Selasa, 20 November 2012

Mimpi Ayah

Ayah dan saya: dua pria yang sama-sama gagal jadi rocker


Seringkali, anak menjadi 'pelampiasan' obsesi orang tua di kala muda yang tak kesampaian. Ayah saya adalah salah satunya. Almarhum kakek dari pihak ayah adalah seorang penyanyi jazz di kala mudanya. Sering melihat sang ayah bernyanyi jazz, ayah saya tertarik untuk jadi anak band. Tapi sesuai masa ia tumbuh, ia ingin jadi rockstar. Deep Purple adalah idolanya. Maka ia memancangkan mimpi: jadi anak band. Tapi tak kesampaian. Ia hanya bisa nyanyi lagu "Widuri" untuk merayu mamak. Itupun sumbang. Rambutnya gondrong kribo, macam Ahmad Albar, tapi tak kunjung ia jadi rocker macam Albar.

Mimpi muda ayah kandas.

Maka ayah mengalihkan mimpi masa mudanya itu pada saya. Ayah saya lantas mengenalkan Beatles, Deep Purple, hingga God Bless. Ketika akhirnya saya lebih condong pada Guns N Roses, Bon Jovi, atau Skid Row, ayah saya tak ambil pusing. Ia tetap mendukung saya untuk jadi anak band. Ayah membelikan saya gitar. Menemani saya latihan gitar, genjrang genjreng gak jelas di depan rumah. Dan saya pun berambut gondrong atas dukungan ayah. Ia yang mendukung saya ketika mamak ngomel-ngomel melihat rambut saya. Hehehe.

Tapi mimpi muda saya kandas  juga.

Saya berambut gondrong macam hair rocker, tapi ngeband pun tak becus. Walau begitu, setidaknya saya pernah manggung dan bikin lagu Yah. Aku masih lebih mending ketimbang ayah. Hehe. Kelak, mimpimu dan mimpiku akan aku teruskan pada anak lelakiku. 

Tapi inti tulisan ini bukan cerita diatas. Intinya adalah tadi malam saya mimpi ayah. Ia meninggalkan keluarga pada bulan Desember 2010. Pada hari libur yang masih pagi. Sudah nyaris 2 tahun ia berpulang.

Mimpi saya sedikit absurd. Tapi membuat saya bahagia.

Dalam mimpi itu, ayah jadi vokalis band. Ia berambut gondrong. Memainkan lagu-lagu rock di sebuah bar di Gili Trawangan. He's quite popular. Ia rajin mengirimi surat dan kartu pos ke rumah. Dalam mimpi itu, saya melihat ayah yang tertawa-tawa ketika bernyanyi. Dia tampak menikmati benar hidupnya.

Itu membuat saya senang. Setidaknya saya percaya, itu adalah pertanda bahwa tuhan menjaga ayah dengan baik. Tuhan tak membiarkan ayah kesepian. Maka tuhan mungkin memberikan beberapa teman band dan memberikan ayah skill menyanyi yang mumpuni. Ayah tak sendirian disana. Ayah bahagia disana.

Yang membuat saya senyum-senyum, di mimpi itu dikisahkan mamak didekatin oleh seorang pengusaha kaya. Si pengusaha tahu kalau ayah sedang ada di luar kota. Mamak sedikit terpengaruh. Ketika tahu itu, ayah pulang dari Lombok membawa gitar. Lalu ayah menyanyikan lagu "Widuri" untuk mamak. Mamak lantas luluh. Dad, you're a badass motherfucker :D

Ayah, apa kabar disana? Semoga bahagia selalu. Makasih sudah berkunjung ke mimpiku semalam :)

Minggu, 18 November 2012

Bagian 1: The Motley Crue


Bab 1

Vince:

Tentang rumah pertama Motley Crue, dimana Tommy pernah terpergok dengan celana melorot dan penisnya masuk dalam sebuah lubang. Nikki membakar karpetnya. Vince mencuri narkotik dari kru band David Lee Roth. Dan Mick terus menjaga jarak dari ketiga orang itu.

***

Nama perempuan itu adalah Bullwinkle. Kami memanggilnya seperti itu karena dia punya wajah seperti rusa. Tapi Tommy begitu mencintainya, meskipun dia bisa mendapatkan perempuan manapun di Sunset Strip. Tommy mencintainya dan ingin menikahinya karena --Tommy terus menceritakan hal ini-- Bullwinkle bisa memuncratkan cairan orgasmenya ke seluruh penjuru ruangan.

Tapi sayangnya, tidak hanya cairan orgasmenya yang ia lontarkan ke seluruh rumah. Tapi juga semuanya: piring, baju, kursi, tinju --pada dasarnya semua yang bisa ia lempar. Dari dulu hingga sekarang, aku bahkan tak pernah melihat perempuan yang sekasar dia. Satu kata atau pandangan yang salah akan membuat dia meledak dalam kemarahan. Suatu malam, Tommy mencoba mencegahnya masuk dengan cara membuat kenop pintu macet --kunci pintunya sendiri sudah sejak lama rusak saat polisi menendang pintu itu beberapa waktu lalu--, Bullwinkle mengambil alat pemadam kebakaran dan melemparnya ke jendela agar bisa masuk. Polisi akhirnya datang lagi malam itu dan menodongkan pistol ke Tommy, sementara aku dan Nikki bersembunyi di kamar mandi. Kami tak tahu siapa yang lebih kami takuti: Bullwinkle atau polisi.

Kami tak pernah memperbaiki jendela itu. Memperbaiki jendela rusak terlalu melelahkan. Need too much work. Orang-orang akan masuk ke dalam rumah kami, yang berlokasi di dekat Whiskey A Go-Go, untuk berpesta, baik melalui jendela yang rusak atau pintu depan yang sudah reot, yang sebenarnya hanya bisa tertutup kalau kami menaruh papan di belakangnya. Aku berbagi kamar dengan Tommy, sedang Nikki, si keparat itu, punya kamar besar yang ia tempat sendiri. Ketika kami menempati rumah itu, sudah ada perjanjian kalau akan ada rotasi kamar, jadi setiap orang akan bergantian menempati kamar seorang diri. Tapi hal itu tak pernah terjadi. Kami terlalu malas. It was too much work.

Saat itu tahun 1981, kami sedang bangkrut, hanya punya sedikit barang beserta seribu piringan hitam 7 inci (berisi demo single kami). Di ruang tamu, ada satu sofa kulit dan sebuah stereo milik Tommy, hadiah natal dari orang tuanya. Langit-langit sudah peyok, karena setiap tetangga kami komplain tentang keberisikan kami, maka kami memukul langit-langit dengan gagang sapu atau gitar. Karpetnya ternoda oleh tumpahan alkohol, darah, dan puntung rokok, dan temboknya hangus.

Rumah kami dikerubuti banyak sekali kutu dan serangga. Jika ingin menggunakan oven, kami harus memanaskannya terlebih dulu selama 10 menit untuk membunuh serangga-serangga di dalamnya. Kami tidak mampu beli pestisida. Jadi untuk membunuh serangga, kami menggunakan hair spray, lalu menyemprotkannya pada korek, dan membakar serangga-serangga itu. Tentu kami mampu membeli (atau mampu mencuri) beberapa benda penting seperti hair spray, karena kamu harus punya benda itu untuk membuat rambutmu berdiri --agar bisa bergaul di klub.

Dapurnya lebih kecil ketimbang kamar mandi, dan baunya tengik. Di dalam kulkas biasanya ada ikan tuna yang sudah basi, bir, sosis merk Oscar Mayer, mayonaise yang kadaluarsa, dan mungkin hot dog jika masih tanggal muda, atau kami mencurinya dari toko yang menjual minuman keras, atau kami patungan untuk beli hot dog. Biasanya, Big Bil, seorang biker seberat 450 pound (kira-kira 204 kg)  dan tukang pukul dari bar Troubador, datang dan memakan hot dog itu. Tentu saja kami tak berani melarangnya dan bilang kalau itu adalah makanan terakhir yang kami punya.

Ada sepasang suami istri yang sering iba pada kami, dan mereka seringkali membawakan semangkok besar spaghetti untuk kami. Saat kami benar-benar tak punya uang, Nikki dan aku akan mengencani gadis yang bekerja di warung makan agar kami mendapat makanan gratis. Tapi kami selalu membawa minuman keras sendiri. Itu menyangkut harga diri bung...

(bersambung)

post-scriptum: Tulisan ini adalah terjemahan bebas dari bagian 1 buku The Dirt, buku biografi Motley Crue. Saya menerjemahkan bebas beberapa nukilan di buku itu. Ini adalah nukilan yang pertama.