Minggu, 29 Agustus 2010

Gule Kacang Hijau Roti Maryam khas Ampel

Dua hari di Surabaya memberikan saya suatu fakta: saya tidak berbuka pakai nasi sama sekali. Hari pertama di Surabaya (27/8), karena kekenyangan meminum es kopyor, makan cireng, dan menenggak segelas super besar jus belimbing, saya kekenyangan. Saya tak makan nasi hari itu.

Lalu hari kedua (28/8), saya juga sudah kenyang dengan es teh, es dawet, dan satu buah gorengan. Saya juga tak makan nasi untuk buka di sore itu. Malamnya, tanpa makan nasi terlebih dahulu, saya, Putri, Ayos, dan Bandenk pergi menonton gig Silampukau.

Setelah nonton gig itu, kami pergi jalan-jalan ke kawasan Ampel. Untuk mengganti nasi, saya ingin makan gulai kacang hijau dan roti maryam yang pernah ditulis oleh Aldila.

Di blognya yang ceria, perempuan penyuka warna kuning itu bercerita soal ia yang kekenyangan setelah makan gulai kacang hijau+roti maryam+3 tusuk sate kambing. Cerita lucu mengenai gulai kacang hijau itu bisa dibaca disini.

Nah, karena ingin makan makanan yang sama, saya pun bertanya pada Aldila, apa nama warung tempat ia makan gulai itu. Sayangnya lagi, si Dila lupa nama warungnya. Lebih sayangnya lagi, di kawasan Ampel, berjejer penjual makanan serupa.

Karena tak punya banyak waktu untuk menjelajahi kawasan ziarah ini, Ayos sebagai guide kami, mengajak kami untuk makan di sebuah warung yang dulu pernah ia singgahi, di sebuah gang yang bisa tembus ke masjid Ampel. Bukan warung yang pernah disinggahi Dila.

Sampai disana, kami duduk di sebuah bangku panjang. Ayos dan Putri tidak memesan makanan. Mereka ternyata pernah makan sekali, dan tak suka rasanya. Jadi kali ini mereka merasa cukup untuk minum teh hangat saja. Maka jadilah saya dan Bandenk memesan 2 buah porsi gulai kacang hijau+maryam.

Beberapa menit kemudian, 2 buah porsi gulai kacang hijau+maryam sudah mengepul hangat di hadapan kami.


Gulai kacang hijau ini adalah gulai berwarna keruh yang berisikan beberapa potongan gajih kambing, dan diperkaya dengan rasa legit dari kacang hijau. Jadi teksturnya kental seperti bubur kacang hijau, dengan rasa gulai yang kaya akan rempah.

Bagi orang yang tak menggemari gulai, pasti tak suka makanan ini, sama seperti Ayos dan Putri. Sebenarnya gulai kacang hijau ini juga ada di Jember, tepatnya di rumah makan martabak Malabar. Cuman bedanya, di RM Malabar, banyak potongan dagingnya.

Lalu ada dua pilihan teman untuk gulai kacang hijau ini. Kamu bisa pilih lontong atau roti maryam. Malam itu saya memilih roti maryam saja, biar lebih terasa arabnya :)

"Kalau kamu bisa ngabisin ini, kamu hebat" tantang Ayos dan Putri. Mereka sepertinya menantang orang yang salah karena beberapa menit kemudian mereka bertepuk tangan karena saya berhasil menghabiskan gulai kacang hijau yang porsinya cukup banyak.

Seporsi gulai kacang hijau ini dibandrol Rp. 4000 saja. Sedang Roti Maryam dibandrol Rp. 1500/ buah. Untuk teh hangatnya, kami cukup mengeluarkan Rp. 1000/ gelas.

Kalau disuruh memberikan rating, saya berikan 7,5 untuk gulai yang enak, roti maryam yang empuk, dan teh hangat yang legit.


Surabaya, 29 Agustus 2010

Silampukau di Coffe Corner: Dan hilangnya Percakapan Suroboyoan Pada Anak Muda


Eh, ada Silampukau bernyanyi tanggal 28/8 di Coffee Corner. Maka bergegaslah saya naik kereta api tut tut tut dari Jember, untuk melihat dua biduan folk ini berdendang. Sehari sebelumnya saya juga melihat Silampukau minus Kharis di acara Musik Garasi.

Maka pada tanggal 28/8 malam, Putri menjemput saya. Kami berangkat dari Klampis, tempat kos si Ayos. Jam sudah menunjukkan angka 7 malam, sepertinya penampilan Silampukau akan dimulai sebentar lagi. Sedang Ayos belum juga mandi.

"Oke, 10 menit lagi kita ketemu di Coffee Corner" janji Ayos.

Ya sudah, saya dan Putri meluncur duluan ke venue, takut ketinggalan acara.

Sampai di venue, ternyata acara belum mulai. Acara yang diadakan di lantai 2 ini ternyata adalah acara yang diselenggarakan majalah Provoke yang membuka jaringan baru di Surabaya.

Selagi menunggu Silampukau, saya dan Putri mengedarkan pandangan ke sekitar kami.

Di bangku penonton tampak puluhan anak muda kisaran SMA yang duduk dengan rapi. Ada game --yang entah apa namanya-- yang membuat mereka memainkan segala macam mimik muka anak gaul dengan latar belakang banner Provoke.

Saya sendiri merasa berada di Jakarta atau Bandung di tengah crowd yang seperti ini. Saya malah sering mendengar kata lo gue, lantas beberapa bahasa anak gaul yang tak saya mengerti artinya.

Ketika ada yang pamitan pulang, saya mendengar "Eh, gue pulang dulu bro, ada urusan nih." Jancuk, saya benar-benar merasa kehilangan percakapan ala Suroboyoan. Dulu kalau saya berpamitan sama teman, saya mengucapkan kalimat, "Eh dulur, aku tak mulih disek. Ojo ngenthu wae manukmu iku." Sebuah kalimat perpisahan yang sarkas, jorok, sekaligus mengisyaratkan keakraban antar teman.

Ah, lupakan racauan saya. Saya terdengar seperti orang tua yang hanyut dalam nostalgia dan tak bisa ikut gelombang kegaulan serta modernisme. Tapi saya berharap semoga tak semua anak muda Surabaya seperti anak gaul yang ada di acara Provoke malam ini.

"Ran, ketimbang kamera itu dipake foto narsis, mending dikasihkan aku ya" kata si Putri melas. Lantas saya melihat dua orang gadis belia yang memainkan DSLR untuk berfoto narsis. Saya sih cuma bisa ketawa melas, mengingat kenyataan bahwa saya dan Putri yang ngotot nabung buat beli DSLR aja masih belum sanggup beli DSLR itu. Lha kok anak SMA ini udah dengan jumawa meneteng DSLR, dan dipakai untuk foto narsis pula, huhuhu.

Kami menunggu sekitar 30 menit untuk menyaksikan duo Eki Trisnowening dan Kharis Junandharu keluar dengan aura gipsi mereka yang magis. Eki seperti biasa, ramah dan penuh senyum. Kharis melambaikan tangannya pada saya, dan saya membalas dengan senyum. Putri sendiri sepertinya langsung naksir pria gipsi berkumis tipis ini.

Ketika Kharis lewat di depan saya, saya menepuk pundaknya dan berkata, "Ris, temenku mau ngomong" kata saya sembari menunjuk Putri yang hanya bisa bengong dan malu-malu kucing serta pipinya memerah, hahaha. Kalau saja tidak dikuasai oleh rasa malu yang merongrong ganas, Putri mau bertanya kenapa Greats --band Kharis sebelum membuat Silampukau sebagai side project-- tak pernah manggung. Akhirnya saya yang bertanya. Kharis menjawab mereka ingin menyelesaikan rekaman untuk LP dulu. Setelah Kharis berlalu, Putri terlihat sedang senyum-senyum sendiri.

Akhirnya, tepat pukul 19.35 acara penutupan yang menampilkan Silampukau pun dimulai. Saya dan Putri mulai cemas, karena Ayos tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Kami sih tak perduli Ayos nonton atau tidak, tapi masalahnya dua buah kamera (satu milik Putri, satu milik Ayos) ada di tangan Ayos .

Silampukau duduk di kursi kecil berwarna merah. Eki tampak lucu dengan gitar kecil berwarna coklat muda, kontras dengan tubuhnya yang besar dan muka yang brewokan. Tak tampak gitar tua berwarna coklat tua penuh stiker yang dulu biasa dipakainya buat manggung. Lalu Kharis tetap setia dengan gitar akustiknya yang berwarna hitam.

Lagu pertama, mereka memainkan "Hey Anak Muda", sebuah ode buat para anak muda --mayoritas penonton di gig malam ini. Eki sendiri selalu berusaha bercakap-cakap dengan penonton. Sayang, suaranya tak begitu jelas terdengar. Putri berkali-kali tanya kalimat apa yang diucapkan Eki. Hal itu masih diperparah dengan suara ribut yang dikeluarkan oleh para Abege di samping dan sebelah kami.

Lagu kedua, mereka memainkan "Bola Raya", sebuah lagu yang menyindir siapapun itu yang menyebabkan hilangnya ruang untuk sekedar bermain bola. Suasana lagu ini sungguh sangat sendu, sama sendunya dengan lagu Iwan Fals yang berjudul "Mereka Ada di Jalan". Lagu Bang Iwan ini juga memotret anak-anak kecil yang tak punya ruang bermain bola.

"Berbenah", lagu andalan Silampukau dimainkan di urutan ketiga. Dimana suara yang ditimbulkan oleh para kimcil --istilah yang dikenalkan oleh Bandenk pada saya untuk menggambarkan anak muda gaul-- makin mengganggu. Tapi untunglah lagu ini seperti hujan di bulan kemarau. Menyejukkan, diantara riuh rendah yang memanaskan kuping.

Naiknya harga miras dipotret oleh Silampukau dalam lagu berjudul "Sang Juragan." Lagu ini bercerita tentang seorang penjual alkohol yang bingung dengan naiknya harga miras dan mencari cara agar ia tetap bisa bertahan. Di lagu keempat ini, Kharis mengganti gitarnya dengan gitar mini --besarnya seperti ukulele, namun yang ini senarnya enam. Lagu ceria ini sedikit berhasil menghapuskan kekesalan saya dan Putri yang baru dikabari kalau si Ayos baru mandi.

"Si Ayos gak bakal bisa nonton" kata si Putri dengan muka sinisnya yang khas. Dan itu berarti, postingan gig malam ini tak akan dilengkapi oleh foto.

Dan benar, Silampukau memainkan lagu terakhirnya beberapa detik setelah Putri mengucap petuah itu.

"Sampai Jumpa" adalah lagu yang memang pantas dijadikan closing dalam setiap konser Silampukau. Kadar lagu ini bisa disamakan dengan "Kamu Harus Cepat Pulang"-nya Slank. Cuman bedanya, lagunya Slank terdengar lebih slengean, dan lagu Silampukau terasa lebih manis karena lirik dan harmonisasi vokal.

Dengan melantunnya Sampai Jumpa, maka gig kali ini resmi berakhir. Saya dan Putri kesal karena Ayos beneran gak datang, dan kami tak dapat foto gig malam ini. Kami juga merasa bahwa konser ini berlalu terlalu cepat, masih lebih lama waktu yang kami habiskan untuk berdiri dan menunggu Silampukau bermain.

Kami juga kesal dengan kimcil-kimcil yang berisik melulu pas Silampukau main, mereka terlalu asyik sendiri. Hey kiddos, Silampukau is too worthy to ignored. Lain kali, kalau kalian punya banyak waktu, tapi gak mau denger musik bagus, ya pulang saja, minum susu, dengarkan musik-musik band pagi hari dan garap PR kalian.

Yet, still another great performance by the next big thing :)


Surabaya, 03.10
Sembari berkemas buat ke Jogja besok
Oh ya, tolong ingatkan saya untuk beli
CD Ode Buat Kota-nya Bangkutaman...


* foto diambil dari FB Provoke

Buka Puasa Rock N Roll di Rumah Ryan

Foto oleh: Ayos Purwoaji

***

Tanggal 27/8 ada sebuah gig sederhana di Surabaya. Saya datang ke acara ini karena ada Silampukau bermain. Saya merasa jadi seperti groupies yang bela-belain dateng jauh-jauh dari Jember buat Silampukau :)

Acara gig bertajuk Musik Garasi ini diadakan di rumah Ryan, salah seorang anggota UKM musik Unesa. Rumah bergaya classic ini terletak di daerah Ketintang. Saya sendiri sempat kesasar karena terpisah dengan Ayos. Jadilah saya yang buta sama sekali soal Surabaya mencari jalan Ketintang Madya dengan susah payah. Lucunya, saya malah sampai lebih dulu ketimbang Ayos dan Bandenk, hahaha.

Silampukau sendiri hanya diwakili oleh Eki, karena Kharis berhalangan hadir akibat bertemu dengan dosennya. Eki hanya bermain dua buah lagu, Bola Raya dan Berbenah.


Penampil-penampil selanjutnya bermain dengan kaidah bersenang-senang. Saya pun senang. Meski penampilan mereka tidak begitu maksimal, tapi setidaknya mereka bermain dengan hati :)

Penampil terakhir adalah dua orang yang menamakan dirinya Karnivorus Vulgaris. Duet ini sepertinya terpengaruh oleh Joy Divison. Duo Ryan --sang pemilik rumah yang berwajah mirip David Tarigan-- dan Alfan ini bermain dengan energi murung sembari ditemani dua orang peniup harmonika. Alfan sendiri diteriaki sebagai Alfan Curtis. Bandenk yang menisbatkan diri sebagai die hard fans Joy Division --terutama Ian Curtis-- menyimak penampilan band ini dengan seksama.



Saya sendiri hanya menyimak biasa saja, sambil sesekali sms-an dengan beberapa teman. Tapi saya lantas terkejut ketika pada lagu terakhir, Alfan sang vokalis meracaukan puisi ciptaannya. Gaya-nya yang trance sembari memejamkan mata itu sedikit banyak mengingatkan saya pada gaya Jim Morrison kalau membaca puisi, gaya yang juga sok-sokan saya tiru, hahaha.

Setelah duo pemakan daging itu selesai, maka saatnya berbuka puasa. Ibunda tuan rumah berserta para perempuan yang ada di gig sore itu membuat es kopyor yang rasanya segar bukan buatan. Saya, Ayos, dan Bandenk, berkali-kali mengisi gelas kami yang selalu saja kembali kosong dengan cepat, hahaha. Lalu masih ada cireng --makanan khas sunda yang terbuat dari tepung-- yang semakin sedap jika disantap dengan saos sambal.

Penampil gig yang mantap, Es yang segar, Cireng yang lezat, teman baru yang keren, dan sore di Surabaya (yang tumben) sejuk... Apalagi yang bisa kami harapkan untuk sebuah sore yang indah? :)


Surabaya, 29 Agustus 2010
Sembari mendengarkan John Mayer

Jumat, 27 Agustus 2010

Antara Ramadhan, Lukisan Kenangan, dan Opera Bulan


Salah satu hal yang paling menyenangkan dari bulan ramadhan adalah ngabuburit alias menghabiskan waktu sembari menunggu adzan maghrib. Dulu saya biasa menghabiskan waktu di sore hari dengan bermain gitar di depan rumah, sembari menonton anak-anak kecil yang ceria bermain petasan.

Selagi khusyuk menunggu matahari tenggelam, mendengarkan musik juga merupakan kegiatan yang menyenangkan. Dalam hemat saya, genre yang pas untuk menghabiskan sore sembari melihat langit yang mulai memerah adalah musik pop yang renyah. Mendengarkan musik pop renyah sembari menanti adzan rasanya sungguh menyenangkan, sepertinya lebih menyenangkan ketimbang memukuli dagu Aburizal Bakrie berkali-kali.

Ketika beberapa waktu lalu saya menulis tentang perkembangan scene musik di Surabaya, saya berkenalan dengan banyak band keren. Setelah Silampukau yang tak pernah berhenti memukau saya dengan lagu folk mereka, kali ini saya bertemu dengan Greats, sebuah band pop yang beranggotakan Kharis Junandharu (vokal, gitar akustik, klarinet), Andrianto Rinaldy (Gitar), Antonius N. P. (Bass), Gede Riski Pramana (Drum / Perkusi)

Sebenarnya ada saling keterikatan yang kuat antara Silampukau dan Greats . Kharis Junandharu adalah vokalis Greats yang kemudian membentuk Silampukau. Walaupun karakter musik mereka berbeda -- Greats cenderung lebih pop ketimbang Silampukau yang kental nuansa folk-nya -- tapi tak bisa dipungkiri bahwa karakter vokal Kharis berhasil memberikan warna yang khas di dua band itu.

Pemilihan nama Greats bukan dengan alasan klasik macam “kami ingin band kami menjadi band yang Greats.” Greats sendiri adalah pembacaan iseng para personilnya terhadap tangga nada 6-1-2-3-4-7-5 (la-do-re-mi-fa-si-sol). Lantas angka itu dijadikan huruf G-R-E-A-T-S, sebuah kegiatan yang sering dilakukan oleh banyak orang pada plat nomer kendaraan bermotor mereka.

Belakangan ini saya getol mendengarkan lagu-lagu yang ada di EP Greats. Menurut saya, hampir seluruh lagu di EP ini sangat bernyawa dan membuat semangat. Kecuali satu lagu, Krontjong Pencarian. Krontjong Pencarian, entah kenapa, saya merasa temponya terlalu lambat. Untuk ukuran sebuah lagu pop yang menyenangkan, sepertinya lagu ini terlalu asyik dengan dirinya sendiri. Kalau dalam sepakbola, lagu ini ibarat tim Jerman yang lambat panas. Baru di tengah lagu, suara Kharis yang sebelumnya pelan dan seperti tak bersemangat, langsung menukik tinggi. Begitu juga permainan bass dan drum yang sebelumnya lemas, jadi bersemangat dan memainkan tempo yang lebih cepat. Baru setelah itu lagu ini asyik untuk di dengarkan sore-sore.

Walaupun saya kurang begitu suka Krontjong Pencarian, tapi saya suka semua lagu di album ini. Dalam setiap lagunya, Greats sangat pandai bermain kata dalam liriknya. Kalimah yang tertulis begitu puitis, romantis, namun nir-melankolis. Yang bikin saya menyukai band yang dipengaruhi oleh The Dubliners – band folk dari Irlandia-- ini adalah, dalam setiap lagu di album ini, hampir tak ada repetisi kalimat, bahkan untuk bagian reff.

Simak saja lagu berjudul Ode Tentang Kecantikan. Dalam lagu ini, Greats seperti meluapkan semua kesenangan dalam bermain kata-kata. Semua kata yang dipilih seperti ditulis dengan seksama.

Malam ini kusaksikan gemintang berguguran di kerling indah matamu.
Lalu aku, ku tersesat begitu menyedihkan tanpa arah tujuan.
O paras bulan badai, O lautan landai, sihir aku sesukamu
tapi katakan,
nama....mu

Malam ini telah terkabar, langit hangus terbakar di senyummu yang bersinar.
Juga aku, juga aku,
luluh lantak duniaku berceceran wajahku.
O paras mimpi purba, tepian surga cepatlah isi duniaku dan
katakan nama...mu


Di lagu ini pula, saya menjumpai kalimat-kalimat puitis klasik yang sekarang makin jarang digunakan dalam lirik lagu. Seperti "Gemintang berguguran di kerling indah matamu", atau "Langit hangus terbakar di senyummu yang bersinar". Saya menyukai permainan personifikasi yang dilakukan oleh Greats.

Kalimat puisi klasik itu juga saya temukan di lagu berjudul Lukisan Kenangan. Di lagu ini, banyak bertebaran kalimat-kalimat puitis yang biasa dipakai oleh para lelaki 80-an untuk merayu calon kekasihnya.

merdu hujan di senyummu
bintang-bintang di wajahmu
silir angin di lambaianmu

mengurungku selamanya

syahdu bulan di matamu
sunyi jurang di nafasmu
keajaiban di impianmu
mengurungku selamanya


Selainan permainan kata-kata, saya juga menyukai pemilihan chord yang tidak biasa. Pemilihan nada yang dilakukan oleh Greats itu ibarat anak kecil yang sedang mencari mainan, mencari-cari mainan apa yang cocok untuk dimainkan.

Oh ya, saya tak tahu ada apa antara Greats dan bulan. Tapi saya banyak menjumpai ada penyebutan kata bulan di setiap lagunya. Termasuk di lagu berjudul Opera Bulan. Selain dalam Opera Bulan, saya menemukan kata bulan di lagu Lukisan Kenangan dan Ode Tentang Kecantikan. Dalam Opera Bulan, lagu pop yang bernafaskan country ini, Greats seperti mengajak kita untuk selalu tersenyum. Entah oleh musiknya yang memang ceria, atau bisa juga karena liriknya yang seakan menghimbau kita agar tak bersedih dan menghargai kebahagiaan sederhana.

di bawah bulan malam ini di taman depan rumahmu yang sepi,
gadis
tidakkah bahagia ini terasa manis
lihatlah rumput, pohon, dan bunga yang hanyut anggun di satu warna
seperti warna kita di hati saat ini
halaman ini berganti rasa bulan tersenyum culas
memaksa kita
selami kenangan di sungai cahaya
tapi mengapa berkaca-kaca?
apa kenangan membuatmu duka, manis?

dalam bahagia di larang menangis

ku nyaris tak percaya
masih ada duka
dalam bahagia yang begini berbunga

Jangan lupa mendengarkan lagu jagoan dalam EP, Gubeng Rendezvous. Lagu ini juga masuk ke dalam album kompilasi Day to Embrace, sebuah album kompilasi dari band-band indiepop Indonesia. Di album ini juga ada single dari The Trees and the Wild, Dear Nancy, hingga Olive Tree. Kalau anda mendengar lagu ini, maka anda akan tahu kenapa Gubeng Rendezvous pantas dimasukkan di album Day to Embrace.

Mendengarkan lagu ini, saya seperti dituntun untuk duduk di bangku tunggu stasiun Gubeng yang berwarna hijau itu. Saya dengan hati membuncah ingin menjemput kekasih yang datang dari luar kota. Dengan latar belakang langit yang berwarna merah, saya pun dengan riang menemui kekasih yang riang melambai di jendela.

Suatu senja di stasiun kota di remang mentari yang tua
Ditengah deru kereta dia datang tiba-tiba.
tersenyum dia dibalik jendela melambai-lambai bercahaya
dan seluruh suara senja meredup seketika.

Sampai akhirnya sang kekasih harus pulang kembali ke kotanya. Saya bergandengan tangan dengannya menuju stasiun. Dan langit masih berhias semburat merah mentari yang masih saja tua. Di depan saya, Greats bermain di stage kecil yang terletak di belakang peron. Lantas terdengar suara peluit berbunyi. Dan kereta pun perlahan bergerak meninggalkan stasiun Gubeng. Iya, membawa kekasih saya pulang.

Perlahan,diam-diam, kereta bergerak, rindu pun muram...
kau kan menemukanku hancur di ujung lagu. Lenyap di rimba raya masa lalu
Hei, berhenti kereta! Berhenti disini saja. Bukan di Jogjakarta, Bandung, atau Jakarta
Kekasih menanti di Surabaya

Saya termenung mengawasi kereta yang perlahan pergi. Sedang Greats sudah selesai bermain dan mengemasi peralatannya. Lalu petugas stasiun pun meniup peluit dengan keras. Dan saya tersadar bahwa saya sekarang sedang ada di depan rumah. Bahwa sekarang sudah adzan maghrib dan sudah saatnya saya berbuka.

Ah, betapa indah ngabuburit bersama Greats…




Silampukau di Musik Garasi


Bagi kawan-kawan handai taulan yang ada di Surabaya dan sekitarnya, daripada ngabuburit sambil ngopi dan rokokan, mending nonton gig keren aja.

Gig yang bertajuk Musik Garasi ini diadakan hari Jumat, 27 Agustus 2010 dari jam 2.30- 5.oo sore. Tempatnya di Garasi Rumah Ryan, jalan Ketintang Madya III/30.

Gig ramadhan ini menampilkan band favorit saya, Silampukau, uhuyyyy! Lalu ada juga Vice, Karnivorus Vulgaris, The Sunsetstrip (hei, kalian siapanya Motley Crue?) dan Kelly N Weekend Project.

Saya sendiri bela-belain nanti pagi mau naik kereta api tut tut tut ke Surabaya buat nonton gig ini.

So, be there or be fucked! :)



Jember, 27 Agustus 2010
Sembari mendengarkan Silampukau
Agar bisa singalong nanti :)

Kamis, 26 Agustus 2010

Taman Bacaan Mentari

Saya beruntung lahir di tengah keluarga besar yang suka membaca. Saya ingat pesan ayah saya dulu.

"Ayah mungkin gak kaya, gak bisa ngasih warisan banyak. Warisan ayah cuma buku" kata beliau waktu saya SD dulu. Ayah saya punya perpustakaan kecil di rumah. Ruangan ini adalah ruangan favorit saya. Isinya ya koleksi buku ayah saya, novel-novel, hingga komik koleksi saya.

Nah, tadi siang saya baru saja dapat kabar gembira via facebook. Adik ayah saya yang nomer 4, Abrar Pradsojo alias Om Subur, sekarang membuka rumah baca kecil-kecilan. Namanya Taman Bacaan Mentari.





Rumah om saya ini terletak di Cigadung, daerah dataran tinggi dekat Dago Atas. Rumahnya sangat menyenangkan. Hawanya dingin, khas Bandung. Kalau malam terlihat banyak lampu dari jalanan Dago Atas, indah pol-polan. Yang unik dari rumah ini adalah ruang tamu terletak di atas, lalu kamar tidur, hingga ruang santai terletak di lantai bawah.

Nah, Om saya ini juga suka baca. Begitu juga istrinya, Tante Bunga, perempuan keturunan Portugis yang kampung halamannya ada di Kupang nan jauh disana. Hobi itu ditularkan pada 2 anak mereka --si sulung Faisal, dan Farhan si bungsu yang bandelnya minta ampun. Di rumah mereka ada ratusan komik, novel, hingga buku-buku "berat".

Om Subur yang anggota Wanadri ini juga punya banyak buletin Wanadri, buku-buku terbitan Wanadri, hingga buku-buku tentang kegiatan outdoor. Nah, ketimbang buku-buku itu dibaca oleh mereka berempat saja, akhirnya si Om dan si Tante berinisiatif membuka taman bacaan gratis.

"Taman bacaan ini terbuka untuk umum khususnya pelajar dari tingkat SD sampe remaja.Kalo mau baca aja harus bayar kapan generasi muda kita akan suka membaca.Ditunggu bagi para sahabatku yang serius untuk menyumbang" Kata si Tante.

Jadi buat yang punya koleksi buku yang gak terpakai, disumbangin kesini aja, insyaallah jadi berkah dan pahala :)

Oh ya, selama bulan puasa, taman bacaan ini buka setiap hari dari jam setengah 3 sore sampe setengah 6. Juga ada takjil gratis tiap hari :)

Jadi? Mari datang ke Taman Bacaan Mentari, dan lestarikan budaya membaca :)



N.B: Bagi yang mau menyumbang --baik buku, novel, majalah atau komik-- silahkan hubungi

Abrar Prasodjo: 081 122 10 944
Bunga Safari: 0856 599 200 70



Jember, 26 Agustus 2010
Sembari mendengarkan OST This Is England
So far, 54-46 Was My Number from Toots and the Maytals is my favourite...

Rabu, 25 Agustus 2010

Dibius Oleh Semangkok Bakso dan Orkestra Tengah Malam

Apa yang kamu harapkan dari sebuah tempat makan? Rasanya yang enak? Harganya yang murah? Porsinya yang banyak? Suasanya yang nyaman? Atau gabungan dari semua itu?

Dini hari itu (25/8), saya beserta 6 orang teman saya pergi mencari makan ringan sekaligus sahur. Beriringan, kami pergi ke sebuah kios bakso kecil yang terletak di Pasar Tanjung. Di pasar terbesar di seluruh Jember itulah kamu bisa menemukan kombinasi dari rasa yang enak, harga murah, porsi banyak, serta suasana yang nyaman.

Di pasar 24 jam ini pula, kamu bisa mencari berbagai makanan tengah malam. Mau mencari lalapan, pecel, nasi goreng, hingga bakso, semua ada. Pasar Tanjung itu tak pernah tertidur.

6 orang teman kuliner saya dini hari itu adalah Dhani sang kribo yang sekarang botak karena patah hati akut, Mas Widi yang ganteng dan pintar gambar, Mas Lutfi yang kritis dan memiliki style rambut belah tengah 80-an, Didik yang lagi jablay, Arys sang sastrawan Radar Jember, serta satu tamu agung: Ayos Purwoaji, sang kontributor Travelounge dan Rolling Stone Indonesia yang dengan rendah hati mau menemani kami yang culun ini.

Ketika diajak, Ayos bertanya-tanya apa itu Bakso Bius. Selain saya, Arys, dan Didik, tak ada yang pernah ke bakso bius itu.

Disebut bakso bius adalah --ini versi Arys dan Didik -- karena setelah makan bakso ini, mereka bakalan bisa tidur cepat. Ini semacam obat tidur bagi para mahluk nocturnal seperti mereka.

Saya sendiri lebih suka menyebutnya sebagai bakso setan. Itu semata karena jam operasional bakso ini sama seperti jam operasional para setan yang mencari korban. Teman saya yang lain menyebut dengan bakso bencong. Karena bakso ini buka di jam bencongan mulai beroperasi, dan tutup di jam bencong mencegat becak untuk pulang. Ada-ada saja...

Akhirnya meluncurlah kami bertujuh ke warung Bakso Bius itu. Saya membonceng Ayos, Mas Widi membonceng Dhani yang berukuran besar, lalu Mas Lutfi membonceng 2 begundal Arys dan Didik.

Kami memesan 7 mangkok bakso. Satu porsi Bakso Bius ini terdiri dari 3 gorengan, 2 tahu, dan 2 bakso kecil. Lalu ada pelengkap standar seperti su'un dan bawang goreng serta sejumput garam untuk menambah kaya rasa.



Lalu kenapa saya bilang bahwa Bakso Bius ini seperti gabungan dari berbagai macam kriteria yang dicari orang dalam memilih tempat makan?

Berbicara rasa, saya hanya memberikan 2,5 dari 5 bintang. Sebagai orang yang pernah mencicipi berbagai jenis bakso, saya menganggap rasa bakso ini tak begitu spesial. Tahunya pun hanya tahu biasa yang berisikan tepung kanji yang kenyal. Lalu baksonya juga bukan bakso sarat daging atau urat, melainkan bakso yang lebih banyak komposisi tepungnya ketimbang daging. Tapi gorengannya yang enak, saya berani memberikan bintang 3 dari 5 bintang lah. Kuahnya yang sedap juga pas kalau dikombinasikan dengan saos merah menyala dan sambal yang banyak.

Lalu untuk harga, saya malah memberikan bintang 4 dari 5 bintang. Seporsi bakso bius ini hanya Rp. 3000 saja :) Dengan harga semurah itu, saya bisa makan kenyang.

Berbicara porsi, porsi dari bakso bius ini cukup banyak. Apalagi masih ditambah kuah yang melimpah, jadi bisa menambah kenyang. Saya saja setelah makan bakso ini jadi malas untuk sahur. Sudah kenyang dihantam satu porsi bakso bius.

Nah, yang paling jagoan dari kedai bakso bius ini adalah suasananya. Saya pergi ke kedai ini sekitar jam 2 pagi. Pada jam segitu, pasar Tanjung yang buka 24 jam sudah kembali riuh rendah oleh tingkah polah para pedagang.

Di bangku tempat saya makan, berjejeran para penjual sayur, penjual lauk pauk, hingga para kuli angkut yang sedang nongkrong. Lalu di depan saya ada lapak penjual VCD bajakan yang dengan setia menyetel komposisi India. Suasana makan di kedai bakso bius itu sungguh sangat hidup.

Saya mengibaratkan suasana ini seperti makan dengan diiringi midnight orchestra. Ada celoteh berbahasa Madura, ada tawar menawar yang sengit, ada obrolan ringan dari para tukang becak, juga ada bunyi-bunyian eksotis dari speaker butut di lapak VCD bajakan.

Itu suasana yang nyaman menurut saya :) Lalu makan rame-rame bersama teman, uhhh, itu sungguh kenyamanan yang tidak ternilai harganya :)

Kalaupun disuruh memberikan penilaian, untuk rasa, saya hanya bisa memberikan 2,5 bintang. Tak usah banyak-banyak. Karena memang rasanya biasa saja.

Tapi untuk faktor lain --seperti harga, porsi, dan suasana-- saya memberikan 3, 5 bintang deh. Eits, tapi ini penilaian subjektif lho. Nyaman menurut saya belum tentu nyaman menurut kamu. Jadi sebaiknya kamu harus mencicipi sendiri bakso bius ini, dan rasakan sendiri ambience yang menyelingkupi kamu :)



N.B: Entah sugesti atau bukan, beberapa menit setelah makan bakso bius ini, Didik dan Arys sudah lelap tertidur. Padahal pertandingan Sampdoria VS Werder Bremen lagi seru-serunya. Mungkin ada pendapat ilmiah mengenai hal ini. Mengkonsumsi makanan atau minuman hangat di malam hari bisa membuat kita merasa nyaman, dan lantas mengantuk.

Oh ya, Ayos langsung sakit perut setelah makan bakso ini. Saya disuruh ngebut untuk mengantarkan dia ke toilet di masjid dekat kampus saya. Ayos ini perutnya memang perut eksklusif sih. Dulu pertama saya ajak makan Nasi Tempong, nasibnya juga berakhir dengan sumpah serapah di toilet.



Jember, 25 Agustus 2010
Sepertinya saya memang tak mempan dibius
Walaupun oleh bakso bertajuk bakso bius

Minggu, 22 Agustus 2010

The Making Of A Great Compilation Tape...


"The making of a great compilation tape... like breaking up, is hard to do and takes ages longer than it might seem. You gotta kick it off with a killer to grab attention. Then you gotta take it up a notch, but you don’t want to blow your wad. So then you gotta cool it off a notch.There are a lot of rules."

(Rob Gordon in High Fidelity)

***

Jurus lama untuk mendekati perempuan adalah membuatkannya rekaman kompilasi lagu. Dari jaman klasik dengan media kaset tape, hingga jaman modern dengan media CD. Itu yang saya lakukan :)

Tapi saya tak pernah tahu bahwa untuk membuat rekaman itu ada aturannya. Saya suka ngasal kalau membuatkan CD kompilasi.

Kasus yang paling lucu adalah ketika saya membuatkan CD kompilasi untuk seorang perempuan yang menyukai musik sejenis Peter Pan, dan juga... Musik Kasidah.

Bodohnya, dengan alasan mencuci otaknya, saya membuatkan CD kompilasi yang terdiri dari Jimi Hendrix (Wind Cries Mary), Led Zep ( I Can't Quit You Baby), Jimmi Smith (Root Down), hingga Boston (More Than A Feeling). Meskipun perempuan itu terlihat suka, tapi saya tahu bahwa itu hanya pura-pura belaka. Saya yakin,sesampainya dirumah ia bakalan membakar CD musik setan itu.

Setelah menonton High Fidelity, saya baru tahu kalau membuatkan CD kompilasi itu ada aturannya. Seperti yang dibilang oleh Rob, "Now, the making of a good compilation tape is a very subtle art. Many do’s and don’ts. First of all, you’re using someone else’s poetry to express how you feel. This is a delicate thing."

Iya, membuat CD kompilasi itu adalah sebuah seni. Banyak hal yang harus kita pikirkan mengenai lagu apa yang harus ditaruh, dan lagu apa yang jangan dimasukkan. Membuat CD kompilasi adalah kita memanfaatkan kata-kata orang lain untuk mengekspresikan perasaanmu. Dan itu adalah hal yang sulit...

Rob juga memberikan tips lain. Untuk lagu pembuka, sisipkan lagu yang menarik perhatian, yang akan merampas atensi sang perempuan ketika ia pertama kali mendengarnya. Nah, setelah beberapa lagu, urutan lagunya terserah kamu. Kamu bisa menyisipkan lagu yang up-beat lalu slow, atau slow dulu lalu up-beat hingga akhir lagu. Semua terserah kamu.

Saya belajar banyak dari film keren itu. Maka saya belajar mengesampingkan ego saya. Saya harus mensurvey musik kesukaan perempuan yang akan saya dekati. Dan saya sarankan kamu juga menonton film ini, jadi ketika membuatkan CD kompilasi, kamu tak salah pilih lagu.

Kalau perempuan itu suka dengan musik jazz, jangan pernah memberikan ia CD yang berisi Smoke On The Water, Paranoid, apalagi Membakar Jakarta. Bisa-bisa kamu yang dibakarnya.

Begitu juga sebaliknya. Kalau perempuan yang akan kamu dekati itu menyukai musik rock, jangan pernah memberikan ia CD yang berisi lagu sappy semacam Mau Dibawa Kemana Hubungan Kita, Terbang Bersamaku, atau Kejujuran Hati-nya Kerispatih. Bisa-bisa anda yang ditusuk keris oleh perempuan itu.

Nah, setelah beberapa lama tak pernah membuatkan CD kompilasi, sekarang saya ingin membuatkan CD untuk teman perempuan saya. Untuk itulah saya memeras otak berhari-hari, berusaha mencari tahu selera musiknya. Tapi ternyata selera musik teman perempuan saya itu masih misterius. Saya tak pernah tahu seperti apa musik yang ia suka.

Karena itulah saya berjudi. Saya mengambil jalan tengah. Musik yang akan saya pilih adalah musik yang ear catchy, memiliki hook, dan romantis secara bersamaan. Untuk memilih beberapa lagu, saya sampai harus berdiskusi dengan beberapa orang. Ada pula beberapa teman yang tanpa diminta, sudah menulis 5 daftar lagu romantis menurut versi mereka masing-masing. Dan beberapa ternyata adalah lagu romantis yang sempat saya lupakan. Jadilah saya mencomot beberapa lagu pilihan para teman itu.

Saya memutuskan untuk memilih 20 lagu untuk dimasukkan dalam satu buah CD. Setelah 20 lagu itu terkumpul, kesulitan belum selesai sampai disini. Saya masih harus mengaplikasikan kata Begawan Rob mengenai urutan lagu. Setelah berulang kali menganggap saya adalah perempuan yang dikirimi CD, saya memutuskan untuk memakai metode grab attention- ear catchy-up-beat sejenak- lalu slow dan romantis - hingga ditutup dengan lagu yang grab attention sekaligus ear catchy.

Sebagai penarik perhatian, saya menaruh lagu legendaris Let's Get It On-nya Marvin Gaye. Dilihat dari sudut apapun, lagu ini pantas sebagai penarik perhatian. Lalu sebagai penarik perhatian kedua, saya menaruh versi bossanova dari You've Got A Friend-nya Carole King di track kedua. Sebagai penutup, saya menaruh Let's Get It On yang dinyanyikan ulang oleh Jack Black. Meski suara Jack tak seprima Marvin, tetap saja lagu ini membius. Sangat pas sebagai track penutup.

Ini dia 20 lagu yang saya pilih dan saya kompilasikan:

1. Marvin Gaye - Let's Get It On
2. Carole King - You've Got A Friend
3. Barry White - You're The First, The Last, My Everything
4. George Benson - Just the Two Of Us
5. Lenny Kravitz - It Ain't Over Till It's Over
6. Monkey to Millionaire - Strange Is The Song In Our Conversation
7. Melancholic Bitch - 7 Hari Menuju Semesta
8. Al Green - Tired of Being Alone
9. Greats - Gubeng Rendezvous
10. The Trees and the Wild - Honeymoon On Ice
11. Eric Clapton - Wonderful Tonight
12. Endah N Rhesa - When You Love Someone
13. Sting - When We Dance
14. The Beach Boys - God Only Knows
15. John Wesley Harding - I'm Wrong About Everything
16. Love - Always See Your Face
17. Sade - By Your Side
18. The Beatles - I Will
19. Dewa - Aku Disini Untukmu
20. Jack Black - Let's Get It On

***

Jadi, kalau kamu adalah seorang yang pemalu seperti saya (gak usah protes dengan kalimat ini!), tapi kamu ingin mendekati perempuan yang kamu suka, membuatkan CD kompilasi sepertinya adalah jurus terbaik.

Setelah CD dikirim, beranikanlah dirimu untuk bertanya bagaimana lagu-lagunya. Apakah enak? Lalu lagu mana yang paling ia suka dan lagu mana yang tidak ia suka? Lalu mulailah percakapan. Saya yakin musik adalah salah satu ice-breaker yang paling ampuh :)

Jadi, selamat membuatkan CD kompilasi, and good luck buddy :)



Jember, 22 Agustus 2010
Sembari mendengarkan lagu-lagu kompilasi saya
Berharap semoga teman saya menyukainya...

Jumat, 20 Agustus 2010

High Fidelity dan Jack Black





Saya mengamini bahwa Jack Black itu keren. Walaupun menonton High Fidelity berulang-ulang, saya tak pernah berhenti tertawa melihat adegan-adegan Barry (clerk toko piringan hitam Championship Vinyl yang diperankan oleh Jack Black).

Mulai dari menghina Belle and Sebastian sebagai Sad old bastard music, hingga adegan menolak pria yang mencari piringan hitam I Just Called to Say I Love You. Jack dengan lucunya berkata "Do we look like the kind of store that sells "I Just Called to Say I Love You"? Go to the mall." Huahahahaha, saya tidak bisa berhenti tertawa :D

Adegan lucu lain adalah ketika Rob (sang pemilik toko vinyl, yang dimainkan oleh John Cussack) bertanya tentang makna dari kalimat "I haven't seen Evil Dead II yet?" Rob dan Barry terlibat perdebatan lucu. Di adegan ini saya selalu tak bisa menahan tawa :D

Tapi adegan yang paling memorable adalah, ketika di penghujung film, Barry dan bandnya tampil di acara yang diadakan oleh Rob. Rob sendiri takut kalau-kalau band-nya Barry menghancurkan acaranya.

Adegan paling memorable di High Fidelity

Ternyata Barry membawakan lagu favorit Rob sepanjang masa, "Let's Get It On" dari Marvin Gaye. Uh, saya sangat suka adegan di penghujung film ini. Melihat bagaimana Jack bernyanyi dengan apik, dan Rob terkaget-kaget sekaligus senang.Untuk lihat video keren ini, silahkan klik disini


Ah, Jack Black memang keren! :D


Quote di adegan-adegan Barry:


"Do we look like the kind of store that sells "I Just Called to Say I Love You"? Go to the mall."

Barry: Holy shite. What the fuck is that?
Dick
: It's the new Belle and Sebastian...
Rob
: It's a record we've been listening to and enjoying, Barry.
Barry: Well, that's unfortunate, because it sucks ass.

"Ok buddy, uh, I was just tryin' to cheer us up, so go ahead. Put on some old sad bastard music, see if I care."


Barry
: What's her name?

Dick
: Anna.

Barry
:Anna? Anaconda?


"Rob, I'm telling you this for your own good, that's the worst fuckin' sweater I've ever seen, it's a Cosby sweater. A Cooooosssssssby sweataahhhh."


"Don't tell anyone you don't own "Blonde on Blonde". It's gonna be okay"



Jember, 2o Agustus 2010
Sembari menikmati OST High Fidelity

Rabu, 18 Agustus 2010

(Konon) Ini Adalah 5 Lagu Paling Romantis

Semua berawal dari chatting tengah malam dengan mas Philips. Waktu itu saya iseng-iseng nanya 5 lagu paling romantis menurut seorang Philips Vermonte. Jadilah kami bertukar 5 list lagu paling romantis menurut kami. Mas Philips menyebutkan beberapa lagu macam Let's Get It On-nya Marvin Gaye, Disarm-nya Smashing Pumpkins, hingga Stephanie Says-nya Velvet Underground.

Ini dia 5 list lagu paling romantis menurut saya:

1. Marvin Gaye - Let's Get It On

Sulit untuk menolak pesona romantis pria keling yang satu ini. Lagu-lagunya kebanyakan memang lagu romantis nan eksotis. Selain What's Goin On yang termahsyur itu, Let's Get It On adalah salah satu lagu Marvin yang terkenal. Dengan irama yang slow-danceable, lagu ini sungguh sangat cocok untuk dijadikan backsound dari candle light dinner anda. Suatu siang ketika saya memutar lagu ini di sekretarian Tegalboto, seorang teman berseloroh bahwa lagu ini enak untuk dipakai sebagai pengiring bercinta, hahaha. Oh ya, kalau anda sudah menonton High Fidelity, lagu ini adalah lagu yang dinyanyikan oleh Jack Black di penghujung film.

We're all sensitive people
With so much to give
Understand me, sugar
Since we got to be
Let's live
I love you

There's nothin' wrong
With me lovin' you
Baby, no, no
And givin' yourself to me can never be wrong
If the love is true
Oh, babe, ooh, ooh

Don't you know
How sweet and wonderful life can be?
Whoo-ooh
I'm askin' you, baby
To get it on with me
Ooh, ooh, ooh

2. Eric Clapton - Wonderful Tonight
Kalau anda seorang pria, apa yang anda lakukan ketika menanti kekasih anda yang sedang berdandan? Paling-paling anda menggerutu sembari menyuruh sang kekasih untuk cepat selesai. Itu adalah hal yang akan dilakukan oleh orang biasa yang tidak romantis --saya juga termasuk di dalam golongan itu. Tapi sayangnya Eric Clapton adalah pria jenius, dan ia jelas sangat romantis. Ketika menanti kekasihnya berdandan, ia bukannya ngedumel, malah membuatkan lagu. Fakk. Lagu ini sungguh sangat romantis dan gentle di saat yang bersamaan.

It's late in the evening
She's wondering what clothes to wear
She puts on her make up
And brushes her long blond hair
And then she asks me
Do I look alright
And I say yes, you look wonderful tonight

We go to a party
And everyone turns to see
This beautiful lady
That's walking around with me
And then she asks me
Do you feel alright
And I say yes, I feel wonderful tonight

I feel wonderful
Because I see the love light in your eyes
And the wonder of it all
Is that you just don't realize
How much I love you

3. Sade - By Your Side

Kata Mas Philips, lagu ini adalah lagu yang pas untuk merayu. Dan saya setuju sepenuhnya. Kalau lagu ini bisa anda nyanyikan dengan benar, maka tak ada alasan bagi calon kekasih anda untuk menolak. Lirik lagunya itu benar-benar bikin meleleh. Apalagi kalau Sade yang menyanyikannya. She's the magician!

You think I'd leave your side baby?
You know me better than that
You think I'd leave down when your down on your knees?
I wouldn't do that

I'll do you right when your wrong
I-----ohhh, ohhh

If only you could see into me

oh, when your cold
I'll be there to hold you tight to me
When your on the outside baby and you can't get in
I will show you, your so much better than you know
When your lost, when your alone and you can't get back again
I will find you darling I'll bring you home

If you want to cry
I am here to dry your eyes
and in no time you'll be fine

4. Sinead O Connor - Nothing Compares 2 You

Kalau anda sedang putus dan ingin balikan, coba nyanyikan lagu ini. Jangan pake wajah melas seperti Fa'ang-nya Wali, atau gaya sengau-nya Charly Van Houten. Bukannya mau diajak balikan, bisa-bisa anda diludahin oleh mantan pacar anda. Sinead ini menurut saya mempunyai kecantikan yang unik. Dengan rambut botaknya, hidung mancung, dan mata yang tajam, cantiknya sungguh diatas Lady Gaga atau Katy Perry. Anyway, Nothing Compares 2 You ini salah satu bukti kalau lagu cinta tak harus dinyanyikan dengan mendayu-dayu dan jadi bikin orang darah tinggi.

It's been seven hours and fifteen days
Since u took your love away
I go out every night and sleep all day
Since you took your love away
Since you been gone I can do whatever I want
I can see whomever I choose
I can eat my dinner in a fancy restaurant
But nothing
I said nothing can take away these blues

'Cause nothing compares
Nothing compares to you

It's been so lonely without you here
Like a bird without a song
Nothing can stop these lonely tears from falling
Tell me baby where did I go wrong
I could put my arms around every boy I see
But they'd only remind me of you
I went to the doctor and guess what he told me
Guess what he told me
He said girl you better have fun
No matter what you do
But he's a fool
I know that living with you baby was sometimes hard
But I'm willing to give it another try


5. Chantal Kreviazuk - Leaving on a Jet Plane

Lagu ini aslinya dinyanyikan oleh John Denver. Tapi Chantal menyanyikan ulang lagu romantis ini untuk film Armageddon. Suara Chantal yang empuk kayak gepuk itu benar-benar merubah total image oldies-nya John Denver. Oh ya, bagi anda para petualang yang lebih suka traveling ketimbang ngapel, untuk menenangkan hati kekasih anda, silahkan nyanyikan lagu ini, dijamin berhasil :) good luck :)

There's so many times I've let you down
So many times I've played around
I'll tell you now, they don't mean a thing

Every place I go, I think of you
Every song I sing, I sing for you
When I come back I'll wear your wedding ring

So kiss me and smile for me
Tell me that you'll wait for me
Hold me like you'll never let me go

'Cause I'm leaving on a jet plane
I don't know when I'll be back again
Oh, babe, I hate to go

Now the time has come to leave you
One more time, oh, let me kiss you
And close your eyes and I'll be on my way

Dream about the days to come
When I won't have to leave alone
About the times that I won't have to say ...

Selasa, 17 Agustus 2010

Mari Memasak Tengah Malam

Ketika asyik nulis-nulis, adik sepupu saya yang bangga dengan kumisnya yang baru tumbuh itu tiba-tiba merengek. Lapar katanya. Duile, anak kelas 1 SMA lapar aja pake merengek. Dia pengen dimasakin sama saya. Dia ketagihan masakan saya karena beberapa tahun silam, ketika orang tuanya lagi pergi ke luar kota, dan hanya ada saya dirumah, saya memasakkan sepiring nasi goreng. Dan dia suka. Sejak itulah, kalau saya datang kerumah nenek saya di Lumajang, dia pasti menodong saya untuk memasakkan sesuatu.

Saya bingung mau masak apa malam itu. Saya lihat di kulkas, ada beberapa lembar roti tawar, sekaleng kornet. Lalu di freezer ada beberapa daging burger. Ya sudah, biar simpel, saya masakkan sandwich buat cecunguk kecil itu.

Ini dia resepnya:

8 lembar roti tawar
4 buah daging burger
4 sendok makan kornet kaleng
2 siung bawang putih
4 siung bawang merah
1 batang bawang daun
1 buah tomat
3 buah cabe rawit (jangan banyak-banyak, cabe mahal)
4 lembar keju
Merica secukupnya
mentega secukupnya

Cara memasak:

- Roti tawar diolesi mentega di dua sisinya, lalu panggang di atas teflon hingga berwarna kecoklatan

-Oleskan mentega secukupnya untuk memanggang daging burger hingga matang

- Cacah bawang putih dan bawang merah. Bagi yang tak suka bawang putih atau merah, bisa diganti dengan bawang bombay.

-Potong kecil-kecil bawang daun dan hancurkan tomat. Lalu potong kecil-kecil cabe rawitnya.

- oleskan mentega secukupnya untuk menumis bawang merah, bawang putih, bawang daun, cabe, dan tomat. Tumis hingga harum.

-Lalu masukkan kornet, dihancurkan, hingga jadi seperti bubur. Kalau ingin cita rasa yang lebih pedas, silahkan tambahkan merica sesuai selera anda

- Oleskan kornet di roti tawar hingga merata (di satu sisi saja). Lalu kasih daging burger diatasnya. Setelah itu kasih keju diatas daging burger. Setelah selesai, tutup dengan roti tawar.

-Hidangkan selagi hangat.



*Hidangan untuk 4 orang (tapi tergantung daya tampung perut anda. Saya sih sanggup makan 4 pasang roti itu, hehehe)


Lumajang, Masih 17 Agustus

1 Tahun Alone Long Way From Home

Saya sangat enjoy dengan gaya bercerita yang begitu personal. Bukan guidebook tapi semacam kisah susah, senang, gembira, atau kecewa. Amat pantas sebagai bahan sebuah buku untuk catatan perjalanan khususnya Indonesia Timur.

Photo dan literatur juga menyegarkan, informatif dan mengundang. Yang paling menyenangkan ternyata 4shits happen : the worst entertainment adalah....Nafa Urbach (ngakak deh, very refreshing and honest). The best tunes juga paling menggugah walaupun ngga hobi ndengerin musik ketika backpacking.

Makasih banget buat Nuran Wibisono dan Ayos Purwoaji atas sharing yang luar biasa :)
(Ambar/Moderator Milis Indobackpacker)

Nice story, dan gaya penulisan yang sangat bagus detail namun tidak membosankan. .
sudah lama saya ingin mendokumentasikan catatan perjalanan saya kedalam bentuk seperti ini
Salam backpack!
(Leo Himawan)

cuma bisa kasih respon "W.O.W"
meskipun belum sempat membaca semuanya, tapi dari foto-fotonya ajib gila...
semoga bisa membuat inspirasi untuk backpacker2 pemula seperti saya...
(Kukuh Dwi)

RRRRUUARRR BIASA!
Pencerita yang hebat dan juru foto yang sangat cermat menangkap detail gambar yang fantastis. Salut untuk kalian berdua yang memacu semangat saya untuk menjelajah negeri yang cantik ini.
Salam,
(Ime)

Dear friends...
Like Roeper and Ebert; "Two thumbs up" tapi ini tak tambahin 2 lagi deh jempolnya,,,
sudah selesai dibaca, gaya bahasanya santai, jadi ringan bacanya, foto2na menarik, dan catper yang agak beda bikin akhirnya langsung selesai ngebaca... bagian "index" akhirnya juga unik, dari wiskul sampai playlist-nya, hehehe...
it's true when the writer told that it's influenced by Gola Gong... mirip-mirip baca "Perjalanan Asia" na Gola Gong dan sedikit seperti The Journey...
ditunggu e-book berikutnya... kalo bisa dikumpulin... lalu dibikin buku deh... can be a ggod collection, thanks for free sharing... ^_^...
warm regards.
(Shinta JP)

Mantebh surantebh, Bro..!!!
Luar biasa cerita dan pengambilan gambarnya.
Makin cinta saja pada Indonesia.. makin dalam saja rasa syukur pada-Nya.
(Nirwana Saloka)

Glek.., ngiri berat lihat cerita dan foto jalan-jalannya, karena tidak semua orang diberikan kesempatan yang sama. Memang nusantara ini sangat indah, pengin banget bisa menikmati keindahannya, sayang terkendala oleh waktu dan beberapa juga uang he.. he.. karena belum berani full backpacker-an!. Tuturan cerita di buku tersebut sangat enak, gaya penulisannya kadang agak tengil ingat dulu waktu muda juga suka rada-rada tengil . :).
(Endah RH)

wow. you're already published. very impressive! when do i get to read it...of course i'll have to have a dictionary nearby for all those big indo words i don't know. ha.

ps. is that the final version of the cover?

(Fauzia Ismail)

aku udh liat bukuny sekilas. sumpah sungguh keren.. thanks buat nuran dan teman nya ayos purwoaji, yang sudah membuat tulisan dan foto2 yang indah. dan telah memperkenankan saya untuk membacanya.. Kalian memang KEREN.. Love U Guys..!!!

(Trya Adistina)

__________________________________________________________

"Tapi memang Tuhan selalu menolong hambanya yang pergi backpacking..."
(Alone Longway From Home, pg. 24)
***

Tak terasa, 1 tahun sudah berlalu sejak saya dan Ayos Purwoaji merilis Alone Long Way From Home ke dunia. Ebook tentang perjalanan melintasi Bali hingga Flores ini kami rilis pas tanggal 17 Agustus 2009. Buku itu semacam prasasti awal kami sebagai travel writer. Iya, kami berdua ingin jadi travel writer yang keren. Oh ya, bagi yang tidak tahu, Alone Long Way From Home itu dikutip dari lagu "Higher Than Mountain II" dari Komunal, band metal yang bermukim di Bandung. Lagu itu menceritakan perasaan mereka yang kangen dengan kampung halaman. Lagu akustik dengan tambahan harmonika ini terasa begitu sendu, menggambarkan perasaan rindu yang benar-benar dalam.



Di ebook pertama yang kami buat, kami dengan jumawa dan bangga mendirikan perusahaan travel writing kecil-kecilan bernama Travelista. Travelista ini kami rencanakan sebagai penerbitan buku-buku traveling. Sampai saat ini buku yang diterbitkan sudah 3, Alone Long Way itu yang pertama. Lalu yang kedua, Ayos dan Nafan sang adik membuat Tour de Laweyan, ebook tentang kampung batik Laweyan. Sedang buku ketiga yang kami rilis adalah When Will You Come Home, sebuah ebook tentang perjalanan kami ke Madura. Buku ini ditulis oleh 4 orang, saya, Ayos, Dwi Putri, dan Lek Nurul.

Travelista berusaha menggabungkan kesukaan kami dalam musik, jalan-jalan, antropologi sederhana, hobi memaki dan bersikap sinis, dan juga hobi kami makan-makan. Musik kami tulis di backpacker tunes, jalan-jalan dan antropologi sederhana kami tulis di berbagai macam tulisan mengenai orang-orang dan kultur baru yang kami temui, hobi memaki dan bersikap sinis kami tulis di 4 Shits Happen, sedang hobi makan-makan kami tulis di The Best Meal in Town.

Lalu di Travelista, kami tidak menulis travel report biasa seperti how to get there, where to stay, where to go, blah blah blah. Kami lebih suka menuliskan travel experience. Seperti pengalaman kami minum ramuan madura, atau pengalaman kami naik truk Fuso dari Sumbawa hingga Flores. Semuanya adalah pengalaman unik yang kami tulis di ebook-ebook kami.

Bagi yang belum baca Alone Long Way From Home, silahkan unduh disini. Gratis, seperti udara.


Lalu ebook Tour de Laweyan, silahkan unduh disini. Juga gratis, seperti sinar matahari.


Untuk When Will You Come Home, silahkan unduh disini. Tetep gratis seperti senyum saya :)


Keep traveling folks!



Lumajang, 17 Agustus 2010
Sembari terus menghidupkan mimpi pergi ke Mentawai setelah wisuda :)

Hair Metal How Are You Today?

Sebagai seorang bocah yang tumbuh besar dengan musik hair metal, tak salah kalau saya punya ambisi untuk jadi rock star dengan rambut gondrong nan mekar. Lalu bersenang-senang dengan cara yang menyebalkan, seperti melempar tv dari kamar hotel, merusak kamar hotel, mabuk-mabukan sampai tidak tahu sedang berada dimana, hingga nyoba narkoba sampai mati suri, dan hidup setelah jantung diberi suntikan insulin seperti Niki Sixx.

Tapi ternyata saya tak jodoh untuk jadi rocker. Jangankan melempar tv dari kamar hotel, nyolong mangga tetangga saja saya masih ketakutan. Jangankan merusak kamar hotel, merusak kamar sendiri saja sudah takut bakalan dimarahi oleh mamak saya. Jangankan mabuk-mabukan sampai hilang akal, minum coca cola aja saya mencret. Jangankan narkoba, ngerokok saja saya gak pernah. Intinya, saya tak berbakat jadi rocker ala hair metal dengan segala perilaku tengilnya.

Saya sepertinya lebih bisa untuk nulis soal musik, meski tulisannya juga masih cupu. Belakangan ini, saya rajin mendengarkan Sangkakala dan Gribs, dua band hair metal yang saya pikir cukup keren. Ketika mendengarkan mereka, saya jadi percaya bahwa hair metal itu tak pernah mati. Saya juga menyimpulkan bahwa musik hair metal itu bukan hanya konsumsi para om-om berumur 30-an yang besar di era 80-an. Para rocker di Sangkakala dan Gribs umurnya tak jauh dari saya. Di setiap gigs mereka, juga ada beberapa fans belia yang mengacungkan devil horn ke udara. Jadi saya pikir, memang benar, hair metal itu tak pernah mati. Grunge tak pernah benar-benar membunuh hair metal :D




Gara-gara kebanyakan mikir hair metal, lantas saya jadi punya obsesi baru sekarang. Ya, baru sekedar obsesi sih. Saya ingin menulis tentang hair metal di Indonesia, terutama hair metal yang dimainkan oleh anak-anak muda --yang notabene tidak lahir dan besar di era hair metal. Sepertinya menarik. Rolling Stone juga pernah membahas mengenai festival hair metal di Amerika sana. Di festival itu, para pahlawan hair metal berkumpul untuk manggung, gila-gilaan, dan sekedar mengenang masa jaya mereka. Pahlawan-pahlawan macam Dokken, Steelheart, Faster Pussycat, Skid Row, Motley Crue, Bang Tango, hingga Steven Adler muncul dan mengenang masa dimana mereka masih mengagungkan semboyan sex, drugs, and rock n roll.

Sekarang saya sedang menabung pundi rupiah. Saya ingin melakukan ziarah suci hair metal, mengunjungi Yogya untuk bertemu Sangkakala, ke Jakarta untuk bertemu Gribs, dan entah kemana lagi untuk mencari band-band yang memainkan hair metal. Doakan saya ya...



Lumajang, 17 Agustus 2010
Sembari mengajari adik saya apa itu hair metal

Jumat, 13 Agustus 2010

Bermain Kata Bersama Greats



Saya percaya bahwa scene musik Surabaya sedang menggeliat kembali. Ya, ada banyak band yang sedang tumbuh berkembang dan siap meledakkan gendang telinga anda secara berkala.

Setelah Silampukau yang memukau, kali ini saya terhenyak dengan adanya band bernama Great . Vokalis Greats adalah Kharis Junandharu, salah satu dari duo gipsi Silampukau. Greats sudah punya 6 lagu hingga saat ini. Saya tapi hanya punya 2, hehehe. Selain Kharis, band ini terdiri dari Andrianto Rinaldy (Electric Guitar), Antonius N. P. (Bass Guitar), Gede Riski Pramana (Drum / Percussions)

Apa yang menarik dari band ini? Anda mungkin punya pendapat sendiri. Band ini sendiri berpondasi pada permainan gitar akustik yang lihai, dengan pemilihan chord yang tidak biasa. Lalu masih ditambah pula dengan corak vokal Kharis yang cenderung lembut, feminim, tapi bisa melengking tinggi di beberapa bagian. Lalu kata seorang teman saya yang saya kasih lagu-lagu Greats, dia berkata bahwa sound dari band ini sungguh tak lazim untuk sound musik Surabaya. Sound yang bagaimana atuh? Tak tahulah, tanyakan Ardi Wilda Wirawan saja :)

Apa itu saja? Tidak, musik bagus tidak melulu soal permainan gitar yang tak biasa, sound yang unik, dan suara yang berkarakter.

Tapi bagi saya, musik yang bagus adalah perpaduan antara musik yang unik dengan lirik yang dapat berbicara. Saya mungkin tak dapat menjelaskan secara terperinci bagaimana lirik yang bisa berbicara itu. Saya pikir semua orang punya pendapat masing-masing tentang bagaimana lirik yang bisa berbicara itu.

Dari penilaian saya, lirik-lirik Greats ini sungguh sangat bisa berbicara.

Coba saja tengok lagu yang berjudul unik, "Ode Tentang Kecantikan." Dari judulnya saja, mungkin pendengar bisa menyimpulkan bahwa ini bukan sekedar lagu biasa. Dengan memuat kata "Ode" saja, itu sudah menggetarkan. Maka Ode Tentang Kecantikan bukanlah judul "biasa" seperti Mau Dibawa Kemana Hubungan Kita, Cari Jodoh, atau bahkan Sambut Aku Dengan Cintamu.

Malam ini// kusaksikan/ gemintang berguguran di kerling indah matamu. Lalu aku// ku tersesat// begitu menyedihkan/ tanpa arah tuk pulang.

O Paras bulan badai// O lautan landai/ sihir aku sesukamu// tapi katakan// nama....mu/

Itu adalah lirik pembuka yang fantastis menurut saya. Perpaduan antara kata-kata puitis nan klasik macam "gemintang berguguran di kerling indah matamu" dan kalimat puitis yang tak biasa macam "Paras bulan badai, lautan landai, sihir aku sesukamu." Siapa yang berani berkata kalau itu lirik yang biasa?

Bukan rahasia bahwa lagu pop itu jamak dengan pengulangan lirik. Namun hebatnya, Greats tidak melakukannya. Dengan musik pop yang tak biasa --yang seharusnya susah untuk mencari kata yang padu padan-- Greats dengan jumawa tidak mengulang lirik pertama untuk verse dua musiknya.

Malam ini// telah terkabar// langit hangus terbakar/ di senyummu yang bersinar. Juga aku// juga aku// luluh lantak duniaku/ berceceran wajahku.

O Paras mimpi purba// O tepian surga// cepatlah isi duniaku/ dan katakan// nama...mu/

Itu adalah lirik kedua bagi verse kedua. Sialan. Lirik kedua ini justru lebih mengaum. Bait pertama masih saja berkutat dengan lirik puitis klasik nir-melankolik seperti "Malam ini, telah terkabar, langit hangus terbakar di senyummu yang bersinar." Permainan potongan kata -ar- sungguh sangat keren. *Sialan, akibat dari membaca theory of literature barusan.

Lalu bait kedua dimulai dengan kata yang saya masih bingung apa maknanya, "Paras mimpi purba." Brengsek, apa pula paras mimpi purba itu? Aneh, namun entah kenapa terdengar indah.

Lalu ada bagian ending, muncul lirik --yang masih saja klasik-- yang menyatakan bahwa sang pencipta lirik ini tunduk kalah oleh sihir sang gadis. Saya mengacungkan jempol untuk pemilihan kata yang tidak klise untuk menggambarkan penyerahan diri yang agung ini.

Selagi/ kuterpesona olehmu// oh gadis, kuterpenjara dalam sihirmu...

Kalau anda mungkin mencibir dengan lirik puitis klasik macam di Ode Tentang Kecantikan, maka simak lagu kedua mereka yang berjudul Gubeng Rendezvous. Jancuk, judul lagu ini benar-benar seperti headline koran merah yang mencolok mata, yang langsung memancing kita untuk menyimak lebih jauh.

Suatu senja di stasiun kota/ di remang mentari yang tua// di tengah deru kereta/ dia datang tiba-tiba.

tersenyum dia dibalik jendela/ melambai-lambai bercahaya dan seluruh suara senja/ meredup seketika.

Menggunakan remang mentari yang tua untuk menggantikan kata "senja" itu adalah suatu perbuatan yang berpahala besar. Remang mentari tua jelas bisa menggantikan senja, yang mungkin saja akan terdengar klise dan tak pas dengan ritme musiknya. Atau bisa jadi untuk mengindari pengulangan kata yang akan dipakai mereka di bait kedua? Entahlah :)

Lalu mempersonifikasikan senja dengan "Suara" dan "Redup" juga akan menghindarkan mereka dari perbuatan keji nan munkar. Entah apa yang ada di pikiran sang penulis ketika menulis redup untuk menggambarkan suara senja.

Karena redup itu umum dipakai untuk menggambarkan cahaya. Dan bagaimanakah suara senja itu? Mungkin tiap anda mempunyai versi sendiri bagaimana suara senja itu :) Untuk penggambaran senja yang tak biasa ini, saya menghaturkan salut untuk sang penulis lirik :)

Aku patung tanpa kata-kata/ dibius bisu gubeng senja// di tengah deru kereta/ selepas peluit pertama//

perlahan/ diam-diam/ kereta bergerak/ rindu pun muram...//


Bait bridge ini adalah penggambaran momen perpisahan. Tak ada melankolia dan tak ada romantisme klise disini. Sang penulis lirik menggambarkan sang tokoh utama yang berdiri terdiam di tengah senja. Ketika kereta bergerak --yang saya asumsikan membawa sang kekasih pergi--, maka rindu pun muram.

Rindu pun muram itu adalah kalimat yang aduhai wahai kawanku. Daripada menulis kata "Aku akan merindukanmu", sang penulis dengan cerdas menulis "Rindu pun muram."

kau kan menemukanku/ hancur di ujung lagu/ lenyap di rimba raya masa lalu//

Hei/ berhenti kereta/ berhenti disini saja// bukan di Jogjakarta, Bandung, atau Jakarta/ kekasih menanti di Surabaya

Dua bait terakhir saya pikir adalah --lagi-lagi-- bait penyerahan diri. Entah hipotesa saya benar atau salah, hancur di ujung lagu, lenyap di rimba raya masa lalu, adalah pikiran sang tokoh utama yang merasa dirinya akan sedih ketika mengingat masa-masa mereka sedang bersama.

Lalu bait terakhir itu, saya mah tidak bisa menebak-nebak apa maksudnya. Tapi saya punya cerita personal khusus di bait terakhir. Entah kenapa, kota-kota yang disebutkan oleh sang penulis lirik itu adalah kota yang "bermakna" bagi saya, hahaha.

Oh ya, apa kalian sadar apa yang tidak ada di lirik Gubeng Rendezvouz itu? Sadar gak? Palingan gak sadar ya?

Ya udah saya kasih tau laahhh.

Di Gubeng Rendezvous juga tidak terdapat adanya pengulangan lirik :)

Sama dengan Ode Tentang Kecantikan, Gubeng Rendezvous adalah salah satu bukti kecerdasan dan kepandaian sang penulis lirik dalam memainkan kata-kata.

Dan Greats juga meyakinkan saya bahwa scene musik Surabaya sedang menggeliat dan akan segera bangkit.

Bukan (hanya) di Jogjakarta, Bandung atau Jakarta. Musisi keren menanti di Surabaya :)

Temui mereka di Myspace Greats


Jember, 14 Agustus 2010
Sembari mendengarkan Greats terus menerus :)

Silampukau on JakartaPost July 2010


Ini tulisan saya soal scene musik Surabaya yang sedang menggeliat. Dimuat di Jakartapost hari Minggu, 13 Agustus 2010. Oh ya, foto ini adalah duo folk bernama Silampukau yang digawangi oleh Eki Trisnowening (kiri) dan Kharis Junandharu (kanan). Musik yang mereka mainkan sungguh menggetarkan hati :) Foto itu diambil oleh teman tidur saya, Ayos Purwoaji, sang editor hifatlobrain yang tersohor itu :D

Silahkan baca tulisan tentang menggeliatnya scene Surabaya (tapi tidak lengkap :p) di:
Surabaya Scene Awake After Long Slumber.

Kredit. Foto capture diambil dari twitter milik @gugunsatya.
Silampukau check it here: http://www.myspace.com/silampukau