Kamis, 03 Mei 2012

Tentang Morrison Hotel

Januari 1970. Amerika sedang panas meradang. Ribuan tentara yang kebanyakan adalah anak muda dikirim ke Vietnam. Nyaris sebagian besar dari mereka tumpas. Tewas sia-sia untuk perang yang mereka bahkan tidak tahu untuk apa.

James Douglas Morrison, seorang penulis puisi asal Amerika, menuliskan kudos untuk para anak-anak muda dari tanah kelahirannya itu. Lebih mirip sebuah doa miris: American boy, american girl/ most beautiful people, in the world.

James, baru saja merilis buku kumpulan puisinya secara rahasia. Antologi bertajuk An American Prayer itu seringkali dianggap sebagai puisi-puisi anti militer. Sedikit ironis. Sebab ayah James adalah seorang petinggi di Angkatan Laut. Tapi jadi masuk akal ketika James membenci sosok ayahnya yang keras dan otoriter.

Selain itu James juga sedang menuliskan puisi panjang yang akan diberi judul "Anatomy of Rock". Puisi yang dalam buku Life, Death, Legend karangan Stephen Davis disebut sebagai 'a surreal, misogynistic meditation on a psychotic high school featuring images of crashed school buses and raped cherleaders'.

James sedang dalam kondisi lembut ketika buku puisinya dirilis. Ia sedang dalam bentuk seorang penyair. Bukan Jim Morrison sang vokalis The Doors yang flamboyan. Bukan pula Jimbo yang destruktif dan gemar membuat onar. Tidak pula Lizard King yang magis dan seolah terasuki arwah Indian tua. James adalah James, seorang penulis puisi dengan cambang yang tumbuh dan badan yang subur, dengan tatapan mata yang seringkali menunduk ke bawah: ia pemalu.

Tapi siang itu, masih tetap di bulan Januari tahun yang sama, James bosan dengan cambangnya yang lebat. Ia memangkas habis semuanya. Ia tampak lebih bersih, klimis. Sang pria pemalu ini sedang akan memasuki sesi foto bersama sang pasangan kosmiknya: Pamela Courson, seorang perempuan riang dengan rambut merah yang terang menyala.

Para kru manajemen The Doors senang dengan keputusan James memotong cambang dan brewok. James dengan tampilan bak seniman itu tak bisa dijual pada massa. Kumpulan penggemar The Doors butuh Jim Morrison, pria rupawan nun flamboyan yang cocok sekali menjadi simbol seks. Dengan segera, para kru menjadwalkan sesi pemotretan untuk album baru The Doors. Album kelima mereka.

"Jim tidak banyak bicara" kenang Henry Diltz, musisi yang juga merangkap sebagai fotografer yang bertugas memotret The Doors sore itu. "Dia hanya duduk dengan santai, mengangguk pada orang yang mengenalinya, mengamati orang yang lalu lalang" lanjutnya.

Ray Manzarek, sang keyboardist The Doors, menemukan spot foto yag menarik. Di South Hope Street 1246, teronggok sebuah bangunan kumuh bernama Morrison Hotel, sebuah penginapan kecil bertarif 2,5$ per malam.

Tapi alih-alih menyambut mereka dengan senang, sang manajer tak perduli dengan The Doors, salah satu band terbesar Amerika saat itu. Ia melarang pengambilan foto di lobi hotel. Semua bingung. Ketika manajer hotel dipanggil oleh seseorang, para anggota band segera menghambur dengan lekas ke dalam lobi hotel. Diltz memotret mereka dari luar.


Bagi para pecinta semiotika, foto yang kelak menjadi kover album Morrison Hotel ini menandakan sesuatu: The Doors pernah mencapai puncak ketenaran. Lalu terjatuh hingga titik paling bawah akibat semua keonaran yang ditimbulkan oleh sang vokalis mereka. Juga album keempat mereka; Soft Parade, gagal secara penjualan maupun kualitas. Hotel Morrison adalah lambang dari titik terendah mereka. Tak ada lagi titik terendah bagi sebuah band besar selain hotel murahan yang hampir ambruk . Maka jalan satu-satunya bagi mereka adalah: segera kembali naik ke atas.

Hal itu benar terjadi.

                                                                                  ***

Bill Siddons, sang manajer The Doors, menganggap Morrison Hotel adalah album yang membunuh The Doors. Tapi penjelasannya nyaris tidak dapat diterima secara logis. Secara penjualan, album ini memang tak bisa melampaui mahakarya album pertama s/t. Namun secara musikalitas, 4 orang pria asal Los Angeles ini berhasil kembali pada trek yang benar. Berakar pada blues dan R&B, musik yang menemani kuartet ini tumbuh bermusik. Selain itu, angka penjualannya sebenarnya cukup lumayan, terjual 500 ribu keping dalam waktu hanya dua hari saja.

Dalam majalah Jazz & Pop, Jim menyebut album ini sebagai "album tentang Amerika". Selain itu, ia berseloroh bahwa album ini adalah Doors yang baru. Album ini dibagi jadi 2 sisi. Sisi A diberi tajuk "Hard Rock Cafe" dan Sisi B diberi tajuk "Morrison Hotel".

Ada banyak lagu yang kelak jadi klasik. Di sisi A, ada "Roadhouse Blues" yang didedikasikan terhadap para manusia jalanan: para supir truk, biker, hitchiker, dan manusia-manusia yang seluruh hidupnya di jalan. Lagu ini benar-benar magis. Dengan riff rockabilly dan bluesy harmonica, Jim meliuk-liuk dengan liar. Ia bernyanyi dengan energi yang meletup-letup. Dengan kalimat yang akrab bagi para orang-orang jalanan "I woke up in the morning and get my self a beer". Ode untuk para eksistensialis "The future is uncertain and the end is always near". Juga seruan bacchanalian "You gotta beep a gunk a chucha. Honk konk konk. You gotta each you puna. Each ya bop a luba. Each yall bump a kechonk. Ease sum konk" yang tak jelas maksudnya. Dan dipungkasi dengan "let it roll baby!".

Ganas!

Di sisi B, ada "The Spy" yang judulnya diambil dari judul novel Anais Nin, A Spy in the House of Love. Lagu ini adalah lagu blues bertempo lambat dan bernuansa misterius, lengkap dengan honky-tonk piano, paranoia, juga ketakutan-ketakutan yang tersembunyi.

Juga ada "Queen of the Highway", lagu yang komplit: lirik elegiac yang dibuat oleh Jim (take us to Madre), permainan piano elekrik Ray yang menggunakan Fender Rhodes --perangkat yang sama dengan yang digunakan band Miles Davis saat itu--, dan melodi gitar nan indah dari Robbie. Lengkap dengan ketukan drum yang pelan tapi eksplosif ala John Densmore.

Meski secara penjualan tidak mampu mencapai angka yang sangat memuaskan, album ini sering dianggap sebagai salah satu album terbaik The Doors, selain album pertama mereka tentu saja. Para kritikus mencintai musik mereka di album ini. Bahkan beberapa dari mereka menganggap Morrison Hotel adalah album terbaik dari The Doors, bukan album pertama mereka.

Dave Marsh, seorang kritikus musik sekaligus editor Creem mengatakan bahwa album ini "Album rock n roll paling mengerikan yang pernah aku dengar. Ketika The Doors dalam performa terbaiknya, tak ada yang bisa mengalahkan mereka. Aku yakin, ini adalah album terbaik yang pernah aku dengar di hidupku hingga saat ini..."

                                                                            ***

The Doors memang tidak berumur panjang. Terhitung sejak merilis album pertama mereka pada tahun 1967, Band ini bubar seiring meninggalnya sang vokalis, Jim Morrison pada tahun 1971. Selama kurun 4 tahun, The Doors mengeluarkan 6 album. L.A Woman menjadi album terakhir mereka sebelum Jim terbang ke Paris bersama Pamela, untuk kemudian hidup dan meninggal disana.

Mengingat album ini, seperti mengingat seorang James Douglas Morrison: seorang penyair pemalu yang kebetulan menjadi vokalis di sebuah band rock. Ketika menjalani tur Roadhouse Blues, sosok James muncul pada tanggal 7 Februari 1970. Saat itu mereka bermain di sebuah konser yang tiketnya terjual habis di Long Beach Arena.

Jim, eh maksud saya James, bermain dengan sadar. Ia sanggup bernyanyi belasan lagu. Sesuatu yang jarang, karena biasanya konser The Doors selalu terhenti di tengah karena ricuh. Ketika lagu ke 18, "Soul Kitchen" memasuki bagian akhir lagu, para penonton sudah berdiri. Bersiap untuk pulang.

Tapi James mencegah mereka, dengan sopan ia berkata "Hey, dengar. Apakah kalian harus pulang cepat malam ini? Jangan pulang dulu. Kalian ingin dengar lebih banyak lagu lagi, iya kan?". Para gerombolan penonton yang nyaris bubar kembali bersemangat dan menyemangati The Doors untuk terus bermain. Konser lantas berjalan 1 jam lagi. Salah satu konser terpanjang The Doors. Dan selama konser berjalan, tak satupun kata "fuck" yang terlontar dari mulut sang vokalis.

Malam itu Jim Morrison berlaku sebagai penyair yang kebetulan menjadi vokalis The Doors. Bukan lagi vokalis The Doors yang kebetulan menjadi penyair.

Malam itu ia adalah James Douglas Morrison, the American Poet...

3 komentar:

  1. wah aku br tau ttg konser The Doors di Long Beach Arena bisa selama itu tanpa ada keonaran.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, iya :D Itu salah satu konser The Doors terbaik :)

      Hapus
  2. terimakasih bang , berkat anda , gua jadi keracunan the doors , dan pengen berkeliling dunia , Like You :D

    BalasHapus