikian. Drum mulai ditabuh. Dan dimainkanlah intro gitar yang memorable itu. Rasanya nyaris tak ada penonton yang tak tahu lagu itu: "Radja".

Semua penonton bersorak girang. Ternyata lagu itu memang sudah jadi legenda tersendiri. Meski belasan tahun berselang, lagu itu masih saja enak dinyanyikan bareng-bareng.

Saya kemarin masih saja merinding dengar lagu itu. Dhani, kawan saya yang sekarang jadi selebritis, terheran-heran melihat saya dan nyaris seribuan penonton di acara Rock the Vote semalam masih lancar menyanyikan lagu "Radja".

"Sik akeh fans-e /Rif iki yo?"

"Iyo lah, legend iki cuuuk," kata saya.

Band asal Bandung yang konon memakai nama Badai Band pada awal karir, melepas album perdana berjudul Radja pada tahun 1997. Album itu melejitkan nama /Rif sebagai band rock papan atas. Andy, sang vokalis, juga menginspirasi banyak penyanyi baru setelahnya. Saya ingat, dalam sebuah acara pencarian bakat untuk mencari vokalis sebuah band rock, ada seorang kontestan yang meniru Andy. Dari cara berdandan hingga cara bernyanyi. Semua dibuat sama persis. Toh gagal, karena Andy hanya satu.

Album Radja mendapat pengakuan yang bagus. Laris di pasaran. Lagu "Radja" wara-wiri di radio. Hits lain adalah "Bunga" yang menunjukkan sisi kalem /Rif. Lagu ini juga laris. Video klipnya sering muncul di televisi.

Saat Radja dirilis, saya masih duduk di bangku SD. Dan itu setahun sebelum senjakala Orde Baru. Sekitar 12 bulan berselang, kita tahu, Indonesia masuk dalam bara. Reformasi mulai digelorakan. Gerakan perlawanan terhadap rezim menguat dimana-mana, terutama oleh para mahasiswa. Banyak aktivis diculik. Ada yang kembali. Ada juga yang hilang tak ujung rimbanya, sampai sekarang.

Acara Rock the Vote kemarin juga mengundang Raharja Waluya Jati, yang pernah diculik oleh Tim Mawar dan disekap selama 1,5 bulan. 

Penonton sebenarnya sedikit beruntung karena Raharja tak menceritakan semua pengalaman buruknya itu. Namun dalam sebuah tulisan, ia pernah bersaksi tentang penyiksaan sadis yang ia alami. Dari sejak ia diciduk hingga dalam ruang penyekapan. 

"...aku dibawa ke sebuah ruang yang mereka sebut ruang eksekusi. Aku dinaikkan ke atas kursi dan leherku dijerat dengan seutas tali. Pertanyaan tentang dimana Andi Arief aku jawab sama, karena aku memang tidak tahu persis dimana dia berada. Tali yang menjerat leherku ditarik ke atas sehingga aku tercekik hingga aku tidak bisa bernafas sampai beberapa detik, dan leherku terasa sakit selama beberapa hari (susah untuk menelan). Tapi hal tersebut kemudian dihentikan karena aku sempat mendengar omongan mereka agar aku diturunkan dengan alasan terlalu enak bagiku bila terlau cepat mati," tulisnya.

Penyiksaan itu membawa trauma bagi Raharja. Mungkin sampai ia meninggal kelak. Salah satu trauma yang sangat membekas adalah trauma dengan listrik.

"...penyetruman dengan tongkat yang dialiri listrik hal tersebut dilakukan berulang-ulang dibagian-bagian badanku (ujung jari kaki, kaki sampai pangkal paha, perut, dada, tangan dan leher bagian belakang)," tulis Raharja mengenai hal yang membuat ia trauma dengan listrik sampai sekarang.

Meski penyiksaan itu membuat fisiknya melorot, hal yang membuat mentalnya drop malah perlakuan yang tak seberapa sadis namun membuatnya yakin bahwa perbedaan antara manusia dan hewan liar bisa setipis kertas.

"Salah satu momen yang menghilangkan rasa kemanusiaan saya adalah saat sepatu tentara menginjak muka saya," kenang Raharja kemarin malam. Semua penonton terdiam. Seperti membayangkan kalau perlakuan yang sama menimpa mereka.

Raharja tak sendiri. Ada pula Nia Damayanti. Perempuan lulusan Unair ini juga punya pengalaman buruk saat 1997. Ia dicari oleh pihak berwajib. Setelah ketemu, ia diinterogasi selama berhari-hari. Karena stress, ia keguguran. Jahatnya lagi, media menuduh kalau Nia hamil di luar nikah. Seakan-akan ia adalah perempuan nakal.

"Padahal saat itu saya sudah menikah. Suami saya juga waktu itu dicari-cari oleh tentara," kata Nia yang bertemu suaminya di sebuah organisasi ekstra kampus.

Tapi pengorbanan mereka tak sia-sia. Gelombang perlawanan mahasiswa terus menderas. Hingga akhirnya mencapai puncak saat ribuan mahasiswa menduduki gedung DPR, yang lantas memaksa Soeharto, radja di Indonesia selama 32 tahun, tumbang dari kursi kekuasaan.

Malam tadi, 17 tahun selepas album pertama, /Rif mengaku ini pertama kalinya mereka mau tampil dalam sebuah acara bermuatan politis.

"Dulu mana pernah kami mau," kata Andy sembari tertawa.

Sudah bukan rahasia lagi, mereka adalah perwujudan rock n roll yang sesungguhnya. Sex, drugs, rock n roll. Politik bagi mereka adalah hal yang tak perlu diakrabi. Apolitis. Buat apa menceburkan diri dalam kubangan politik, sementara bersenang-senang masih bisa?

Tapi mereka sadar, sekarang Indonesia ada di dalam ambang yang menentukan. Pemimpin yang salah, tentu akan membawa negara ini kembali dalam suasana mencekam yang susah payah ditumbangkan 17 tahun silam. Karena itu, mereka, gerombolan rocker cuek ini, berusaha menggerakkan anak muda agar tak salah pilih.

"/Rif ini bahkan band yang pertama confirm kalau mereka mau main di acara ini," kata Wendi Putranto, salah seorang penggagas helatan Rock the Vote.

"Ini kemajuan, dulu mereka kan glam rock banget," lanjutnya sambil terkekeh.

Dan di atas panggung, mereka pun berorasi. Ovy, gitaris yang baru bergabung dengan /Rif pada tahun 2003 bahkan mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan.

"Kita harus menolak lupa. Karena, kalian tahu tidak, satu dari 13 orang yang diculik dan tak kembali itu adalah kawan gue. Gue gak akan pernah lupa," teriaknya lantang.

Mereka pun kembali melanjutkan bermain. Malam semakin hangat. []

1 komentar:

  1. Wuuaaa, bar moco iki nyesel ga sido teko.. Kethoke gayeng tenan ya, Mas.

    BalasHapus