Rabu, 13 Februari 2013

Catatan Kecil Dari Lombok I: Baling-baling


Pada akhir 90-an, ayah dan mamak saya dapat kabar mengejutkan. Adik ayah yang nomer 4 mengabarkan kalau ia akan menikah. Mengejutkannya adalah kabar itu datang mendadak. Namun yang lebih mengejutkan lagi, om saya itu akan menikahi gadis dari Kupang. Dan si om yang sudah memasuki penghujung kepala 2 ingin pernikahan buru-buru dilangsungkan. 

Dengan tergopoh-gopoh akhirnya ayah, mamak, dan beberapa anggota keluarga lain bersiap-siap menuju Kupang. Setelah menimbang efisiensi waktu dan biaya, pilihan transportasi dijatuhkan pada pesawat.

Saat itu, jarang sekali ada pesawat dari maskapai besar yang terbang menuju Kupang. Yang ada hanyalah beberapa pesawat baling-baling. Kalau gak salah istilahnya adalah pesawat perintis. Yakni pesawat berukuran kecil yang rute-nya menuju daerah-daerah terpencil. Akhirnya dengan pesawat itulah rombongan keluarga berangkat.

Seru sekali mendengarkan cerita dari mamak. Pada dasarnya, mamak adalah orang yang gampang panik dan histeris. Dibonceng motor sedikit ngebut saja beliau bisa histeris. Bisa dibayangkan kalau orang seperti mamak naik pesawat baling-baling. Saya bisa pastikan, mamak merapal istighfar lebih banyak ketimbang biasanya, hihihi.

Saya jarang sekali naik pesawat. Apalagi naik pesawat perintis. Dari dulu saya ingin sekali merasakan pengalaman menegangkan itu. Tapi belakangan saya meralat keinginan itu. Cukup dengan menonton adegan pesawat terbang di film Almost Famous, saya bisa membayangkan bagaimana menegangkannya diguncang-guncang dalam pesawat kecil  Menakutkan. Saya merutuk kenapa saya dulu pernah punya keinginan bodoh macam itu.

Tapi toh keinginan lama itu akhirnya terpenuhi juga. Ketika berangkat ke Lombok beberapa hari lalu, saya akhirnya naik pesawat baling-baling dari maskapai berlogo singa. Dua kali pula, karena saya harus transit di Surabaya.

Pesawat ini memang berukuran kecil. Hanya ada sekitar 50 penumpang saja. Formasi kursinya 2-2. Itupun tak penuh terisi. Jarak antar deret pun sempit.

Tapi setelah pesawat mengudara, saya jadi agak heran. Saya tidak merasakan guncangan yang berarti di udara. Hanya sesekali saja. Itu pun sering saya alami di pesawat-pesawat besar. Dan yang bikin saya kembali heran, pesawat itu mendarat dengan sangat mulus. Namun di penerbangan dari Surabaya- Lombok, cara mendaratnya lumayan kasar dan mengguncang. Mungkin pilotnya baru saja bertengkar dengan sang istri. 

Teknologi pesawat zaman sekarang memang jauh lebih canggih ketimbang akhir 90-an dulu. Mungkin karena itu pula, pesawat berukuran ramping pun bisa meminimalisir guncangan ketika berada di udara. Dan saya bersyukur karena hal itu. Jadi tak perlu merasakan jantung melompat karena terlonjak-lonjak di udara. 

Mataram, 13 Februari 2013 
22. 25 WITA

Senin, 11 Februari 2013

Balada Karper


Pernah makan ikan Karper? Saya belum pernah. Malahan baru malam ini dengar jenis ikan itu.

Ceritanya malam ini Pak Sunardi mengajak saya dan mas Iqbal makan malam. Pak Nardi ini merupakan salah satu pegawai perusahaan yang sedang kami tulis. Beliau suka sekali jalan-jalan dan makan-makan. Nah, karena kami pantang sekali menolak tawaran makan gratis, jadi kami iyakan saja.

Rumah makan yang kami tuju berada agak jauh di luar kota Mataram. Sekitar 6-8 km dari pusat kota. Kenapa jauh sekali pak?

"Rumah makan ini terkenal ikan karper bakar saus madunya, enak" kata beliau singkat. 

Saya tak pernah dengar nama ikan karper. Apalagi memakannya. Karena itu saya penasaran.

"Dagingnya lembut dan manis mas. Durinya sedikit. Enak lah pokoknya" ujar pak Nardi berpromosi.

Singkat kata, sampailah kami di rumah makan itu. Tipikal rumah makan lesehan yang asri. Banyak pohon rindang. Namun sedikit sekali penerangan. Jadi kalau malam terkesan agak terlalu gelap.

Selain itu ada beberapa kolam besar, rumah bagi banyak jenis ikan air tawar. Ada nila. Mujair. Patin. Dan tak ketinggalan: karper. Tanpa banyak berpikir, pak Nardi langsung memesan 3 porsi ikan karper bakar saus madu untuk kami bertiga.

Selagi menunggu, kami mengobrol ngalor ngidul. Tik tok tik tok. Waktu berdetik. Pak Nardi kembali memuji rumah makan ini. Katanya, ikan di rumah makan ini selalu segar. Saat ada tamu yang pesan, baru ikan ditangkap.

Sekitar 15 menit setelah kami memesan, seorang pelayan menghampiri. Dengan muka polos, ia berkata.

"Maaf pak, ikan karpernya cuma bisa ditangkap satu porsi saja."

Serentak kami tertawa. Hahaha. Eh mas pelayannya juga ikut ketawa.

Saya lalu bersimpati pada pelayan itu. Bayangkan, di malam yang gulita, dengan sedikit sekali suluh, mereka harus menangkap ikan di kolam yang besar. Ikan adalah raja ketika di air. Mereka akan berkelit gesit, meliuk-liuk untuk menghindari ditangkap. Tentu mereka tak ingin mudah ditangkap untuk kemudian digoreng.

Akhirnya dua porsi diganti dengan ikan nila bakar saus madu. Pikir saya, gagal lah menuntaskan rasa penasaran saya terhadap ikan karper.

Namun rasa penasaran itu tumpas juga. Ternyata satu porsi ikan bakar di rumah makan itu terdiri dari dua ekor ikan. Jadilah saya bertukar dengan mas Iqbal.  Jadi masing-masing dari kami dapat 1 ekor nila dan 1 ekor karper. 

Dan benar, ikan karper itu rasanya lebih manis ketimbang ikan tawar lainnya, tentu dengan sedikit duri. Yumm!