Pada akhir 90-an, ayah dan mamak saya dapat kabar mengejutkan. Adik ayah yang nomer 4 mengabarkan kalau ia akan menikah. Mengejutkannya adalah kabar itu datang mendadak. Namun yang lebih mengejutkan lagi, om saya itu akan menikahi gadis dari Kupang. Dan si om yang sudah memasuki penghujung kepala 2 ingin pernikahan buru-buru dilangsungkan.
Dengan tergopoh-gopoh akhirnya ayah, mamak, dan beberapa anggota keluarga lain bersiap-siap menuju Kupang. Setelah menimbang efisiensi waktu dan biaya, pilihan transportasi dijatuhkan pada pesawat.
Saat itu, jarang sekali ada pesawat dari maskapai besar yang terbang menuju Kupang. Yang ada hanyalah beberapa pesawat baling-baling. Kalau gak salah istilahnya adalah pesawat perintis. Yakni pesawat berukuran kecil yang rute-nya menuju daerah-daerah terpencil. Akhirnya dengan pesawat itulah rombongan keluarga berangkat.
Seru sekali mendengarkan cerita dari mamak. Pada dasarnya, mamak adalah orang yang gampang panik dan histeris. Dibonceng motor sedikit ngebut saja beliau bisa histeris. Bisa dibayangkan kalau orang seperti mamak naik pesawat baling-baling. Saya bisa pastikan, mamak merapal istighfar lebih banyak ketimbang biasanya, hihihi.
Saya jarang sekali naik pesawat. Apalagi naik pesawat perintis. Dari dulu saya ingin sekali merasakan pengalaman menegangkan itu. Tapi belakangan saya meralat keinginan itu. Cukup dengan menonton adegan pesawat terbang di film Almost Famous, saya bisa membayangkan bagaimana menegangkannya diguncang-guncang dalam pesawat kecil Menakutkan. Saya merutuk kenapa saya dulu pernah punya keinginan bodoh macam itu.
Tapi toh keinginan lama itu akhirnya terpenuhi juga. Ketika berangkat ke Lombok beberapa hari lalu, saya akhirnya naik pesawat baling-baling dari maskapai berlogo singa. Dua kali pula, karena saya harus transit di Surabaya.
Pesawat ini memang berukuran kecil. Hanya ada sekitar 50 penumpang saja. Formasi kursinya 2-2. Itupun tak penuh terisi. Jarak antar deret pun sempit.
Tapi setelah pesawat mengudara, saya jadi agak heran. Saya tidak merasakan guncangan yang berarti di udara. Hanya sesekali saja. Itu pun sering saya alami di pesawat-pesawat besar. Dan yang bikin saya kembali heran, pesawat itu mendarat dengan sangat mulus. Namun di penerbangan dari Surabaya- Lombok, cara mendaratnya lumayan kasar dan mengguncang. Mungkin pilotnya baru saja bertengkar dengan sang istri.
Teknologi pesawat zaman sekarang memang jauh lebih canggih ketimbang akhir 90-an dulu. Mungkin karena itu pula, pesawat berukuran ramping pun bisa meminimalisir guncangan ketika berada di udara. Dan saya bersyukur karena hal itu. Jadi tak perlu merasakan jantung melompat karena terlonjak-lonjak di udara.
Mataram, 13 Februari 2013
22. 25 WITA