Saat itu tahun 2007 belum juga beranjak setengah umurnya. Saya sedang membonceng Ayos Purwoaji sehabis nongkrong di sebuah warung kopi. Ayos adalah kawan lama semasa SD yang dipertemukan kembali dengan saya via socmed Friendster. Ia memberi tahu kalau kuliah di Surabaya. Sebelumnya ia tinggal dan menuntut ilmu di Solo. Namun selama kurun 2004-2005 ia tinggal di Jember dan bersekolah di sebuah Madrasah Aliyah Negeri. Bahkan saya tak tahu kenyataan itu.
Sejak saat itu kami intens bertemu, baik di dunia maya maupun nyata. Ternyata kami memiliki kesamaan minat: menulis. Pada malam kami pulang nongkrong, masih tahun 2007, ia bercerita kalau berkeinginan membuat sebuah blog. Saat itu saya yang cupu baru tahu kalau ada diary online yang disebut dengan blog. Selama ini media saya menulis hanya dua: buku diary dan MS Word. Karena punya kebiasaan menulis di buku diary itu pula saya diejek kawan-kawan saya sebagai nerd.
"Aku pengen namanya Hifatlobrain Ran. Itu aku banget. Penuh lemak dan malas mikir, hehehe" katanya sambil cengengesan. Ia lantas mendorong saya untuk juga membuat blog. Saya tertarik. Pria berkacamata ini menyarankan saya untuk memakai Wordpress sebagai rumah bagi blog. Saya menuruti anjurannya, karena saya sama sekali buta mengenai blog.
Singkat kata blog saya lahir. Kelak, ia jadi rumah bagi puluhan, atau bahkan ratusan, anak pikiran saya. Saya menamakan ia dengan sebutan Muntah Berak. Ide nama itu tidak saya dapatkan secara instan. Masih melalui diskusi cukup intens dengan Ayos. Ia melihat bibit sarkasme dalam diri saya, plus hobi misuh. Maka apa yang saya lontarkan seringkali pedas dan tak enak didengar. Muntah identik keluar dari mulut. Sedang berak melambangkan kotoran. Maka itulah yang sering keluar dari mulut saya: kotoran. Maka jadilah!
Muntah Berak menjadi kawah candradimuka saya dalam tulis menulis. Bahkan sebelum saya memutuskan untuk bergabung dengan Unit Pers Mahasiswa Tegalboto. Saya menuliskan apa saja. Kebanyakan minat saya: meracau, musik, film, buku, atau jalan-jalan.
Pada rumah pertama ini, tampak jelas jejak kenaifan saya. Pada kolom bio saya bahkan tertulis kalimat yang sekarang membuat saya menepuk dahi: "A fucking bastard. Rock N Roll become his soul and flow and synergize with his red thick blood. I have no idea…. You better fuck me!"
Bahkan untuk pemakaian titik pun saya berlebihan.
Saya masih ingat 3 orang tamu setia Muntah Berak: Ayos, Dwi Putri Ratnasari, dan Rikianarsyi. Putri adalah kawan SD saya yang juga kuliah di Surabaya. Sedang Rikian adalah kawan Ayos ketika ada sebuah ajang lomba tulis menulis. Saat itu Putri belum memiliki blog. Rikian sudah memiliki blog lebih dulu dan begitu rajin menulis. 4 orang ini sering blogwalking dan meninggalkan komentar.
Lambat laun, entah dari mana, pembaca mulai berdatangan. Mereka tak jarang meninggalkan komentar. Saya pun makin menikmati dunia tulis menulis. Semakin jatuh cinta ketika saya masuk Tegalboto. Di ruang berkarpet merah itu saya digembleng. Sebelumnya, saya buta sama sekali soal teknik tulis menulis. Bahkan saya tak tahu harus ada spasi setelah tanda titik. Menyedihkan ya?
Muntah Berak bertambah umur. Saya semakin rajin menuliskan apa saja. Begitu pula Ayos. Hifatlobrain jadi semakin terkenal. Ayos pun makin serius menekuni dunia menulis saat bergabung dengan UKM Pers Mahasiswa ITS, ITS Online.
Dari Muntah Berak pula, saya mendapat kesempatan menulis yang lebih luas.
Suatu hari, seseorang bernama Philips Vermonte berkunjung dan meninggalkan komentar pada sebuah tulisan mengenai konser The Brandals. Ternyata ia memiliki sebuah blog musik. Setelah beberapa kali blogwalking dan berdiskusi, ia meminta saya menulis untuk situs yang baru ia rintis: Jakartabeat.net. Saya setuju. Maka saya menulis pula disana.
Namun, lambat laun saya merasa Wordpress sebagai tempat bernaung bagi Muntah Berak, makin lama semakin tidak nyaman. Ada beberapa hal teknis yang menyusahkan blogger amatir seperti saya. Lambat laun saya semakin jarang menulis di Muntah Berak. Tak perlu menunggu waktu lama, Muntah Berak sudah tak terawat. Pada sudut-sudutnya bergelantungan sarang laba-laba.
Intensitas saya di Tegalboto yang makin deras juga memberi andil pada terbengkalainya Muntah Berak. Saya lebih sering menulis untuk Tegalboto. Di satu sisi lain, saya juga semakin jarang ke warnet. Setahun lebih saya tak menulis di Muntah Berak, sampai akhirnya Ayos menegur saya untuk kembali aktif blogging. Setelah beberapa kali berpikir, maka dengan berat hati saya memutuskan untuk pindahan rumah. Muntah Berak dengan Wordpress saya tinggalkan. Saya lebih memilih rumah yang lebih sederhana namun menyenangkan: blogger.
Anak saya yang terakhir tertanda tanggal 1 Mei 2009. Setelah itu sebenarnya ada anak pikiran lagi yang lahir, tapi itu dari Mening Marganingsih, seorang kawan kuliah.
Memang berat meninggalkan Muntah Berak. Saya sudah 3 tahun mendiaminya. Disana, tersimpan remah-remah ingatan yang begitu berharga. Disana pula, jejak hidup saya tersimpan. Sampai sekarang, terkadang saya masih suka mengunjungi rumah itu. Sekedar melepas kangen. Atau mengenang kembali betapa cupunya tulisan saya dulu (sekarang juga masih cupu sih). Terkadang ada momen seperti, "Asuuu, kok bisa aku nulis sejelek ini?" sembari tertawa malu.
Sekarang sudah tahun 2012. Terhitung 3 tahun lalu Muntah Berak resmi nyaris dibiarkan kosong. Nyaris, karena tak benar-benar kosong. Masih ada penghuninya: jejeran titimangsa beserta apa yang menyertainya. Saya menyebutnya dengan: kenangan...
Post-scriptum: Entah kenapa, di pagi yang kantuk tak jua merambat, saya teringat tentang Muntah Berak. Dengan diiringi lagu-lagu dari Red Hot Chilli Peppers era The Uplift Mofo Party Plan, maka saya merangkum ingatan akan rumah lama ini. Rumah lama saya ini bisa anda kunjungi di: http://nurannuran.wordpress.com. Tapi hati-hati, karena lama tak dihuni, hantu bisa saja ada disana.
Sejak saat itu kami intens bertemu, baik di dunia maya maupun nyata. Ternyata kami memiliki kesamaan minat: menulis. Pada malam kami pulang nongkrong, masih tahun 2007, ia bercerita kalau berkeinginan membuat sebuah blog. Saat itu saya yang cupu baru tahu kalau ada diary online yang disebut dengan blog. Selama ini media saya menulis hanya dua: buku diary dan MS Word. Karena punya kebiasaan menulis di buku diary itu pula saya diejek kawan-kawan saya sebagai nerd.
"Aku pengen namanya Hifatlobrain Ran. Itu aku banget. Penuh lemak dan malas mikir, hehehe" katanya sambil cengengesan. Ia lantas mendorong saya untuk juga membuat blog. Saya tertarik. Pria berkacamata ini menyarankan saya untuk memakai Wordpress sebagai rumah bagi blog. Saya menuruti anjurannya, karena saya sama sekali buta mengenai blog.
Singkat kata blog saya lahir. Kelak, ia jadi rumah bagi puluhan, atau bahkan ratusan, anak pikiran saya. Saya menamakan ia dengan sebutan Muntah Berak. Ide nama itu tidak saya dapatkan secara instan. Masih melalui diskusi cukup intens dengan Ayos. Ia melihat bibit sarkasme dalam diri saya, plus hobi misuh. Maka apa yang saya lontarkan seringkali pedas dan tak enak didengar. Muntah identik keluar dari mulut. Sedang berak melambangkan kotoran. Maka itulah yang sering keluar dari mulut saya: kotoran. Maka jadilah!
Muntah Berak menjadi kawah candradimuka saya dalam tulis menulis. Bahkan sebelum saya memutuskan untuk bergabung dengan Unit Pers Mahasiswa Tegalboto. Saya menuliskan apa saja. Kebanyakan minat saya: meracau, musik, film, buku, atau jalan-jalan.
Pada rumah pertama ini, tampak jelas jejak kenaifan saya. Pada kolom bio saya bahkan tertulis kalimat yang sekarang membuat saya menepuk dahi: "A fucking bastard. Rock N Roll become his soul and flow and synergize with his red thick blood. I have no idea…. You better fuck me!"
Bahkan untuk pemakaian titik pun saya berlebihan.
Saya masih ingat 3 orang tamu setia Muntah Berak: Ayos, Dwi Putri Ratnasari, dan Rikianarsyi. Putri adalah kawan SD saya yang juga kuliah di Surabaya. Sedang Rikian adalah kawan Ayos ketika ada sebuah ajang lomba tulis menulis. Saat itu Putri belum memiliki blog. Rikian sudah memiliki blog lebih dulu dan begitu rajin menulis. 4 orang ini sering blogwalking dan meninggalkan komentar.
Lambat laun, entah dari mana, pembaca mulai berdatangan. Mereka tak jarang meninggalkan komentar. Saya pun makin menikmati dunia tulis menulis. Semakin jatuh cinta ketika saya masuk Tegalboto. Di ruang berkarpet merah itu saya digembleng. Sebelumnya, saya buta sama sekali soal teknik tulis menulis. Bahkan saya tak tahu harus ada spasi setelah tanda titik. Menyedihkan ya?
Muntah Berak bertambah umur. Saya semakin rajin menuliskan apa saja. Begitu pula Ayos. Hifatlobrain jadi semakin terkenal. Ayos pun makin serius menekuni dunia menulis saat bergabung dengan UKM Pers Mahasiswa ITS, ITS Online.
Dari Muntah Berak pula, saya mendapat kesempatan menulis yang lebih luas.
Suatu hari, seseorang bernama Philips Vermonte berkunjung dan meninggalkan komentar pada sebuah tulisan mengenai konser The Brandals. Ternyata ia memiliki sebuah blog musik. Setelah beberapa kali blogwalking dan berdiskusi, ia meminta saya menulis untuk situs yang baru ia rintis: Jakartabeat.net. Saya setuju. Maka saya menulis pula disana.
Namun, lambat laun saya merasa Wordpress sebagai tempat bernaung bagi Muntah Berak, makin lama semakin tidak nyaman. Ada beberapa hal teknis yang menyusahkan blogger amatir seperti saya. Lambat laun saya semakin jarang menulis di Muntah Berak. Tak perlu menunggu waktu lama, Muntah Berak sudah tak terawat. Pada sudut-sudutnya bergelantungan sarang laba-laba.
Intensitas saya di Tegalboto yang makin deras juga memberi andil pada terbengkalainya Muntah Berak. Saya lebih sering menulis untuk Tegalboto. Di satu sisi lain, saya juga semakin jarang ke warnet. Setahun lebih saya tak menulis di Muntah Berak, sampai akhirnya Ayos menegur saya untuk kembali aktif blogging. Setelah beberapa kali berpikir, maka dengan berat hati saya memutuskan untuk pindahan rumah. Muntah Berak dengan Wordpress saya tinggalkan. Saya lebih memilih rumah yang lebih sederhana namun menyenangkan: blogger.
Anak saya yang terakhir tertanda tanggal 1 Mei 2009. Setelah itu sebenarnya ada anak pikiran lagi yang lahir, tapi itu dari Mening Marganingsih, seorang kawan kuliah.
Memang berat meninggalkan Muntah Berak. Saya sudah 3 tahun mendiaminya. Disana, tersimpan remah-remah ingatan yang begitu berharga. Disana pula, jejak hidup saya tersimpan. Sampai sekarang, terkadang saya masih suka mengunjungi rumah itu. Sekedar melepas kangen. Atau mengenang kembali betapa cupunya tulisan saya dulu (sekarang juga masih cupu sih). Terkadang ada momen seperti, "Asuuu, kok bisa aku nulis sejelek ini?" sembari tertawa malu.
Sekarang sudah tahun 2012. Terhitung 3 tahun lalu Muntah Berak resmi nyaris dibiarkan kosong. Nyaris, karena tak benar-benar kosong. Masih ada penghuninya: jejeran titimangsa beserta apa yang menyertainya. Saya menyebutnya dengan: kenangan...
***
Post-scriptum: Entah kenapa, di pagi yang kantuk tak jua merambat, saya teringat tentang Muntah Berak. Dengan diiringi lagu-lagu dari Red Hot Chilli Peppers era The Uplift Mofo Party Plan, maka saya merangkum ingatan akan rumah lama ini. Rumah lama saya ini bisa anda kunjungi di: http://nurannuran.wordpress.com. Tapi hati-hati, karena lama tak dihuni, hantu bisa saja ada disana.
pertama kali ngobrol sama Nuran di blog ituuuuu.. haha :p
BalasHapusKomenmu juga masih ada tuuuhhh, hahahaha :))
Hapussayang kalo di biarin kosong,..
BalasHapussoc,.. muntah berak adalah obat rinduku...........
Gak dibiarkan kosong kok. Emang pindahan kesini, hehehe :)
Hapus