Selasa, 09 April 2013

Ode Untuk Mereka


Yogyakarta tidak pernah menjadi kota yang asing bagi saya. Selalu ada kawan-kawan yang menyambut dengan tangan terbuka. Mereka dengan senang hati menjemput saya di stasiun atau terminal. Atau mengantar keliling kota. Mereka juga akan membelikan saya makan sembari jutek kalau saya memaksa bayar sendiri. "Uang Jember tak laku disini!" seloroh mereka.

Cahyo Purnomo Edi misalnya. Lelaki anggota UKM Pers Mahasiswa Ekspresi ini pernah menjemput saya dan Miko di suatu malam yang ditingkahi hujan deras di tahun 2008. Itulah saat pertama kali saya mengenal Cahyo. Pada malam yang kuyub itu pula, kami melakukan hal gila: berboncengan tiga menuju Stasiun Lempuyangan. Dengan menggunakan jas hujan, kami cuek saja membelah jalan dari Malioboro menuju stasiun. Tanpa takut akan kemungkinan ditilang.

Sejak saat itu saya akrab dengan Cahyo. Saling gojlok menggojlok.

Salah satu momen yang paling saya ingat adalah ketika saya datang ke Yogya beberapa hari setelah lebaran tahun 2008. Rencananya saya akan pergi ke Bandung. Sesampainya di Yogya, tak ada kawan yang bisa menjemput karena masih mudik. Akhirnya Cahyo yang menjemput saya. Menemani saya menginap di kontrakan kawan-kawan Ekspresi yang sedang melompong. Lalu seharian menemani saya, hingga dipungkasi dengan mengantar saya ke stasiun pada sore hari. Oh ya, sore itu hujan juga. Entah kenapa setiap diantar Cahyo ke stasiun, hujan selalu datang.

Selain Cahyo, ada pula Ardyan M. Erlangga. Saya pertama kali bertemu dengan pria kribo ini ketika dia datang ke Jember beberapa tahun silam. Sebelumnya kami beberapa kali mengobrol via dunia maya. Obrolannya tentu tak jauh-jauh dari musik atau film, dua hal yang sama-sama kami gemari. Satu hal yang membuat saya geleng-geleng kepala, Yandri seakan menyediakan ruang kosong di kepalanya untuk diisi banyak band-band cult maupun film-film di luar arus utama.

Yandri adalah kawan yang baik. Gaya guyonnya kadang-kadang ganjil. Namun tetap bisa memancing tawa yang keras. Berbincang dengannya selalu menyenangkan.

Satu hal yang paling saya ingat dari kebaikan Yandri adalah ketika saya datang untuk memulai hidup baru di Yogyakarta pada akhir tahun 2011. Saat itu saya sudah terlambat mau mencari kos, sudah penuh. Namun Yandri mengajak saya keliling untuk mencari kos. Dari Pogung hingga Bulaksumur. Akhirnya karena tak kunjung dapat kos, Yandri mempersilahkan saya untuk tinggal di kontrakannya sampai saya dapat hunian. Maka saya tinggal di kontrakannya selama nyaris 1 bulan.

Dan pada suatu malam, dengan lampu padam dan bertelanjang dada, kami saling berkisah tentang banyak hal. Ya ya ya, kami macam dua orang lelaki pecinta sesama jenis. Kami bercerita tentang perempuan-perempuan yang membuat kami patah hati. Atau para perempuan yang menangis gara-gara kami. Hingga akhirnya kami capai sendiri mengoceh dan tertidur dengan sendirinya.

Ada  pula Akhmad Khadafi alias Dafi. Pria keturunan kyai ini punya banyak sekali kisah lucu yang siap untuk diceritakan kalau suasana sedang suntuk. Bawaannya yang tenang dan jenaka juga seringkali membuat kawan-kawannya menggodanya. Oh ya, kisah cintanya cukup membuat saya miris. Duh.

Lalu ada Yoga Noviantoro dan Aditya Ari. Dua orang punggawa Ekspresi ini jarang bertemu dengan saya di awal-awal saya sering ke Yogya. Yoga sibuk dengan organisasi pecinta alamnya, kerjaan menyablon (dan akhirnya bangkrut dengan sukses), atau sibuk melayani panggilan tante-tante girang. Sedang Adit saya masih acap bertemu dengannya. Dengannya saya pernah diajak makan di angkringan yang aneh. Adit dan kawan-kawan Ekspresi menyebutnya "Angkringan Salah Itung." Karena seringkali pemiliknya salah menghitung jumlah pembayaran. Namun meski jarang bertemu, mereka tak pernah alpha mengulurkan tangan ketika saya datang ke Yogya. Mengajak saya keliling kota atau makan di angkringan hingga kokok ayam sudah mulai memecah hari yang dini.

Ada juga Prasetyo Wibowo dan Rusli Harianto. Pras, pemuda berwajah rupawan ini mendadak hilang kontak dengan saya dan kawan-kawan sejak 2 tahun lalu. Entah dia sedang sibuk apa. Tapi dulu sekali saya pernah menginap di tempat tinggalnya. Saya terkesima dengan tumpukan buku-buku di kamarnya. Banyak sekali. Bisa dibilang itu ruang buku yang ada kasurnya, bukan kamar dengan buku. Lalu Rusli, aih susah sekali mengatakan apa yang mengesankan dari pria ini. Sebab ada banyak sekali yang bisa diceritakan. Dari kemahirannya menjual barang, kegapeannya menulis puisi absurd ala Sutardji Calzoum, atau pengalaman saya menyaksikan tititnya digigit anak kucing. Saya juga lama sekali tak melihatnya. Entah kemana dia sekarang.

Dan, saya belum bercerita tentang Eddward Samadyo Kennedy ya? Namanya keren sekali bukan? Siapa yang sangka, nama panggilannya begitu aneh: Panjul.

Rasanya tak berlebihan kalau saya memanggilnya sebagai sahabat. Meski saya geli sendiri kalau memanggilnya dengan sebutan itu. Dulu pertemuan kami terasa canggung. Kala itu di Jember, sekitar tahun 2009, saya pertama kali bertemu dengan lelaki berdarah campuran Padang dan Pulo Gebang ini. Dari kesan pertama, ia angkuh. Selanjutnya? Memang angkuh. Hahaha.

Tapi pria buncit ini mengajarkan saya banyak hal. Saya berterima kasih untuk itu. Ia seringkali memarahi saya ketika saya terlalu lembek. Atau memaki saya kalau dirasa saya menjadi orang menyedihkan.

Apa yang saya ingat tentang Panjul? Banyak sekali. Salah satunya adalah ketika kami berdua sama-sama patah hati akut. Lalu tanpa ada rencana langsung pergi ke Solo naik motor. Panjul menangis, menggerung, di punggung saya, bilang kalau hatinya sakit sekali. Lalu ia ingin hujan turun, agar orang-orang tak tahu kalau ia menangis.  Saya hanya bisa mengatakan, "yang tabah ya Ple." Dasar pria lemah.

Tapi dari perjalanan itu, sepertinya patah hati kami berangsur sembuh perlahan. Lalu kami bertemu dengan perempuan-perempuan idaman masing-masing. Yang lucu, hari jadian kami dan pacar nyaris sama, hanya beda sehari. Saya tanggal 12, Panjul keesokan harinya.

Saya dan Lelaki Tukang Curhat: Panjul

Good old times. 

Cahyo, Yandri, dan Panjul

Yoga, Rusli, Nasir, Pras

Kenapa saya tiba-tiba menuliskan ini? Entahlah. Awalnya karena sedikit cemas karena melihat kawan-kawan baik saya itu tak kunjung lulus dari kuliahnya. Iya, kecuali Yandri dan Dafi, nama-nama yang saya sebut diatas itu masih menyandang status mahasiswa yang terhormat. Sudah hampir 7 tahun mereka makan bangku kuliah. Hanya sisa beberapa bulan sebelum mereka dipaksa untuk minggat dari kampus.

Kebetulan tadi saya melihat status facebook  Yoga yang nyaris putus asa karena skripsinya tak kunjung menemui jalan terang. Saya kembali sedikit cemas.

Saya tentu bukan dosen atau orang tua mereka, yang punya hak untuk memarahi dan menyuruh mereka agar lekas lulus. Saya hanya seorang kawan yang punya impian untuk berfoto bareng mereka dengan mengenakan toga. Menyaksikan senyum mereka yang merekah. Melihat mereka bangga menggunakan toga setelah sekian lama penantian dan usaha keras.

Karena lulus kuliah tidak akan merugikan siapa pun kan?

Ayo semangat cuk!

Yogyakarta, 9 April 2013

3 komentar:

  1. ah tulisan ini, saya jg ikut 'tersentil' mas hehe
    jadi bolehkah saya sewaktu2 main ke tempat sampeyan yg lah dimanakah gerangan skarang mbuh :D

    eniwei, diluar itu, jogja memang melenakan orang-orang yg tidak siap dengan keramahan & kenyamanannya, terimakasih sdh mengingatkan, :D

    BalasHapus
  2. saya inget banget dua muka yang memaksa saya meminta nomer telpon cewek2 yang tanpa sengaja terlihat. itu kalian lagi patah hati banget yah? yatuhan, setelah dipikir2, bego banget yah saya, mau2nya aja... mungkin karena wajah kalian waktu itu terlihat sangat memelas. tapi syukurlah jika hari itu ternyata menjadi anak tangga untuk akhirnya sembuh dari patah hati. halah. :D

    salam buat mas eddward mas. cepat lulus mas eddward... :)

    BalasHapus
  3. mas nuran, tulisannya "dalem" banget, pertama-pertama kolerisnya kliatan, semakin ke akhir cerita, semakin "mellow". kisah dan cerita yang mengingatkan saya untuk selalu berjuang kuliah. terima kasih mas nuran atas tulisannya yang "gratis ini" hehehe.
    eniwei baidewei busway, saya pengen bgt main-main ke tempat mas nuran di jogja. kalo sampeyan mengijinkan, kontak saya ya mas di eelnatsxxgusney@yahoo.com atau di twitter saya @stanleephit

    BalasHapus